Ramadhan Bulan Jihad, Produktifitas Harus Meningkat

Tidak sedikit orang yang menjadikan puasa sebagai alasan bermalasan. Sehingga produktifitas pun turun. Padahal Ramadhan adalah bulan jihad. Memaknainya, kita harus memiliki niat dan semangat jihad. Produktifitas mestinya justru meningkat.

Ramadhan dikenal dengan banyak nama. Syahrush shiyamSyahrush shabrSyarul Qur’an. Juga syahrul jihad, bulan jihad.

Mengapa Disebut Bulan Jihad

Mengapa Ramadhan disebut bulan jihad? Karena banyak jihad dan kemenangan yang diraih kaum muslimin pada bulan Ramadhan.

Simaklah kembali perang Badar. Ia terjadi pada bulan Ramadhan bertepatan dengan tahun diwajibkannya puasa Ramadhan, yakni tahun 2 H. 313 pasukan Islam berhasil mengalahkan 1000 pasukan kafir Quraisy yang bersenjatakan lengkap.

Kemenangan gemilang pertama yang diraih umat Islam ini kemudian menjadi penguat eksistensi kaum muslimin di Madinah dan pembuka bagi kemenangan-kemenangan Islam berikutnya. Adakah pakar militer saat itu yang bisa memprediksi bahwa Rasulullah dan para sahabatnya bisa memenangkan peperangan? Dan kemenangan jihad ini terjadi di bulan Ramadhan!

Enam tahun kemudian terjadi peristiwa yang jauh lebih besar dan mempesona. Inilah penaklukan paling indah dalam sejarah umat manusia. Penaklukan tanpa korban jiwa. Kemenangan besar tanpa tetesan darah!

Sepuluh ribu pasukan Islam yang dipimpin oleh Rasulullah memasuki Makkah dengan tenang, menang tanpa perlawanan. Bukan hanya kemenangan secara fisik yang membuat pasukan Makkah tidak berani memberontak, tetapi juga kemenangan jiwa sehingga keimanan masuk ke jiwa-jiwa mayoritas penduduk Makkah menggantikan seluruh kekufuran dan permusuhan mereka.

Maka, tak ada satupun yang membela saat 360-an berhala di sekeliling ka’bah dihancurkan. Tak ada yang meratapi atau melakukan demontrasi saat berhala-berhala itu dilenyapkan. Sebab, sesaat sebelum dilenyapkan dari masjidil haram, Allah telah melenyapkan dari hati mereka. Inilah jihad dan kemenangan besar yang juga terjadi di bulan Ramadhan.

Masih banyak sejarah jihad yang dimenangkan kaum muslimin di bulan Ramadhan. Pada Ramadhan 15 Hijriyah, terjadi perang Qadisiyyah di mana orang-orang Majusi di Persia ditumbangkan. Pada Ramadhan 53 Hijriyah, umat Islam memasuki pulau Rhodes di Eropa.

Pada bulan Ramadhan 91 Hijriyah, umat Islam memasuki selatan Andalusia. Pada Ramadhan tahun 92 Hijriyah, umat Islam keluar dari Afrika dan membuka Andalusia dengan komandan Thariq bin Ziyad. Pada Ramadhan 658 Hijriyah, Pasukan Islam di bawah kepemimpinan Saifuddin Qutuz berhasil mengalahkan pasukan Mongol dalam Perang Ain Jalut.

Definisi Jihad

Syaikh Abdullah Azzam dalam Tarbiyah Jihadiyah menjelaskan arti jihad. Secara bahasa jihad berarti: mencurahkan kesungguhan, mengerahkan kekuatan secara maksimal. Sedangkan menurut terminologi, kata jihad mempunyai makna: mengorbankan jiwa dan harta dalam rangka membela agama Allah dan melawan musuh-musuhnya.

Karenanya, mayoritas ayat dan hadits Nabi saat menggunakan kata jihad, yang dimaksud adalah penegrtian yang kedua. Meskipun ada pembagian atau macam-macam jihad yang bersumber dari hadits Nabi juga.

Keutamaan Jihad

Jihad merupakan ibadah yang memiliki keutamaan luar biasa di sisi Allah SWT. Di antara keutamaan itu adalah:

1. Derajat tinggi melebihi ibadah lain

Suatu ketika pada hari Jum’at Nu’man bin Basyir berada di sisi mimbar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Lalu ada orang berkata, “Aku tak peduli, setelah aku masuk Islam tidaklah aku beramal melainkan memberi minum orang yang menjalankan ibadah haji.”

Yang lain berkata “Aku tak peduli, setelah aku masuk Islam tidaklah aku beramal melainkan memakmurkan masjidil haram.” Yang lain berkata, “Jihad membela agama Allah lebih utama dari apa yang kalian katakan”.

Lalu Umar bin Khattab menegur mereka seraya berkata, “Kamu jangan berdebat mengeraskan suaramu di mimbar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.”

Setelah selesai shalat Jum’at, Nu’man bin Basyir masuk ke rumah Rasulullah dan minta fatwa kepada beliau. Lalu Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan firman-Nya:

أَجَعَلْتُمْ سِقَايَةَ الْحَاجِّ وَعِمَارَةَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ كَمَنْ آَمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ وَجَاهَدَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ لَا يَسْتَوُونَ عِنْدَ اللَّهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ * الَّذِينَ آَمَنُوا وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ أَعْظَمُ دَرَجَةً عِنْدَ اللَّهِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْفَائِزُونَ

Apakah (orang-orang) yang memberi minuman orang-orang yang mengerjakan haji dan mengurus Masjidil Haram kamu samakan dengan orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian serta berjihad di jalan Allah? Mereka tidak sama di sisi Allah; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang zalim. Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta, benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan. (QS. At-Taubah : 19-20)

Sesungguhnya, amatlah wajar jika jihad memiliki nilai lebih dari pada ibadah lain sebab jihad menggabungkan amal maaliyah dan amal nafsiyah. Maka pengorbanannya sangat luar biasa, berkurangnya atau habisnya harta; resikonya juga sangat tinggi, kehilangan nyawa!

2. Pahala ribath dalam jihad lebih baik dari dunia seisinya

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

رِبَاطُ يَوْمٍ فِى سَبِيلِ اللَّهِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا عَلَيْهَا

Ribath (erjaga-jaga) satu hari di jalan Allah itu lebih baik dari pada dunia seisinya. (HR. Bukhari)

Karenanya kita kenal sahabat seperti Abbad bin Bisyr yang sangat menyukai ribath. Kita juga mengenal perkataan luar biasa dari Khalid bin Walid. “Berjaga pada sebuah malam yang dingin di tengah peperangan, lebih aku sukai daripada berada di sisi seorang gadis di malam pengantin.”

3. Selamat dari api neraka

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَا اغْبَرَّتْ قَدَمَا عَبْدٍ فِى سَبِيلِ اللَّهِ فَتَمَسَّهُ النَّارُ

Tidaklah akan disentuh oleh api neraka, dua kaki hamba yang berdebu karena membela agama Allah. (HR. Bukhari)

4. Jihad dan syahid adalah cita-cita Rasulullah

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

الَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لَوَدِدْتُ أَنِّى أُقْتَلُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ ثُمَّ أُحْيَا ، ثُمَّ أُقْتَلُ ثُمَّ أُحْيَا ، ثُمَّ أُقْتَلُ ثُمَّ أُحْيَا ، ثُمَّ أُقْتَلُ

Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, sungguh aku senang sekali bila aku terbunuh fi sabilillah, lalu aku dihidupkan lalu aku terbunuh lalu aku dihidupkan lagi lalu aku terbunuh, lalu aku dihidupkan lagi lalu aku terbunuh. (HR. Bukhari dan Muslim)

Itulah cita-cita Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Meskipun cita-cita syahid itu tidak terwujud, tetapi ia tetap menjadi motivasi bagi umatnya untuk berjihad dan syahid. Dengan jihad itulah tegak izzul Islam wal muslimin, dan saat jihad hilang dari sejarah umat maka yang terjadi adalah keterhinaan dan kekalahan.

Baca juga: Keutamaan Ramadhan

Macam-macam Jihad

Ibnul Qayyim dalam Zaadul Ma’ad telah mengemukakan macam-macam jihad : jihad qital (jihad perang atau jihad dengan tangan) sampai jihad bil lisan. Dan antara keduanya ada berbagai jihad dalam bentuknya masing-masing. Maka, yang kemudian populer di zaman sekarang adalah 3 macam jihad sebagai berikut:

1. Jihad dengan tangan.

Inilah yang paling utama. Yaitu berjihad dalam rangka membela agama Allah dengan tangan melalui perang (qital). Paling utama karena memang ia membutuhkan dua kesiapan sekaligus; harta dan jiwa. Dan inilah yang dimaksudkan oleh Allah di banyak ayat-Nya termasuk firman-Nya:

إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَى مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنْفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَيَقْتُلُونَ وَيُقْتَلُونَ

Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (QS. At-Taubah : 111)

Secara tegas, penggunaan langsung kata qital dan kewajibannya ada pada firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (QS. Al-Baqarah: 216)

Jihad model ini memiliki syarat-syarat tertentu. Sangat jauh dari apa yang dilakukan oleh teroris dan apa yang digambarkan musuh-musuh Islam sebagai terorisme.

Jihad qital ini saat bersifat ekspansif ia bersifat fardhu kifayah yang biasanya diwakili oleh para tentara Islam dengan diorganisir oleh daulah atau khilafah Islam. Sedangkan saat bersifat defensif, ia menjadi farlu ain bagi penduduk setempat yang diserang atau dijajah. Jika penduduk setempat tidak mampu mengusir penjajah/imperalis tersebut, maka kewajiban itu meluas kepada umat Islam di sekitarnya, demikian seterusnya sampai umat Islam mampu memenangkan peperangan.

Ini mirip dengan Indonesia saat menghadapi penjajahan Belanda dan mirip pula dengan Palestina yang menghadapi penjajahan Israel sampai saat ini.

Jihad qital, sesuai namanya hanya boleh terjadi di wilayah perang, bukan wilayah damai sebagaimana ia juga hanya boleh dilakukan saat berhadapan dengan musuh orang-orang kafir harbi.

2. Jihad dengan lisan

Membela Islam dengan sungguh-sungguh menggunakan lisan juga termasuk jihad. Bahkan jika ia dilakukan di depan penguasa yang zalim dengan cara yang tepat, ia termasuk jihad yang paling utama. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

أَفْضَلُ الْجِهَادِ كَلِمَةُ عَدْلٍ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ

Jihad yang paling utama adalah menyampaikan kebenaran di hadapan penguasa yang zalim. (HR. Abu Dawud)

3. Jihad dengan pena

Kedudukannya juga serupa dengan jihad bil lisan. Inilah yang telah dilakukan para ulama’. Dengan kitab-kitabnya, mereka telah melakukan pembelaan sungguh-sungguh terhadap Islam. Dengan penanya, mereka telah menjaga kemuliaan Islam dan umatnya. Dengan tulisannya, mereka telah mengobati penyakit umat, melawan syubhat yang ditimbulkan orang-orang kafir dan munafik, serta mendidik umat.

Pada dua bentuk jihad ini kita bisa melihat, dakwah adalah bagian dari jihad. Dan inilah jihad yang saat ini terbuka momentumnya bagi kita. Dengan lisan, dengan pena. Bahkan di saat lockdown atau PSBB karena adanya pandemi virus corona, tetap terbuka bagi kita untuk jihad bil qalam. Bukankah kita punya media sosial? Yang bisa lebih, bisa menulis buku atau menulis di website.

Selain itu, sebagaimana telah disinggung di atas, jihad itu luas. Ketika kita bersungguh-sungguh berbagi manfaat kepada sesama dan melakukan berbagai hal untuk membela agama Allah, itu juga bagian dari jihad. Maka sebagaimana banyak kemenangan di bulan Ramadhan, seharusnya produktifitas kita juga meningkat di bulan ini.

Berniat Jihad Mulai Saat Ini

Terakhir kalinya, marilah kita niatkan diri kita untuk berjihad membela agama Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kita memang belum bertemu dengan kesempatan jihad qital. Walau demikian Rasulullah mengajarkan kepada kita untuk selalu berniat mendapatkannya suatu saat nanti. Itulah yang kita tangkap dari sabda Nabi:

مَنْ مَاتَ وَلَمْ يَغْزُ وَلَمْ يُحَدِّثْ بِهِ نَفْسَهُ مَاتَ عَلَى شُعْبَةٍ مِنْ نِفَاقٍ

Barangsiapa yang mati dan belum berjihad dan tidak bertekad untuk berjihad, maka dia mati di atas cabang dari kemunafikan. (HR. Muslim)

Kalaupun sampai mati kita tidak mendapatkan kesempatan berjihad qital membela agama Allah, minimal kita telah memiliki niat dan tekad untuk itu. Serta kita telah berupaya melakukan jihad dalam bentuknya yang lain baik dengan lisan maupun dengan pena. Ramadhan merupakan momentum yang tepat untuk menanamkan komitmen ini. Wallaahu a’lam bish shawab. [Muchlisin BK/BersamaDakwah]

BERSAMA DAKWAH