Rezeki dari Arah tak Disangka-sangka

“BARANGSIAPA bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar, dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangka. Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)-nya. Sesungguhnua Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Alllah telah mengadakan ketentuan bagi tiang-tiap sesuatu.” (QS. Ath-Thalaq [65]: 2-3)

Ibn ‘Abbas ra ketika menafsirkan ayat ke-2 dari QS. Athalaq ini, sebagaimana dikutip oleh Imam Jalaluddin Al-Suyuthi dalam tafsir Ad-Dur Al-Manysur fi Yafsir al-Ma’tsur menjelaskan bahwa yang dimaksud kata makhraja menurut Rasulullah saw adalah solusi atau jalan keluar atas persoalan-persoalan duniawi, pertolongan di saat menghadapi kematian (sakratul maut), serta perlindungan atas dahsyatnya hari kiamat.

Adapun makna dari ayat ke-3 dari QS. Ath-Thalaq, wa yarzuqhu min haitsu la yahtasib (dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka), menurut Al-Qurtubhi dalam al-Jami’ li Ahkam Al-Qur’an adaolah rezeki yang tidak pernah diprediksi sebelumnya. Adapun menurut Ibn ‘Uyainah, sebagaimana dikutip al-Qurthubi, makna ayat tersebut adalah keberkahan dalam rezeki.

Lazim diketahui bahwa ada tiga hal yang menjadi misteri Ilahi, yaitu rezeki, jodoh, dan ajal adalah hak prerogatif Allah. Artinya, bahwa Allahlah yang menentukan kadar rezeki seseorang, siapa jodohnya dan kapan ajalnya. Tetapi, bukan berarti tidak ada peran manusia sama sekali dalam ketiga hal tersebut. Dalam hal rezeki, misalnya, seseorang diwajibkan untuk memaksimalkan ikhtiar untuk menjemput rezekinya. Tidak diperkenankan seseorang pasrah ‘bongkokan’, menyerah begitu saja dengan mengatakan: “Rezeki itu kan sudah ditentukan, ya udah kalau memang nasib kita menjadi orang miskin, itu sudah takdir”. Kalimat tersebut menunjukkan sikap pesimis, kepasrahan yang keliru dan sama sekali tidak dibenarkan dalam Islam.

Para ulama memaknai tentang ketetapan (qadla) serta ukuran (qadar) rezeki seseorang yang sudah ditentukan oleh Allah, maksudnya adalah bahwa rezeki setiap orang bahkan setiap makhluk hidup memang sudah ditetapkan oleh Allah, semuanya mendapatkan rezeki dari-Nya. Tetapi mengenai kadar serta banyak dan sedikitnya rezeki itu bergantung kepada tingkat usaha atau ikhtiar seseorang. Semakin maksimal ikhtiarnya, maka semakin besar peluang untuk mendapatkan rezeki yang lebih banyak. Al-Ajru bi qadri al-ta’ab, upah (baca:hasil) itu sesuai dengan tingkat kesulitan dan perjuangannya. Demikian diungkapkan dalam salah satu kalimat bijak.

Berkaitan dengan makna ayat di atas, Allah Swt menjanjikan bagi orang-orang yang bertakwa, selain diberi solusi atas setiap persoalan yang menimpanya, juga akan diberi bonus berupa rezeki tak terduga yang tak pernah dibayangkan apalagi diprediksi sebelumnya. [didi junaedi]