Risalah Ramadhan 1439 H

Hari Ahad, 20 Mei 2018 ini, alhamdulillah kita telah memasuki hari yang keempat dari bulan suci Ramadhan 1439 H, bulan yang penuh dengan keberkahan, kemuliaan, dan keagungan. Bulan ketika Allah SWT mewajibkan ibadah shaum pada setiap orang yang beriman yang mukalaf agar menjadi Muslim dan mukmin yang muttaqien, sebagaimana firman-Nya dalam QS al-Baqarah ayat 183: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS Al-Baqarah [2]: 183).

Bulan ketika Allah SWT pertama kali menurunkan Alquran kepada Nabi Muhammad SAW, sebagian besar Alquran pun diturunkan di bulan yang agung ini. Allah SWT berfirman dalam QS al-Baqarah ayat 185: “(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Alquran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil) ….” (QS al-Baqarah [2]: 185).

Ramadhan juga adalah bulan yang penuh dengan risalah Ilahiyah yang sangat luar biasa pengaruh positifnya pada kehidupan umat Islam, jika umat Islam melaksanakan ibadah shaumnya dengan benar, sungguh-sungguh, ikhlas karena Allah, dan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah digariskan, baik dalam Alquran maupun juga dalam hadis-hadis Nabi.

Risalah yang pertama, Ramadhan merupakan bulan pendidikan yang sangat istimewa dalam rangka mendidik umat untuk memiliki akhlak dan karakter yang mulia dalam kehidupannya, seperti karakter jujur dan amanah. Dua karakter ini sangat penting dimiliki oleh orang-orang yang beriman.

Sebab, tanpa dua karakter tersebut, orang-orang yang beriman belum diakui memiliki iman yang sempurna, seperti disampaikan Rasulullah SAW dalam sebuah hadis sahih: “La imana liman la amanata lahu wala dina liman la ‘ahda lahu,” (tidak ada iman bagi orang yang tidak amanah, dan tidak ada agama bagi orang yang tidak menepati janjinya). Di dalam Alquran surah al-Anfal (8) ayat 27, Allah SWT berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (QS al-Anfal [8]: 27).

Risalah yang kedua, bulan Ramadhan adalah bulan kasih sayang terhadap sesama orang-orang yang beriman maupun terhadap sesama umat manusia secara keseluruhan. Kasih sayang adalah merupakan inti utama dalam ajaran Islam. Allah menurunkan Alquran dengan kasih sayang dan cinta-Nya kepada umat manusia agar selamat hidupnya di dunia dan di akhirat (perhatikan QS ar-Rahman (55) ayat 1-4).

Rasulullah SAW pun diutus untuk menebarkan rahmat dan kasih sayang tidak hanya kepada manusia, tetapi juga kepada alam semesta secara lebih luas (perhatikan QS al-Anbiya [21] ayat 107). Dalam sebuah hadis sahih, Rasulullah SAW menyatakan: “Jika akan engkau menyembelih binatang, sembelihlah dengan cara yang baik dan dengan pisau yang tajam. Jika engkau akan membunuh seekor binatang maka bunuhlah dengan cara yang baik.”

Dalam hadis sahih yang lain, Rasulullah SAW menyatakan, “Irhamu man fil ardi, yarhamkun man fissama’i,” (sayangilah oleh kamu sekalian makhluk yang ada di muka bumi, pasti akan menyayangi pada kamu sekalian makhluk yang ada di langit).

Islam adalah ajaran yang sangat membenci tindakan kekerasan, pembunuhan, dan bentuk-bentuk kezaliman lainnya, dengan alasan apa pun, apalagi hanya karena berbeda agama dan keyakinan. Peperangan yang pernah terjadi dalam sejarah Islam, seperti Perang Badar dan Perang Uhud, semuanya adalah bersifat defensif (mempertahankan diri) karena ketika itu kaum Muslimin banyak yang dizalimi oleh orang-orang kafir Quraisy.

Allah SWT berfirman dalam QS al-Hajj [22] ayat 38-39: “Sesungguhnya Allah membela orang-orang yang telah beriman. Sesungguhnya Allah tidak menyukai tiap-tiap orang yang berkhianat lagi mengingkari nikmat (38). Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah benar-benar Mahakuasa menolong mereka itu.”

Pelaksanaan zakat fitrah pada akhir bulan Ramadhan yang sebelumnya sangat dianjurkan untuk banyak berinfak dan bersedekah, terutama kepada fakir miskin atau orang-orang yang membutuhkan, adalah salah satu bentuk manifestasi kasih sayang kepada mereka. Bahkan, Nabi SAW menyatakan dalam sebuah hadis sahih: “Bukan umatku orang yang tertidur karena kekenyangan, sementara tetangganya tidak bisa tidur karena kelaparan dan dia biarkan (tidak punya kepedulian).”

Risalah yang ketiga yaitu risalah persatuan dan kesatuan umat. Bulan Ramadhan adalah bulan yang menyatukan hati dan pikiran umat Islam yang berpuasa, sekaligus menyatukan langkah dan gerak dalam membangun umat, bangsa, serta negara. Pembangunan tidak akan pernah berjalan dengan baik dan optimal jika selalu terjadi perpecahan dan pertentangan antara sesama anak bangsa.

Islam adalah ajaran yang sangat membenci tindakan kekerasan, dan pembunuhan.

Energi positif yang dibutuhkan dalam pembangunan sering dikalahkan oleh energi negatif yang bersumber dari hasad, dengki, iri, serta kebencian yang kadang hanya dilandasi karena sikap apriori terhadap orang atau kelompok lainnya yang berbeda di dalam pandangan pemikiran tentang suatu persoalan.

Semangat berjamaah di masjid-masjid setiap waktu shalat, di kompleks perumahan, di kantor tempat bekerja, maupun di kampus tempat belajar, mudah-mudahan memiliki implikasi yang kuat dalam rangka menumbuhkan kembali energi positif untuk menguatkan persatuan dan kesatuan. Perhatikan firman-Nya dalam QS al-Hujurat [49] ayat 10: “Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapatkan rahmat.”

Risalah keempat yaitu risalah ilmu. Alhamdulillah, kita pun patut bersyukur kepada Allah SWT karena bulan Ramadhan adalah bulan ketika kaum Muslimin memiliki semangat yang tinggi untuk membaca dan mempelajari Alquran dan ilmu-ilmu lainnya yang dibutuhkan dalam kehidupan agar kehidupan ini lebih punya makna dan tujuan yang jelas. Umat Islam adalah umat yang sangat didorong oleh Rasulullah SAW untuk selalu mencintai ilmu, kapan dan di mana pun serta profesi apa pun yang ditekuni dan digelutinya.

Rasulullah SAW bersabda: “Ughdu ‘Aliman au muta’alliman au mustami’an au muhibban, wala takun khamisan fatahlak,” (berangkatlah Anda pagi-pagi untuk mengajarkan ilmu atau mempelajari ilmu atau mendengarkan ilmu atau mencintai ilmu, dan jangan menjadi bagian yang kelima/sama sekali tidak terlibat dalam dunia keilmuan, maka engkau akan mengalami kerusakan dan kehancuran).

Wahyu pertama yang diturunkan pada bulan Ramadhan pun berkaitan dengan semangat mencari dan mendapatkan ilmu, yaitu al-qira’ah(membaca) dan al-kitabah bil qalam (menulis dengan kalam/pena). Tanpa membaca dan menulis (dalam pengertian luas), tidak mungkin ilmu akan berkembang.

Namun, yang perlu diperhatikan adalah perkembangan ilmu itu harus disertai dengan penguatan nilai-nilai kemanusiaan dan penguatan nilai-nilai akhlakul karimah. Ilmu yang dikembangkan dengan mengabaikan dua hal tersebut maka tidak akan memberikan hal yang positif dalam kehidupan (peradaban yang konstruktif), tetapi justru akan melahirkan peradaban yang merusak (destruktif), seperti peperangan, pembunuhan, penipuan, dan kejahatan-kejahatan kemanusiaan lainnya, seperti yang terjadi sekarang ini.

Tentu masih banyak risalah-risalah Ramadhan yang lain, yang perlu terus-menerus digali dan dikembangkan serta diimplementasikan dalam kehidupan keseharian kita. Mudah-mudahan Allah SWT melimpahkan keberkahan dan kemuliaan bulan suci Ramadhan bagi kaum Muslimin di mana pun mereka berada. Semoga Allah mengabulkan segala doa dan permohonan kita.

Perhatikan firman-Nya, QS al-Baqarah [2] 186: “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”

Wallaahualam bi ash shawab.

Oleh: KH Didin Hafidhuddin

REPUBLIKA