Sembilan Mukjizat Musa

JIKA Allah Subhanahu Wata’ala menyebutkan sesuatu secara berulang-ulang dengan ulangan yang begitu banyak, pasti ada pesan yang amat sangat penting yang hendak disampaikanNya. Salah satu yang disebut sangat banyak itu adalah tentang Musa Alaihi Salam – yang penyebutannya di Al-Qur’an sampai sekitar 190-an kali. Ada apa dengan Nabi yang diajak bicara langsung oleh Allah di lembah yang suci Thuwa ini? Ada apa dengan 9 mukjizatnya? Ternyata semuanya amat sangat relevan dengan kehidupan di umat akhir Jaman ini.

Saya pernah menulis tentang Ekonomi Tsamudian – ekonominya bangsa Tsamud– yaitu ekonomi yang hanya dikuasai segelintir kelompok – 9 orang yang berbuat kerusakan di muka bumi (QS 27:48). Bukankah yang mengusai ekonomi kita juga tidak lebih dari 9 orang atau kelompok ini? Bahkan mereka sendiri yang membuat istilah untuk kelompoknya ini?

Bila untuk Kaum Tsamud diturunkan Nabi Saleh, untuk bangsa Mesir yang sudah sangat maju pada jamannya – kita bisa lihat peninggalan-peninggalannya hingga kini, ketika yang memimpin adalah Fir’aun kemajuan itu juga menimbulkan begitu banyak kerusaan dan kedzaliman. Oleh karenanya dibutuhkan Nabi sekelas Musa – yang diajak bicara langsung oleh Allah di lembah suci Thuwa. Dialog ini diabadikan dalam puluhan ayat yang sangat indah di Surat Thaha mulai ayat 11.

Bukan hanya diajak bicara langsung, Musa juga diberi sampai Sembilan Mukjizat untuk menaklukkan Fir’aun dan kaumnya (QS 17: 101). Menurut Ibnu Kathir 9 Mukjizat ini adalah terkait tongkatnya (QS 17 :17-21), tangannya (QS 17:22) , laut (QS 2:50 dan sejumlah ayat lainnya), kemarau yang sangat panjang (QS 7 : 130-132) dan selebihnya terkait lima hal yang disebut di Al-A’raf 133 yaitu angina topan, belalang, kutu, katak dan darah – air minum yang berubah menjadi darah.

Mukjizat nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam  – berupa Al-Qur’an – yang didalamnya mengandung seluruh mukjizat Nabi-Nabi sebelumnya. Dan ini tentu diperlukan untuk menghadapi segala urusan kehidupan umat akhir jaman ini yang jauh lebih sophisticatedketimbang jamannya Fir’aun sekalipun.

Tetapi sebesar apapun urusan yang kita hadapi, apakah itu ekonomi, politik, budaya, pemikiran, kemajuan teknologi dlsb. metode untuk menghadapinya tetap merujuk pada petunjuk yang sama – yaitu Al-Qur’an. Dan hanya dengan Al-Qur’an yang tidak hanya dibaca dan dipahami tetapi juga dijadikan petunjuk dan nasihat/pelajaran inilah umat ini akan bisa mengalahkan apapun yang dihadapinya (QS 3:138-139).

Nah coba kita lihat aplikasinya dengan petunjuk yang terkait dengan Musa tersebut di atas. Sebelum diutus untuk menghadapi Fir’aun (QS 20 : 24), Musa dipanggil dahulu untuk menghadap langsung ke Allah di lembah suci Thuwa. Lalu Allah bertanya apa yang dimiliki Musa di tangan kanannya, “Dan apakah yang ada di tangan kananmu wahai Musa ?” (QS 20:17).

Mengapa Allah pakai bertanya, sedangkan  Dia Yang Maha Tahu? Pertanyaan ini tentu bukan untuk Allah sendiri. Ini bahasa Al-Qur’an yang karakternya sebagai huda atau petunjuk, jadi pertanyaan tersebut agar menjadi petunjuk bagi kita yang membacanya. Apa isi petunjukNya itu?

Ini bisa ditadaburi dari ayat-ayat sesudahnya. Ketika Musa mulai menjelaskan apa yang dia milikinya – yaitu tongkat biasa, yang dengan itu dia bersandar, merontokkan daun untuk memberi makan kambingnya dan perbagai keperluan lainnya (QS 20:18), maka berangkat dari yang sudah dimiliki Musa inilah – Allah angkat kepemilikannya menjadi tongkat serbaguna yang kelak dibutuhkan dalam perjalanan menghadapi Fir’aun.

Tongkatnya bisa menaklukkan sihir ular para penyihir Fir’aun, bisa digunakan untuk membelah laut menyelamatkan kaumnya dan menenggelamkan Fir’aun dan bala tentaranya. Dan bagi kaumnya sendiri, tongkat Musa juga bisa untuk memukul batu  dan menghadirkan 12 mata air bagi dua belas suku pengikutnya (QS 2:60).

Intinya adalah apapaun kekuatan di luar sana, ekonomi, politik, teknologi, pemikiran dlsb. insyaAllah akan bisa kita hadapi, tetapi untuk menghadapinya kita tidak bisa hanya dengan mengandalkan apa yang kita punya – apalagi kalau kita tidak memiliki apa-apa, setelah kita punya sesuatupun untuk mulai (sesuatu ini sebut saja Tongkat Musa) – kita tentu juga butuh agar Dia juga hadir dalam apapun perjuangan kita.

Sebagaimana Musa yang tidak mungkin menghadapi Fir’aun bila hanya dengan tongkatnya yang semula dia miliki saja, demikian pula perjuangan kita di bidang apapun – kita tidak akan pernah unggul bila hanya dengan mengandalkan apa yang kita miliki, kita butuh pertolonganNya untuk meng-upgrade  yang sudah kita miliki tersebut.

Bila Musa diupgrade Allah dengan dipanggil langsung dan berbicara denganNya, kita sudah dipanggil berulang-ulang olehNya untuk mendekat. Kita disuruhNya Sholat untuk mengingatNya ( QS 20:14), kita diberi petunjuk untuk minta pertolonganNya dengan sabar dan sholat (QS 2:45 dan 2:153).

Selain membangun kekuatan mulai dari apa yang kita miliki di bidang kita masing-masing, mohon pertolonganNya untuk meng-ugrade terus menerus kekuatan itu, kita juga diajari oleh Allah melalui Musa untuk berdakwah yang penuh kelembutan – terhadap Fir’aun sekalipun.

ٱذۡهَبۡ أَنتَ وَأَخُوكَ بِـَٔايَـٰتِى وَلَا تَنِيَا فِى ذِكۡرِى (٤٢) ٱذۡهَبَآ إِلَىٰ فِرۡعَوۡنَ إِنَّهُ ۥ طَغَىٰ (٤٣) فَقُولَا لَهُ ۥ قَوۡلاً۬ لَّيِّنً۬ا لَّعَلَّهُ ۥ يَتَذَكَّرُ أَوۡ يَخۡشَىٰ (٤٤)

Pergilah engkau beserta saudaramu dengan membawa ayat-ayatKu (tanda-tanda kekuasaanKu), dan janganlah kamu berdua lalai terhadapKu. Pergilah kamu berdua kepada Fir’aun, karena dia telah benar-benar melampaui batas. Dan berbicaralah kamu kepadanya (Fir’aun) dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan dia sadar dan takut” (QS Toha [20]: 42-44).

Maka dari rangkian ayat-ayat mukjizat Musa tersebut di atas, kita bisa langsung introspeksi bila perjuangan kita di bidang apapun – belum bisa mengalahkan kekuatan jaman ini. Apa intropeksinya? Minimal di lima hal berikut  yang harus ada di check list kita.

  • Apakah kita sudah memulainya dari apa yang kita miliki atau ‘Tongkat Musa’ kita sendiri?
  • Apakah kita sudah menghadirkan pertolonganNya sehingga kita bisa bener-benar unggul diapa yang kita miliki tersebut?
  • Apakah kita sudah terus menerus mengingatNya?
  • Apakah kita sudah membentuk team yang kuat untuk mendampingi perjuangan kita?
  • Apakah kita sudah berlemah lembut dalam mengkomunikasikan apapun yang hendak kita sampaikan?

Kalau semuanya sudah, barulah kita insyaAllah siap untuk idzhab ila Fir’auna innahu thoghoo– di bidang kita masing-masing!

 

Oleh: Muhaimin Iqbal, Penulis adalah Direktur Gerai Dinar

HIDAYATULAH