Seputar Siksa dan Nikmat Kubur

Keyakinan akan siksa dan nikmat kubur serta keberadaan alam barzah merupakan bagian akidah utama dalam Islam yang harus diimani. Terlebih, banyak terdapat teks, baik Alquran, hadis, maupun riwayat salaf yang menjadi dasar keniscayaan perkara tersebut.

Topik inilah yang hendak dipaparkan al-Baihaqi dalam kitabnya yang berjudul Itsbat ‘Adzab Alqabr wa Sual Almalakain. Melalui karya yang naskah manuskripnya diperoleh di Perpustakaan Ahmad III Turki itu, al-Baihaqi hendak membeberkan argumentasi tentang siksa kubur dan hal ihwal yang berkenaan dengannya.

Nuansa penulisan yang terbaca di karya tulis tokoh yang bernama lengkap Abu Bakar Ahmad bin Al Husain bin Ali bin Musa al-Khasrujaradi al-Baihaqi as-Syafi’i ini kental dengan konsep yang kerap dipakai dalam kajian hadis, yaitu pola periwayatan.

Tak heran, penikmat kitab ini akan disuguhi rentetan sanad di tiap hadis ataupun atsar yang dikutip. Menunjukkan validitas memang, tetapi pada saat bersamaan, gaya seperti ini membuat kitab kurang praktis dibaca. Untungnya, kondisi ini diperingan dengan klasifikasi kitab ke dalam bab-bab yang berjumlah 31 konsideran.

Kemudahan

Catatan pertama yang dikemukakan oleh sosok kelahiran Khusraugird dekat Desa Bayhaq, Nisaphur pada Sya’ban 384 H itu adalah kemudahan bagi orang yang beriman saat menjawab semua pertanyaan yang diajukan oleh dua malaikat, Munkar dan Nakir. Penegasan itu termaktub dalam ayat, “Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki.” (QS Ibrahim [14]: 27).

Peneguhan iman yang dimaksud dalam ayat tersebut juga berlaku kelak di akhirat. Faktor apakah yang dapat meneguhkan keimanan seseorang itu?

Salah satunya ialah kesaksian atau syahadat. Menurut hadis riwayat al-Barra’ bin ‘Azib, Rasulullah SAW pernah menyatakan bahwa seorang Mukmin adalah mereka yang ketika berada dalam kuburnya mampu bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan berikrar sebagai pengikut Muhammad SAW.

Riwayat lain dari Abdullah bin Mas’ud mengatakan, orang-orang yang beriman—sebagaimana disebutkan ayat di atas—bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan malaikat tentang siapakah Tuhan yang ia sembah, agama yang ia peluk, dan siapakah nabi yang ia taati. Soal-soal itu pun dengan mudah dijawab. Allah-lah Tuhannya, Islam agamanya, dan Muhammad nabinya. Lalu, kuburnya dilapangkan hingga ia beristirahat dengan tenang.

Sebaliknya, deretan pertanyaan serupa juga disodorkan kepada orang-orang kafir. Jawaban yang keluar dari lisan mereka hanyalah ketidaktahuan dan kebodohan. Akibatnya, kubur yang ia huni pun akan sempit dan ia akan disiksa.

Terkait fakta ini, Abdullah bin Mas’ud membaca ayat, “Dan, barang siapa berpaling dari peringatan-Ku maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (QS Thaahaa [20]: 124).

Baik pertanyaan, siksa, maupun nikmat kubur, pasti akan terjadi. Ketika jasad telah dikubur, lalu saudara, kerabat, dan para kolega beranjak pergi meninggalkan makamnya maka orang mukmin ataupun kafir akan disodori pertanyaan-pertanyaan itu.

Hukum Allah berlaku di sana. Seperti dalil-dalil sebelumnya, umat yang beriman menjawabnya dengan enteng. Sedangkan, kaum kafir tak kunjung bisa mencerna soal-soal itu secara baik. Siksa dan nerakalah balasannya. Hal ini sebagaimana tergambar dalam riwayat Anas bin Malik.

Lantas, bagian manakah dari diri manusia yang akan kembali dibangkitkan saat di alam barzah, apakah jasad tanpa roh, roh semata, atau kedua-duanya. Menurut al-Baihaqi, yang mulai mengambil riwayat pada 399 H pada usia 15 tahun, baik mukmin maupun kafir, kelak roh mereka akan dikembalikan ke jasadnya selama berada di alam barzah.

Tetapi, kehidupan di alam barzah berbeda dari kehidupan dunia. Tidak ada aktivitas makan dan minum di sana.

 

REPUBLIKA