Setelah Disalatkan di Masjidil Haram, Mbah Moen Dimakamkan di Ma’la

 Indonesia baru saja kehilangan salah satu ulama karismatik, yang juga Pengasuh Pondok Pesantren Al Anwar, Sarang, Rembang, KH Maimoen Zubair atau yang akrab disapa Mbah Moen. Ayahanda Wakil Gubernur Jateng Taj Yasin itu wafat pada Selasa (6/8/2019) pukul 04.17 saat menunaikan ibadah haji. Mbah Moen pun sempat dirawat di RS An Noor Alfatihah Mekkah. 

“Njih leres (iya benar). Abah tilar dunyo,” ujar Gus Yasin, melalui pesan singkat mengonfirmasi wafatnya ayahandanya.

Menurut putra Mbah Moen, Majid Kamil atau yang akrab disapa Gus Kamil, jenazah Mbah Moen akan dimakamkan Ma’la, dekat dengan makam Sayyidah Khodijah Al Kubro, guru beliau Sayyid Alawi Al Maliki dan Abuya Sayyid Muhammad Alawi Al Maliki serta Habib Salim As Syathiry. 

“Setelah dishalatkan di Masjidil Haram, Abah dimakamkan di Ma’la,” imbuhnya.

Selama hidupnya, Mbah Moen memiliki kiprah sebagai penggerak. Ia pernah menjadi anggota DPRD Rembang selama 7 tahun. Selain itu, ia juga pernah menjadi anggota MPR RI utusan Jawa Tengah. Karena kedalaman ilmu dan kharismanya, Mbah Moen diangkat sebagai Ketua Dewan Syuro Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Politik dalam diri Mbah Moen bukan tentang kepentingan sesaat, akan tetapi sebagai kontribusi untuk mendialogkan Islam dan kebangsaan. 

Dikutip dari situs Nahdlatul Ulama, Mbah Moen merupakan putra dari Kiai Zubair, Sarang, seorang alim dan faqih. Mbah Moen juga murid dari Syaikh Sad al-Yamani serta Syaikh Hasan al-Yamani al-Makky. 

Pada umur 21 tahun, Maimoen Zubair melanjutkan belajar ke Mekkah Al Mukarromah. Perjalanan ini, didampingi oleh kakeknya sendiri, yakni Kiai Ahmad bin Syuib. 

Di Makkah, Mbah Moen mengaji kepada Sayyid Alawi bin Abbas al-Maliki, Syekh al-Imam Hasan al-Masysyath, Sayyid Amin al-Quthbi, Syekh Yasin Isa al-Fadani, Syekh Abdul Qodir al-Mandaly dan beberapa ulama lainnya.

Mbah Moen juga meluangkan waktunya untuk mengaji ke beberapa ulama di Jawa, di antaranya Kiai Baidhowi, Kiai Ma’shum Lasem, Kiai Bisri Musthofa (Rembang), Kiai Wahab Chasbullah, Kiai Muslih Mranggen (Demak), Kiai Abdullah Abbas Buntet (Cirebon), Syekh Abul Fadhol Senori (Tuban), dan beberapa kiai lain. 

Selepas kembali dari tanah Hijaz dan mengaji dengan beberapa kiai, Mbah Moen kemudian mengabdikan diri untuk mengajar di Sarang, di tanah kelahirannya. Pada 1965, Mbah Moen kemudian istiqomah mengembangkan Pondok Pesantren Al Anwar Sarang, Rembang. Pesantren ini, kemudian menjadi rujukan santri untuk belajar kitab kuning dan mempelajari turats secara komprehensif.

AyoBandung/IHRAM