Sifat Malu yang Terpuji dan Tercela

PERLU diketahui bahwa malu adalah suatu akhlak yang terpuji kecuali jika rasa malu tersebut itu muncul karena enggan melakukan kebaikan atau dapat terjatuh dalam keharaman. Maka jika seseorang enggan untuk melakukan kebaikan seperti enggan untuk nahi mungkar (melarang kemungkaran) padahal ketika itu wajib, maka ini adalah sifat malu yang tercela. Jadi ingat! Sifat malu itu terpuji jika seseorang yang memiliki sifat tersebut tidak menjadikannya meninggalkan kewajiban atau melakukan yang haram. (Syarh Al-Arbain, hlm. 210)

“Jika Tidak Malu, Lakukanlah Sesukamu”. Para ulama mengatakan bahwa perkataan ini ada dua makna:

Pertama: Kalimat tersebut bermakna perintah dan perintah ini bermakna mubah. Maknanya adalah jika perbuatan tersebut tidak membuatmu malu, maka lakukanlah sesukamu. Maka makna pertama ini kembali pada perbuatan.

Kedua: Kalimat tersebut bukanlah bermakna perintah. Para ulama memiliki dua tinjauan dalam perkataan kedua ini:

a) Kalimat perintah tersebut bermakna ancaman. Jadi maknanya adalah: Jika kamu tidak memiliki rasa malu, maka lakukanlah sesukamu (ini maksudnya ancaman). Hal ini sebagaimana firman Allah Taala (yang artinya), “Lakukanlah sesukamu. Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang kamu lakukan.” (QS. Fushilat: 40). Maksud ayat ini bukanlah maksudnya agar kita melakukan sesuka kita termasuk perkara maksiat. Namun, maksud ayat ini adalah ancaman: Jika kamu tidak memiliki rasa malu, lakukanlah sesukamu. Pasti engkau akan mendapatkan akibatnya.

b) Kalimat perintah tersebut bermakna berita. Jadi maknanya adalah: Jika kamu tidak memiliki rasa malu, maka lakukanlah sesukamu. Dan penghalangmu untuk melakukan kejelekan adalah rasa malu. Jadi bagi siapa yang tidak memiliki rasa malu, maka dia akan terjerumus dalam kejelekan dan kemungkaran. Dan yang menghalangi hal semacam ini adalah rasa malu. Kalimat semacam ini juga terdapat dalam hadits Nabi yang mutawatir, “Barangsiapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja, maka silakan ambil tempat duduknya di neraka.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Kalimat ini adalah perintah, namun bermakna khabar (berita). Jadi jika tidak memiliki sifat malu, pasti engkau akan terjerumus dalam kemungkaran. Itu maksud perintah di sini bermakna berita. (Lihat Tawdhih Al-Ahkam, 4: 794, Darul Atsar; Syarh Arbain Syaikh Shalih Alu Syaikh, hlm. 113; Syarh Arbain Al-Utsaimin, hlm. 207; Jamiul Ulum wal Hikam, hlm. 255)

 

INILAH MOZAIK