Sudah Rajin Ibadah Hidup Masih Susah, Tuhan Tidak Adil?

Banyak umat muslim yang merasa kehidupan yang dijalani terasa sangat sulit, padahal ia sudah bekerja keras semampu mereka. Bukan hanya itu, mereka juga merasa sudah rajin beribadah dan memohon rejeki kepada Allah. Tidak hanya ibadah yang wajib yang mereka jalankan, namun juga banyak ibadah sunnah yang tak pernah ditinggalkan.

Banyak dari mereka berpikir bahwa mengapa seorang hamba yang sudah merasa dekat dan berbakti kepada Allah dengan melakukan ibadah wajib dan sunnah namun masih mendapat ujian, entah itu ujian ringan ataupun berat. Padahal dalam pandangannya, banyak amalan yang menjanjikan umat yang mengerjakannya akan mendapatkan kehidupan yang berkecukupan dan bahagia.

Di sisi lain, kita sering melihat, banyak manusia yang enggan beribadah kepada Allah, malah lebih condong untuk melakukan maksiat dan kezaliman namun Allah berikan harta melimpah, karir yang bagus, usaha yang berkembang serta kehidupan yang bahagia bagi mereka. Apakah Tuhan tidak adil?

Di sinilah kita mulai belajar kembali nilai tulus dari ketaatan dan arti kebahagaiaan yang sebenarnya. Jika ibadah hanya ditujukan dunia mungkin ada yang salah dari cara kita beribadah. Dan ketika kebahagiaan diukur dari materi, tentu ada kesalahan bahkan melewatkan kebahagiaan yang sejati.

Terkadang nilai dari sebuah ketaatan ibadah banyak dihubungkan dengan urusan dunia. Bahkan orang yang terlihat ikhlas beribadah nyatanya tujuan mereka yang tak lain untuk mendapat mimpi mereka di dunia. Giat beribadah untuk mengejar dunia memang bukanlah hal yang salah, karena Allah pernah menjanjikan kepada umatnya dalam Surat Hud ayat 15, yang berbunyi, “Barang siapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, pasti Kami berikan (balasan) penuh atas pekerjaan mereka di dunia dan mereka di dunia tidak akan dirugikan.”

Ayat di atas ditujukan kepada orang-orang yang beribadah dengan maksud mendapatkan hal keduaniawian tanpa mementingkan akhiratnya. Hal yang berbau dunia bisa disebutkan seperti pasangan, anak, harta yang melimpah dan juga kekuasaan. Jadi, barang siapa yang memiliki harapan untuk mengamalkan sebuah amalan yang hanya ditujukan untuk dunia, dan tidak berharap sama sekali kepada kehidupan akhirat, maka mereka tidak akan memperoleh bagian sedikit pun di akhirat.

Seperti sahabat Nabi Abdurahman bin Auf yang sering menangis ketika mendapatkan kenikmatan duniawi. Beliau merasa khawatir apabila kenikmatan yang ia dapatkan ketika di dunia merupakan nikmat akhirat yang disegerakan. Dan justru ketika di hari akhir kelak ia tidak lagi mendapatkan nikmat tersebut.

Para sahabat memang merupakan generasi terbaik umat Islam, mereka mengikuti ajaran Nabi dalam menyegerakan kebaikan dan menahan diri dari setiap larangan karena mereka takut amalan yang mereka lakukan tidak di terima oleh Allah. Mereka khawatir apabila kenikmatan dunia yang mereka dapatkan merupakan bentuk kebaikan yang disegerakan di dunia.

Oleh karena itu, luruskanlah niat-niat kita dalam beribadah kepada Allah. Jangan mengerjakan dhuha, tahajjud dan shalat sunah untuk menambah rejeki dan juga kekuasaan. Kita harus menyadari apabila ukuran kesuksesan duniawi ini karena banyaknya dhuha, tahajjud, dan sedekah yang kita lakukan, tentulah orang-orang kafir tak ada yang sukses.

Ketahuilah bahwa mendapatkan limpahan kekayaan seperti itu bukanlah suatu tanda kemuliaan, namun itu adalah istidraj atau suatu jebakan berupa kelapangan rezeki padahal yang diberi dalam keadaan terus menerus bermaksiat pada Allah.

Dari Uqbah bin Amir ra, Rasulullah bersabda, “Bila kamu melihat Allah memberi pada hamba dari (perkara) dunia yang diinginkannya, padahal dia terus berada dalam kemaksiatan kepada-Nya, maka (ketahuilah) bahwa hal itu adalah istidraj (jebakan berupa nikmat yang disegerakan) dari Allah.” (HR. Ahmad 4: 145).

Karena itu, mulai sekarang luruskan niat dalam kita menjalankan ibadah. Dhuha, tahajjud, puasa sunnah dan sedekah merupakan ibadah tambahan untuk menutup ibadah wajib kita yang dirasa kurang. Ibadah hanya semata untuk Allah. Dan permohonan kebahagiaan harus diluaskan dan tidak disempitkan hanya untuk urusan dunia, karena sesungguh bekal ibadah dan ketaatan adalah untuk meraih kebahagiaan akhirat yang kekal.

Berusaha yang terbaik adalah sebuah keniscayaan. Namun, beribadah dan berdoa adalah hal yang tidak bisa ditinggalkan. Tentu niat ibadah hanya ditujukan untuk ketaatan.  Dengan niat itu, Insyaallah balasan untuk akhirat kita tetap ada dan urusan dunia dipermudah oleh Allah.

ISLAM KAFFAH