3 Tanda Amal Diterima Sesudah Ramadhan

DI ANTARA doa yang sudah masyhur di kalangan umat Islam dan biasa diulang-ulang oleh khatib dalam mimbar Jum’at adalah:

اَللّٰهُمَّ تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ، وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ

“Ya Allah, terimalah dari (amal-amal) kami, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar, Maha Mengetahui; dan terimalah tobat kami, sesungguhnya Engkau Maha Penerima Tobat dan Maha Penyayang.” Doa ini menunjukkan bahwa setiap mukmin sejatinya ingin amalnya diterima. Terlebih yang telah diamalkannya selama bulan Ramadhan. Lalu, bagaimana cara mengetahui amal diterima?

Dalam bulan Ramadhan di antara keutamaan besar yang dijanjikan Allah di dalamnya adalah ketika seseorang berpuasa dan shalat malam karena iman dan mengharap ridha Allah, maka disediakan baginya ampunan untuk dosa-dosanya yang lalu. Sebagaimana hadits berikut: “Barangsiapa yang menunaikan shalat pada malam bulan Ramadlan (shalat tarawih) dengan penuh keimanan dan mengharap (pahala dari Allah), maka dosa-dosanya yang telah berlalu akan diampuni.” (HR. Bukhari)

Dalam hadits lain diungkapkan, “Barang siapa yang berpuasa Ramadhan dengan keimanan dan mengharap pahala dari Allah ta’ala niscaya akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu, dan barang siapa yang shalat pada malam lailatul qadar niscaya akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu (dosa kecil).” (HR. Muslim) Maka, ampunan ini merupakan salah satu tanda diterimanya amal seseorang pada bulan Ramadhan.

Dengan ungkapan lain, Ramadhan bisa dikatakan sukses ketika keluar bulan Ramadhan, mukmin mendapatkan ampunan dari Allah Ta’ala. Maka tidak heran jika Nabi, suatu ketika bersabda, “dan celakalah seseorang, Bulan Ramadhan menemuinya kemudian keluar sebelum ia mendapatkan ampunan,” (HR. Tirmidzi)

Selanjutnya, tanda diterimanya amal seseorang sesudah bulan Ramadhan adalah keistiqamahan dalam beramal shalih. Berbagai amal yang sudah dilakukan di bulan suci, bisa dikerjakan secara kontinu pada bulan-bulan lainnya. Syekh Al-Hafidh Ibnu Rajab Al-Hanbali dalam kitab “Lathāifu al-Ma’ārif” (2004, I: 221) berkata:

فَإِنَّ اللهَ إِذَا تَقَبَّلَ عَمَلَ عَبْدٍ وَفَّقَهُ لِعَمَلٍ صَالِحٍ بَعْدَهُ

“Sesungguhnya, jika Allah menerima amal seorang hamba, (maka) dia diberi taufiq untuk (melakukan) amal shalih setelahnya.”

Sebagai contoh adalah puasa. Puasa sebulan penuh bulan Ramadhan berlanjut pada puasa-puasa sunnah yang dikerjakan setelah Ramadhan. Misalnya, puasa 6 hari pada bulan Syawal, Senin dan Kamis, Puasa Daud, Ayyāmul-Bīdh dan lain sebagainya. Intinya, amal puasa tetap dijalankan secara istiqamah di luar bulan Ramadhan.

Senada dengan makna ini, Ibnu Rajab juga mengutarakan perkataan salafush-shālih (ulama shalih terdahulu): “Pahala kebaikan adalah kebaikan (yang dikerjakan) setelahnya. Maka barangsiapa yang melakukan kebaikan kemudian diikuti dengan kebaikan, maka itu tanda bahwa kebaikan pertamanya diterima. Sebagaimana juga, orang yang telah mengamalkan kebaikan kemudian diikuti dengan keburukan (amal jelek) maka itu tanda bahwa kebaikan (pertamanya) ditolak.”

Begitu juga dengan membaca Al-Qur`an. Ibadah yang mulia ini bukan hanya dilakukan saat Ramadhan saja. Pada bulan-bulan berikutnya juga terus dibaca bahkan ditadabburi maknanya. Nabi pernah berpesan terhadap orang yang menanyakan amal yang paling dicintai oleh Allah:

«الحَالُّ المُرْتَحِلُ» . قَالَ: وَمَا الحَالُّ المُرْتَحِلُ؟ قَالَ: «الَّذِي يَضْرِبُ مِنْ أَوَّلِ القُرْآنِ إِلَى آخِرِهِ كُلَّمَا حَلَّ ارْتَحَلَ»

“AL-HALLU dan AL MURTAHILU.” Dia bertanya: “Apakah yang dimaksud AL-HALLU dan AL MURTAHILU?” beliau menjawab: “Yaitu orang yang terus menerus menyambung (selalu mengkhatamkan) dari awal Al-Qur`an sampai akhir, seusai (menghatamkan Al Qur’an), dia memulainya lagi.” (HR. Tirmidzi) Artinya, setelah khatam terus membaca lagi dari awal hingga khatam lagi dan seterusnya. Ada kesinambungan amal dalam membacanya.

Apalagi jika amal shalih ini bisa kontinu hingga akhir hayat. Maka orang demikian disebut Nabi sebagai orang yang dikehendaki Allah mendapat kebaikan. Simak sabda beliau berikut ini:

«إِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدٍ خَيْرًا اسْتَعْمَلَهُ» فَقِيلَ: كَيْفَ يَسْتَعْمِلُهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: «يُوَفِّقُهُ لِعَمَلٍ صَالِحٍ قَبْلَ المَوْتِ»

“Apabila Allah menghendaki kebaikan bagi seorang hamba, maka Dia akan menggunakannya.” Lalu ditanyakanlah pada beliau, “Bagaimanakah Allah menggunakannya wahai Rasulullah?” beliau menjawab: “Dia akan memberinya taufiq untuk beramal shalih sebelum dijemput kematian.” (HR. Tirmidzi)

Tanda lain yang bisa disebutkan dalam tulisan ini terkait diterimanya ibadah seseorang sesudah Ramadhan adalah rasa syukur kepada Allah yang tidak hanya terucap pada lisan, terpatri pada hati, bahka dimanifestasikan dalam perbuatan. Sebagai contoh di sini adalah shalat malam. Ibadah ini yang biasa disebut juga shalat Tarawih saat bulan Ramadhan, juga perlu dijaga kedawamannya di bulan lainnya sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah.

Suatu ketika, A’isyah melihat Nabi shalat malam hingga kakinya bengkak. Maka istri tercintanya itu bertanya, “Wahai Rasulullah, kenapa Anda melakukan ini padahal Allah telah mengampuni dosa Anda yang telah berlalu dan yang akan datang?” Beliau bersabda: “Apakah aku tidak suka jika menjadi hamba yang bersyukur?” (HR. Bukhari) Perhatikan, bukan berarti ketika dosa-dosa yang telah lalu terampuni kemudian membuat diri berdiam saja tanpa melakukan ibadah. Justru Nabi malah giat shalat malam, hingga kakinya bengkak. Ketika ditanya alasannya, ternyata itu sebagai wujud rasa syukur beliau kepada Allah.

Ketika Wahab bin Al-Warad Rahimahullah ditanya tentang pahala dari suatu amal seperti thawaf dan semisalnya, maka respon beliau sangat menarik untuk diperhatikan. Katanya, “Janganlah kalian bertanya tentang pahalanya, tapi tanyakanlah apa yang dikerjakan oleh orang yang sudah diberi taufik untuk beramal, berupa rasa syukur karena telah diberi taufik dan pertolongan dalam melakukannya.” Ini berarti ada hal lebih penting setelah diberi taufik untuk beramal, yaitu rasa syukur kepada Allah yang dimanifestasikan dalam amalan-amalan shalih selanjutnya yang berkesinambungan.

Jadi, jika ingin tahu apa amal ibadah di bulan Ramadhan diterima oleh Allah, maka lihatlah 3 tanda ini: Pertama, mendapat ampunan Allah. Kedua, istiqamah beramal di bulan lainnya. Ketiga, melahirkan rasa syukur kepada Allah yang termanifestasi dalam amal shalih yang berkelanjutan. */Mahmud B Setiawan

HIDAYATULLAH

3 Tanda Amal Diterima Sesudah Ramadhan

Di antara tanda amal nya diterima bagi seseorang sesudah berlalunya bulan Ramadhan adalah keistiqamahan dalam beramal shalih

DI ANTARA doa yang sudah masyhur di kalangan umat Islam dan biasa diulang-ulang oleh khatib dalam mimbar Jum’at adalah:

اَللّٰهُمَّ تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ، وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ

Allahumma taqobbal Minna innaka antas sami’ul Alim watub Alaina innaka antat tawwabur Rohim

“Ya Allah, terimalah dari (amal-amal) kami, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar, Maha Mengetahui; dan terimalah tobat kami, sesungguhnya Engkau Maha Penerima Tobat dan Maha Penyayang.”

Doa ini menunjukkan bahwa setiap mukmin sejatinya ingin amalnya diterima. Terlebih yang telah diamalkannya selama bulan Ramadhan. Lalu, bagaimana cara mengetahui amal diterima?

Dalam bulan Ramadhan di antara keutamaan besar yang dijanjikan Allah di dalamnya adalah ketika seseorang berpuasa dan shalat malam karena iman dan mengharap ridha Allah, maka disediakan baginya ampunan untuk dosa-dosanya yang lalu.

Sebagaimana hadits berikut:

مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barangsiapa melakukan qiyam Ramadhan (shalat tarawih) karena iman dan mencari pahala, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari no. 37 dan Muslim no. 759)

Dalam hadits lain diungkapkan;

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barangsiapa berpuasa Ramadhan atas dasar iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosanya yang telah lalu akan diampuni.”  (HR. Bukhari dan Muslim).

Maka, ampunan ini merupakan salah satu tanda amal diterima di bulan Ramadhan. Dengan ungkapan lain, Ramadhan bisa dikatakan sukses ketika keluar bulan Ramadhan, mukmin mendapatkan ampunan dari Allah Ta’ala.

Maka tidak heran jika Nabi, suatu ketika bersabda,

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيَّ وَرَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ دَخَلَ عَلَيْهِ رَمَضَانُ ثُمَّ انْسَلَخَ قَبْلَ أَنْ يُغْفَرَ لَهُ وَرَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ أَدْرَكَ عِنْدَهُ أَبَوَاهُ الْكِبَرَ فَلَمْ يُدْخِلَاهُ الْجَنَّةَ

“Nabi bersabda: Celakalah seseorang, aku disebut-sebut di depannya dan ia tidak mengucapkan shalawat kepadaku. dan celakalah seseorang, Bulan Ramadhan menemuinya kemudian keluar sebelum ia mendapatkan ampunan, dan celakalah seseorang yang kedua orang tuanya berusia lanjut namun kedua orangtuanya tidak dapat memasukkannya ke dalam Surga (karena kebaktiannya).” (HR. Tirmidzi).

Tanda diterimanya amal Ramadhan

فَإِنَّ اللهَ إِذَا تَقَبَّلَ عَمَلَ عَبْدٍ وَفَّقَهُ لِعَمَلٍ صَالِحٍ بَعْدَهُ

“Sesungguhnya, jika Allah menerima amal seorang hamba, (maka) dia diberi taufiq untuk (melakukan) amal shalih setelahnya.”

Sebagai contoh adalah puasa. Puasa sebulan penuh bulan Ramadhan berlanjut pada puasa-puasa sunnah yang dikerjakan setelah Ramadhan.

Misalnya, puasa 6 hari pada bulan Syawal, Senin dan Kamis, Puasa Daud, Ayyāmul-Bīdh dan lain sebagainya. Intinya, amal puasa tetap dijalankan secara istiqamah di luar bulan Ramadhan.

Senada dengan makna ini, Ibnu Rajab juga mengutarakan perkataan salafush-shālih (ulama shalih terdahulu): “Pahala kebaikan adalah kebaikan (yang dikerjakan) setelahnya. Maka barangsiapa yang melakukan kebaikan kemudian diikuti dengan kebaikan, maka itu tanda bahwa kebaikan pertamanya diterima. Sebagaimana juga, orang yang telah mengamalkan kebaikan kemudian diikuti dengan keburukan (amal jelek) maka itu tanda bahwa kebaikan (pertamanya) ditolak.”

Begitu juga dengan membaca Al-Qur`an. Ibadah yang mulia ini bukan hanya dilakukan saat Ramadhan saja. Pada bulan-bulan berikutnya juga terus dibaca bahkan ditadabburi maknanya. Nabi pernah berpesan terhadap orang yang menanyakan amal yang paling dicintai oleh Allah:

«الحَالُّ المُرْتَحِلُ» . قَالَ: وَمَا الحَالُّ المُرْتَحِلُ؟ قَالَ: «الَّذِي يَضْرِبُ مِنْ أَوَّلِ القُرْآنِ إِلَى آخِرِهِ كُلَّمَا حَلَّ ارْتَحَلَ»

“AL-HALLU dan AL MURTAHILU.” Dia bertanya: “Apakah yang dimaksud AL- HALLU dan AL MURTAHILU?” beliau menjawab: “Yaitu orang yang terus menerus menyambung (selalu mengkhatamkan) dari awal Al-Qur`an sampai akhir, seusai (menghatamkan Al Qur’an), dia memulainya lagi.” (HR. Tirmidzi).

Artinya, setelah khatam terus membaca lagi dari awal hingga khatam lagi dan seterusnya. Ada kesinambungan amal dalam membacanya.

Apalagi jika amal shalih ini bisa kontinu hingga akhir hayat. Maka orang demikian disebut Nabi sebagai orang yang dikehendaki Allah mendapat kebaikan. Simak sabda beliau berikut ini:

«إِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدٍ خَيْرًا اسْتَعْمَلَهُ» فَقِيلَ: كَيْفَ يَسْتَعْمِلُهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: «يُوَفِّقُهُ لِعَمَلٍ صَالِحٍ قَبْلَ المَوْتِ»

“Apabila Allah menghendaki kebaikan bagi seorang hamba, maka Dia akan menggunakannya.” Lalu ditanyakanlah pada beliau, “Bagaimanakah Allah menggunakannya wahai Rasulullah?” beliau menjawab: “Dia akan memberinya taufiq untuk beramal shalih sebelum dijemput kematian.” (HR. Tirmidzi)

Tanda lain yang bisa disebutkan dalam tulisan ini terkait diterimanya ibadah seseorang sesudah Ramadhan adalah rasa syukur kepada Allah yang tidak hanya terucap pada lisan, terpatri pada hati, bahka dimanifestasikan dalam perbuatan. Sebagai contoh di sini adalah shalat malam.

Ibadah ini yang biasa disebut juga shalat Tarawih saat bulan Ramadhan, juga perlu dijaga kedawamannya di bulan lainnya sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah.

Suatu ketika, A’isyah melihat Nabi shalat malam hingga kakinya bengkak. Maka istri tercintanya itu bertanya, “Wahai Rasulullah, kenapa Anda melakukan ini padahal Allah telah mengampuni dosa Anda yang telah berlalu dan yang akan datang?” Beliau bersabda: “Apakah aku tidak suka jika menjadi hamba yang bersyukur?” (HR. Bukhari).

Perhatikan, bukan berarti ketika dosa-dosa yang telah lalu terampuni kemudian membuat diri berdiam saja tanpa melakukan ibadah. Justru Nabi ﷺ malah giat shalat malam, hingga kakinya bengkak.

Ketika ditanya alasannya, ternyata itu sebagai wujud rasa syukur beliau kepada Allah.

Ketika Wahab bin Al-Warad Rahimahullah ditanya tentang pahala dari suatu amal seperti thawaf dan semisalnya, maka respon beliau sangat menarik untuk diperhatikan. Katanya, “Janganlah kalian bertanya tentang pahalanya, tapi tanyakanlah apa yang dikerjakan oleh orang yang sudah diberi taufik untuk beramal, berupa rasa syukur karena telah diberi taufik dan pertolongan dalam melakukannya.”

Ini berarti ada hal lebih penting setelah diberi taufik untuk beramal, yaitu rasa syukur kepada Allah yang dimanifestasikan dalam amalan-amalan shalih selanjutnya yang berkesinambungan.

Jadi, jika ingin tahu apa amal ibadah dibulan Ramadhan diterima oleh Allah, maka lihatlah 3 tanda ini: Pertama, mendapat ampunan Allah. Kedua, istiqamah beramal di bulan lainnya. Ketiga, melahirkan rasa syukur kepada Allah yang termanifestasi dalam amal shalih yang berkelanjutan.*/ Mahmud Budi Setiawan

HIDAYATULLAH