Amalan Tersembunyi dalam Doa Bangun Tidur

Saudaraku, apa yang engkau lakukan saat dirimu terlelap kemudian bangun dari tidurmu?

Masihkah engkau mengingat, menghafal, atau mempraktekkan doa mulia yang telah engkau pelajari sejak usia mudamu dan tidak pernah melupakannya?

Ataukah doa itu telah hilang dari memorimu sehingga tak lagi sempat terucap?

Ya, doa itu adalah:

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَحْيَانَا بَعْدَ مَا أَمَاتَنَا وَإِلَيْهِ النُّشُوْرِ

“Segala puji bagi Allah, yang telah membangunkan kami setelah menidurkan kami dan kepada-Nyalah kami dibangkitkan.” (HR. Bukhari no. 6325)

Dalam doa yang semestinya menjadi habit (kebiasaan) yang selalu terucap setiap kali bangun dari tidur ini, terdapat amalan mulia yang sarat akan makna mendalam bagi hamba-hamba Allah yang mau berpikir dan merenungkannya.

Perhatikan kembali doa mulia ini, terdapat 3 (tiga) amalan agung yang kita lakukan setiap kali mempraktekkannya, yaitu: pujian bagi Allah, keyakinan bahwa Allah memegang roh saat kita tertidur, dan keyakinan bahwa hanya kepada Allah kita kembali.

Pujian bagi Allah

Hanya Allah Ta’ala-lah yang patut dipuji. Kemahabesaran-Nya dan Kemahamuliaan-Nya meliputi seluruh alam. Kita sebagai hamba Allah, hanyalah satu titik kecil dari jutaan ciptaan-Nya di alam semesta ini. Sudah selayaknya kita senantiasa memuji Allah Ta’ala di setiap waktu. Khususnya di waktu-waktu yang telah ditetapkan oleh syariat. Di antaranya adalah ketika sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya.

Allah Ta’ala berfirman,

وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ غُرُوبِهَا

“Dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya.” (QS. Thaha: 130)

Lebih khusus lagi ketika kita terbangun dari tidur sejak malam hingga pagi hari. Betapa Allah Ta’ala sangat menyayangi kita.

Allah berfirman,

وَهُوَ الَّذِيْ جَعَلَ لَكُمُ الَّيْلَ لِبَاسًا وَّالنَّوْمَ سُبَاتًا وَّجَعَلَ النَّهَارَ نُشُوْرًا

“Dan Dialah yang menjadikan malam untukmu (sebagai) pakaian, dan tidur untuk istirahat, dan Dia menjadikan siang untuk bangkit berusaha.” (QS. Al-Furqan: 47)

As-Sa‘di rahimahullah dalam Tafsir-nya menjelaskan tentang maksud ayat ini, yaitu:

Di antara rahmat-Nya terhadap kalian dan kelembutan-Nya adalah Dia menjadikan malam untuk kalian laksana pakaian yang menutupi kalian hingga kalian dapat beristirahat di dalamnya dan merasa hangat dengan tidur serta mobilitas kalian menjadi terhenti, maksudnya adalah gerakan kalian terhenti saat tidur.

Kalau saja tidak ada malam, niscaya manusia tidak akan bisa tenang, dan niscaya mereka terus dalam aktivitasnya. Lalu, pada akhirnya hal itu sangat membahayakan mereka.

Dan kalau terjadi malam terus, tanpa berhenti, maka kehidupan dan berbagai kepentingan mereka terabaikan.

Akan tetapi, Allah menjadikan siang hari sebagai kehidupan kembali. Padanya mereka dapat bertebaran untuk perniagaan, bepergian jauh, dan pekerjaan mereka sehingga dengan begitu terciptalah berbagai maslahat.

Saudaraku, sudah sepantasnyalah kita memuji Allah Ta’ala yang senantiasa melindungi diri kita dari segala marabahaya dengan menjadikan malam sebagai tempat dan waktu bagi kita untuk beristirahat dari penatnya hari siang dengan segala kesibukan dan aktivitas kita.

Allah yang menggenggam roh

Dalam kalimat,

الَّذِيْ أَحْيَانَا بَعْدَ مَا أَمَاتَنَا

(Allah) Yang telah menghidupkan kami setelah menidurkan kami.

terkandung makna yang sangat penting untuk kita ketahui.

Bahwa nyawa seorang hamba berada dalam genggaman Allah Ta’ala ketika hamba tersebut sedang tidur yang kemudian Allah lepaskan sampai waktu ajal hamba tersebut tiba. Hal demikian sebagai bagian tanda dari Kemahabesaran-Nya.

Allah Ta’ala berfirman,

ٱللَّهُ یَتَوَفَّى ٱلۡأَنفُسَ حِینَ مَوۡتِهَا وَٱلَّتِی لَمۡ تَمُتۡ فِی مَنَامِهَاۖ فَیُمۡسِكُ ٱلَّتِی قَضَىٰ عَلَیۡهَا ٱلۡمَوۡتَ وَیُرۡسِلُ ٱلۡأُخۡرَىٰۤ إِلَىٰۤ أَجَلࣲ مُّسَمًّىۚ إِنَّ فِی ذَ ٰ⁠لِكَ لَـَٔایَـٰتࣲ لِّقَوۡمࣲ یَتَفَكَّرُونَ

“Allah memegang nyawa (seseorang) pada saat kematiannya dan nyawa (seseorang) yang belum mati ketika dia tidur. Maka, Dia tahan nyawa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia lepaskan nyawa yang lain sampai batas yang ditentukan. Sungguh, pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran) Allah bagi kaum yang berpikir.” (QS. Az-Zumar: 42)

Ibnu Katsir rahimahullah dalam Tafsir-nya menjelaskan ayat ini:

Di dalam makna ayat ini terkandung dalil yang menunjukkan bahwa semua roh dikumpulkan di mala’ul a’la, seperti yang disebutkan di dalam hadis marfu’ yang diriwayatkan oleh Ibnu Mandah dan lain-lainnya.

Di dalam kitab Sahih Bukhari dan Sahih Muslim disebutkan melalui hadis Ubaidillah ibnu Umar, dari Sa’id ibnu Abu Sa’id, dari ayahnya, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu yang telah mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

“Apabila seseorang di antara kalian menempati peraduannya, hendaklah terlebih dahulu menyapu tempat tidurnya dengan bagian dalam kainnya. Karena sesungguhnya dia tidak mengetahui kotoran apa yang telah ditinggalkannya pada peraduannya itu. Kemudian hendaklah ia mengucapkan doa, ‘Dengan menyebut nama Engkau, ya Tuhanku, aku letakkan lambungku dan dengan menyebut nama Engkau aku mengangkat (membangunkan)nya. Jika Engkau memegang jiwaku, maka kasihanilah ia. Dan jika Engkau melepaskannya, maka peliharalah ia sebagaimana Engkau memelihara hamba-hamba-Mu yang saleh.’”

Sebagian ulama salaf mengatakan bahwa arwah orang-orang yang mati dicabut bila mereka mati. Begitu pula, arwah orang-orang yang hidup dicabut bila mereka tidur. Lalu, mereka saling mengenal menurut apa yang telah dikehendaki oleh Allah Ta’ala. “Maka, Dia tahan jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya.” (QS. Az-Zumar: 42)

Yakni arwah orang yang telah mati dan melepaskan arwah orang yang hidup sampai waktu yang ditentukan. As-Sa’di mengatakan sampai tiba saat ajalnya.

Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu mengatakan bahwa Allah menahan jiwa orang yang telah mati dan melepaskan jiwa orang yang hidup, dan tidak pernah terjadi kekeliruan dalam hal ini.

Subhanallah, semakin kita menyadari dan mengimani hal yang gaib yang terjadi pada diri kita, maka tentu semakin bertambah pula iman kita.

Perkara bahwa arwah kita dikumpulkan saat tidur di mala’ul a’la sebagaimana tafsir Ibnu Katsir tersebut adalah perkara gaib. Bagaimana mungkin seorang manusia bisa percaya terhadap hal demikian jika tidak ada iman dan takwa pada dirinya?

Allah Ta’ala berfirman tentang bukti orang yang bertakwa,

ٱلَّذِینَ یُؤۡمِنُونَ بِٱلۡغَیۡبِ وَیُقِیمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ وَمِمَّا رَزَقۡنَـٰهُمۡ یُنفِقُونَ

“(Yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, melaksanakan salat, dan menginfakkan sebagian rezeki yang kami berikan kepada mereka”. (QS. Al-Baqarah: 3)

Hanya kepada Allah, kita kembali

Memuji Allah, kemudian meyakini bahwa ketika sedang terlelap arwah kita berada pada genggaman Allah merupakan amalan batiniyah saat ketika terbangun dari tidur.

Hal itu belum lengkap, kecuali dengan meyakini bahwa hanya kepada Allah kita kembali وَإِلَيْهِ النُّشُوْرِ.

Kembali kepada Allah merupakan keyakinan seorang mukmin sebagai wujud manifestasi rukun iman yang ke-5 yaitu ‘Beriman kepada hari kiamat’.

Di antara fase yang dilalui pada hari kiamat adalah tahap timbangan amal. Allah Ta’ala berfirman,

وَنَضَعُ الْمَوَازِينَ الْقِسْطَ لِيَوْمِ الْقِيَامَةِ فَلَا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْئًا ۖ وَإِنْ كَانَ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ أَتَيْنَا بِهَا ۗ وَكَفَىٰ بِنَا حَاسِبِينَ

“Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat. Maka, tiadalah dirugikan seseorang barang sedikit pun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawi pun pasti Kami mendatangkan (pahala)nya. Dan cukuplah Kami sebagai pembuat perhitungan.”  (QS. Al-Anbiya’: 47)

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ حُوسِبَ عُذِّبَ قَالَتْ عَائِشَةُ فَقُلْتُ أَوَلَيْسَ يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى فَسَوْفَ يُحَاسَبُ حِسَابًا يَسِيرًا قَالَتْ فَقَالَ إِنَّمَا ذَلِكِ الْعَرْضُ وَلَكِنْ مَنْ نُوقِشَ الْحِسَابَ يَهْلِكْ

“Barangsiapa yang dihisab, maka ia tersiksa”. Aisyah bertanya, “Bukankah Allah telah berfirman ‘Maka, ia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah.’” (QS. Al-Insyiqaq: 8) Maka, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Itu baru al-‘aradh (penampakan amal). Namun, barangsiapa yang diteliti hisabnya, maka ia akan binasa.” (HR. Bukhari, no. 103 dan Muslim, no. 2876)

Oleh karenanya, setiap kali kita terbangun dari tidur setiap harinya kemudian membaca doa:

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَحْيَانَا بَعْدَ مَا أَمَاتَنَا وَإِلَيْهِ النُّشُوْرِ

Maka, tiga amalan yang telah kita lakukan yaitu: memuji Allah Ta’ala, meyakini bahwa Allahlah yang membangunkan kita dari tidur (melepaskan roh kita dari genggaman)-Nya, serta meyakini bahwa hanya kepada Allah kita akan kembali.

Namun perlu diingat, amalan mulia ini tidak akan ada artinya tanpa kita memahami maknanya disertai dengan keyakinan yang kokoh, serta mempraktekkannya sepanjang hayat kita. Wallahu Ta’ala a’lam

***

Penulis: Fauzan Hidayat

© 2022 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/78651-amalan-tersembunyi-dalam-doa-bangun-tidur.html