Ringkasan Sejarah 800 Tahun Kekuasaan Islam di Andalusia (2/2)

Perjalanan umat Islam di Andalusia tak selalu indah. Ada masa kemajuan. Adapula kemunduran. Delapan ratus tahun itu dihiasi dengan masa perkembangan ilmu pengetahuan. Juga masa perpecahan. Bahkan di akhir cerita terjadi peristiwa yang sangat mengerikan. Mereka dibantai. Diusir dari Andalusia. Dan dipaksa murtad.

Pada tulisan yang kedua ini, kita akan membaca bagaimana perjalanan umat Islam di Andalusia pada periode keenam hingga kesepuluh.

Periode Keenam, Periode Kekacauan dan Runtuhnya Khilafah Umayyah (399-422 H).

Di periode ini, Andalusia silih berganti dipimpin oleh khalifah yang lemah. Wibawa Daulah Umayyah pun jatuh. Tak ayal peristiwa ini memunculkan rentetan masalah. Dimulai dengan adanya seruan dari sekelompok orang untuk membantu kaum Nasrani di utara dalam memerangi kerajaan. Kemudian tusukan duri dalam daging dari kalangan Berber menguat. Mereka menyiapkan strategi perlawanan terhadap kerajaan. Lebih parah dari itu, sejumlah wilayah di Andalusia, khususnya di bagian selatan, menyatakan merdeka. Kemudian muncul negara yang kuat. Mereka dikenal dengan Daulah Bani Hamud.

Peristiwa utama pada periode ini adalah kembalinya ‘ashobiyah(fanatik suku). Antara Arab dan Berber. Dan muncul pemain baru yaitu orang Saqaliba (budak-budak Eropa). Awalnya, al-Hajib al-Manshur mempekerjakan orang-orang ini dengan tujuan menyetarakan kelas antara Arab dan Berber. Ternyata di kemudian hari, kebijakan al-Hajib al-Manshur ini membidani masalah yang sama.

Periode Ketujuh, Masa Raja-Raja Kecil (422-483 H)

Periode ini adalah masa kemunduran dan perpecahan. Masa dimana Andalusia yang sebelumnya hanya dikuasai oleh satu kerajaan Islam. Kini terpecah menjadi kerajaan-kerajaan kecil yang umumnya lemah. Raja-raja mereka adalah orang-orang yang haus kekuasaan. Kepemimpinan dipegang oleh keluarga atau kabilah. Hhal ini semakin mempertajam isu ras di Andalusia.

Kerajaan kecil yang menguasai Andalusia kala itu terdiri dari 22 kerajaan. Orang-orang Berber menguasai wilayah selatan. Saqaliba di sebelah timur. Sisanya dipegang oleh klan-klan Bani Umayyah. peristiwa-peristiwa penting yang terjadi di masa ini adalah:

Pertama: Degradasi Akhlak Para Raja

Pemimpin akan menjadi teladan rakyat. Gerak-gerik mereka begitu terlihat. Karena mereka adalah tokoh utama dalam negara. Sehingga apa yang mereka lakukan akan cepat tersebar dan mempengaruhi rakyatnya. Di masa ini, para pemimpin menularkan sifat-sifat lemah, penakut, dan lalai. Akibatnya pergerakan Nasrani di utara tak terpantau oleh mereka.

Kedua: Terjadi Perang Saudara

Karena haus kekuasaan, para raja kecil ini saling memerangi raja muslim lainnya. Mereka ingin memperluas kekuasaan mereka. Peperangan sesama muslim pun tak terhindarkan. Masing-masing kerajaan muslim ini menggandeng kerajaan Nasrani tetangga mereka untuk memerangi kerajaan muslim yang menjadi musuhnya. Inilah puncak keterpurukan di periode ini. Menjalin kerja sama dengan Nasrani untuk memerangi muslim. Tidak ada lagi prinsip al-waladan al-bara. Loyal kepada muslim. Dan tidak loyal kepada non muslim.

Ketiga: Bersatunya Nasrani di Utara

Saat kondisi umat Islam begitu terpuruk, kaum Nasrani di utara justru memperkuat persatuan mereka. Mereka bersatu di bawah pimpinan Raja Alfonso VI. Di bawah kepemimpinannya, Nasrani memperoleh kemenangan besar atas kaum muslimin di Andalusia. Di antara kemenangan besar yang dicapainya adalah merebut Kota Toledo. Kota yang dulu sempat menjadi ibu kota Andalusia. Kemenangan ini menimbulkan pengaruh yang begitu besar. Kemenangan yang dampaknya terasa sampai runtuhnya Andalusia.

Keempat: Munculnya Fanatik Kesukuan. Di masa ini, fanatik kesukuan antara kaum muslimin di Andalusia begitu kental.

Periode Kedelapan, Masa Murabithun (484-539 H)

Di periode ini, umat Islam kembali merasakan sebagian masa kegemilangan sebelumnya. Murabithun berjasa menaklukkan kerajaan-kerajaan kecil di Andalusia kemudian meleburkannya ke dalam wilayah kekuasaan mereka. Kerajaan yang berpusat di Afrika Utara ini dipimpin oleh seorang raja yang kuat bernama Yusuf bin Tasyfin.

Yusuf bin Tasyfin berhasil mengembalikan wibawa umat Islam di Andalusia. Sehingga umat Islam lebih terhormat dan disegani salibis Spanyol. Ia berhasil menyeberangkan pasukannya dari Afrika Utara menuju Andalusia dan mengalahkan salibis Spanyol di Perang Zalaqah (BattleofSagrajas) tahun 479 H. Ia berhasil mendesak orang-orang Nasrani dan menghalangi kejahatan mereka atas kaum muslimin Andalusia. Setelah mendapatkan kemenangan, Yusuf bin Tasyfin kembali lagi ke pusat pemerintahannya di Maroko.

Beberapa tahun kemudian ia kembali lagi ke Andalusia untuk memerangi raja-raja kecil yang kembali bertikai dan membahayakan umat Islam Andalusia. Para ulama Andalus mendukung kebijakan Yusuf bin Tasyfin ini. Karena tidak ada jalan lain kecuali menaklukkan para raja agar terwujudnya persatuan dan kekuatan. Misi ini berhasil dituntaskan pada tahun 484 H.

Generasi awal Murabithun adalah orang-orang sederhana. Mereka awalnya sekelompok penjaga perbatasan yang taat beragama. Kemudian berhasil mendirikan negara. Merekalah yang membawa Madzhab Maliki ke tanah Maroko. Mereka cukup berhasil menegakkan pemerintahan yang berjalan di atas syariat. Namun kejayaan kerajaan ini tak berlangsung lama. Murabithun menghadapi pemberontakan Ibnu Tumart. Seorang yang mengaku Mahdi. Kelompoknya disebut dengan Muwahhidun. Kelompok ini juga berada di Maroko. Mereka mulai memberontak tahun 515 hingga berhasil menggulingkan Murabithun pada tahun 539 H.

Periode Kesembilan, Masa Muwahhidun (539-630 H)

Orang-orang Muwahhidun adalah para pengikut Mahdi palsu, Muhammad bin Tumart. Mereka memerangi Murabithun kurang lebih selama 25 tahun. Hingga akhirnya Murabithun runtuh pada tahun 539 H. Mereka pun mendapat warisan kerajaan yang besar. Kerajaan yang kekuasaannya meliputi Maroko dan Andalusia. Setelah berkuasa, mereka memaksakan akidah mereka pada rakyatnya. Akidah yang merupakan percampuran Mu’tazilah, Jahmiyah, ahlu ta’thil, dan Asy’ariyah.

Adapun dalam peperangan, mereka memiliki visi yang sama dengan Murabithun. Mereka juga memerangi raja-raja Kristen Spanyol. Mereka memenangkan banyak perang. Dan perang terbesar yang mereka menangkan adalah Perang al-Arak (Batle of Alarcos) tahun 591 H. Kemenangan ini setara dengan kemenangan kaum muslimin di Perang Zalaqah, Ucles, dan Fraga.

Pada tahun 609 H, orang-orang salibis berhasil memperoleh kemangan besar atas Muwahhidun di Perang al-‘Iqab (Battle of Las Navas de Tolosa). Mereka menekuk Muwahhidun dan menyegerakan keruntuhannya. Sebenarnya, kaum muslimin Andalusia juga berkali-kali melakukan pemberontakan terhadap Muwahhidun. Kemungkinan besar pemicunya adalah rusaknya akidah para penguasa kerajaan ini.

Periode Kesepuluh, Masa Pemerintahan Bani al-Ahmar di Granada (630-897 H)

Setelah runtuhnya Muwahhidun, Andalusia kembali terpecah menjadi wilayah-wilayah kecil yang lemah. Keadaan ini semakin mempermudah Nasrani Spanyol menguasai mereka. Berturut-turut kota-kota strategis jatuh ke tangan mereka. Dimulai dari Valecia, Cordoba, Murcia, dan Seville jatuh dalam waktu yang singkat. keadaan ini memaksa kaum muslimin untuk hijrah ke Kerajaan Granada di selatan Andalus. Sebuah kerajaan yang didirikan oleh Muhammad bin Yusuf an-Nashri. Yang laqobnya adalah Ibnu al-Ahmar. Kekuasaannya diteruskan oleh anak keturunannya hingga runtuh pada tahun 897 H.

Selama dua ratus tahun lebih, kerajaan kecil ini remuk redam menahan gempuran Nasrani Spanyol. Di tengah keterpojokan dan boikot, Granada berhasil bertahan secara mandiri. Mereka disokong oleh rakyat yang profesinya bervariasi. Mulai dari petani, pedagang, dan industry. Inilah yang menopang kekuatan ekonomi dan militer Granada.Selain itu, mereka juga mendapat bantuan dari Bani Marin di Maroko. Mereka sokong Granada dengan tantara dan persejataan untuk menghadapi orang-orang Spanyol.

Granada mencapai puncak kejayaannya di masa pemerintahan Muhammad V dari Bani Ahmar 763 H. Setelah itu terjadilah perpecahan dan perang saudara di tengah Bani Ahmar. Khususnya perselisihan antara Ali Abu Hasan dengan anaknya Abu Abdullah. Kerusakan di tubuh kerajaan pun tak terhindarkan. Di sisi lain, raja-raja Spanyol bersatu di bawah pimpinan Ferdiand dan Isabela. Mereka semua bersekutu menghadapi Granada.

Mulai tahun 895 H, orang-orang Spanyol tanpa ampun menggempur Granada. Akhirnya Granada menyerah. Tepatnya pada 21 Muharam 897 H. Runtuhlah benteng terakhir umat Islam di Andalusia itu. Dengan runtuhnya Granada, umat Islam menghadapi babak baru. Babak sejarah yang sangat memilukan untuk diceritakan. Jutaan umat Islam dibantai dan disiksa. Sebagian lainnya dipaksa murtad memeluk Kristen. Inilah halaman penutup dari 800-an tahun kekuasaan umat Islam di Andalusia.

Sumber:
– https://islamstory.com/ar/artical/20603/سقوط-غرناطة-الاندلس-المفقود

Oleh Nurfitri Hadi (IG: @nfhadi07)

Read more https://kisahmuslim.com/6362-ringkasan-sejarah-800-tahun-kekuasaan-islam-di-andalusia-2-2.html

Ringakasan Sejarah 800 Tahun Kekuasaan Islam di Andalusia (1/2)

Granada adalah benteng terakhir umat Islam di Andalusia. Dengan runtuhnya Granada berakhir pula masa kekuasaan Islam di daratan Siberia itu. Delapan abad bukanlah waktu yang singkat. Kekuasaan Islam di Andalusia adalah kekuasaan terlama dalam sejarah negara dan kerajaan Islam.

Islam masuk ke Andalusia tahun 92 H. Saat itu Andalusia dikuasai oleh orang-orang Goth (Gothic). Dipimpin oleh Musa bin Nushair dan Thariq bin Ziyad, kaum muslimin yang berada di Afrika Utara memasuki benua biru tersebut. Sejak awal masuk dan menguasai Andalusia, umat Islam langsung membangun pondasi-pondasi peradaban. Hingga Andalusia menjadi Menara ilmu dan agama di jantung Eropa.

Untuk memudahkan kita mengetahui sejarah panjang umat Islam di Andalusia, berikut ini kami sajikan periodesasi kekuasaan umat Islam di daratan Iberia itu.

Periode Pertama, Periode al-Wulat (Para Gubernur) 92-138 H.

Dalam kamus sejarah, periode pertama ini dikenal dengan istilah periode wulat. Wulat adalah jamak dari kata wali (pemimpin). Periode ini dimulai sejak penaklukkan Andalusia hingga berakhirnya Daulah Bani Umayyah. Pada awalnya, Andalusia adalah wilayah kekuasaan Daulah Umayyah yang ber-ibu kota di Damaskus. Di masa ini, Andalusia dipimpin sebanyak 23 gubernur Umayah. Kondisi awal ini adalah kondisi babat alas. Sampai-sampai sebagian gubernurnya gugur di medan jihad Eropa. Baik untuk mempertahankan wilayah maupun untuk perluasan. Periode ini ditandai dengan beberapa peristiwa penting. Di antaranya:

Pertama: Merebaknya Isu Rasisme

Periode pertama ini ditandai dengan merebaknya sensitivitas ras di tengah pasukan perang. Antara ras Arab yang terdiri dari kabilah Qays, Yaman, dan wilayah lainnya. Dengan orang-orang Berber penghuni asli Afrika Utara. Isu ini menimbulkan permasalahan serius. Sampai mengakibatnya perang saudara. Dan tidak sedikit nyawa yang melayang. Gara-gara pertikaian ini, wilayah-wilayah utara Andalusia pun terlepas dari kekuasaan kaum muslimin. Pertikaian seperti ini menjadi sebab terbesar yang membuat runtuhnya Islam di Andalusia.

Kedua: Tersebarnya pemikiran Khawarij.

Masuknya pemikiran Khawarij dari Timur Tengah menuju Maroko dan Andalusia. Bani Umayyah terus menekan kelompok Khawarij dari Timur Tengah. Mereka pun melarikan diri menuju Afrika Utara. Kemudian mereka rangkul orang-orang Berber yang merasa tersubordinasi (direndahkan). Dengan tersebarnya paham Khawarij, muncullah pemberontakan. Pembangunan menjadi lambat. Karena ketidak-stabilan negara.

Ketiga: Habis Energi Untuk Perancis

Pada periode ini, umat Islam berulang kali umat Islam berusaha menaklukkan Perancis. Namun gagal. Puncaknya pada tahun 114 H, saat terjadi Perang Balath Syuhada. Sejumlah besar kaum muslimin gugur dalam perang ini. Hingga dinamakan Balath Syuhada (rumah para syahid). Di antara mereka yang gugur adalah seorang tabi’in Abdurrahman al-Ghafiqi.

Periode Kedua, Periode Daulah Umayyah II (138 – 238 H)

Periode ini adalah respon terhadap runtuhnya Daulah Umayyah di Damaskus. Kerajaan besar itu runtuh dikalahkan orang-orang Abbasiyah. Setelah runtuh di Damaskus, klan Bani Umayyah mengalami pembantaian besar-besaran. Tapi ada tokoh muda mereka yang selamat. Namanya Abdurrahman. Kelak ia dikenal sebagai Abdurrahman ad-Dakhil. Ia melarikan diri ke Andalusia. Kemudian berhasil mengkonsolidasi sisa-sisa kekuatan Umayyah di sana. Akhirnya, di usia yang sangat muda, 25 tahun, ia berhasil mendirikan Daulah Umayyah II di Andalusia.

Berdiri pada tahun 138, selama 100 tahun kedepan kerajaan ini dibangun oleh empat orang raja. Mereka adalah Abdurrahman yang mendapat laqob ad-Dakhil. Kemudian anaknya yang bernama Hisyam. Setelah itu, cucunya yang bernama al-Hakam. Beriktunya, cicitnya yang juga bernama Abdurrahman. Masa ini adalah masa keemasan Daulah Bani Umayyah II di Andalusia. Di masa ini terdapat beberapa peristiwa penting. Di antaranya:

Pertama: Pemberontakan yang terjadi berulang kali.

Pemberontakan di masa ini dipimpin oleh kabilah-kabilah Arab yang menolak tunduk pada Daulah Umayyah II yang berpusa di Cordoba. Pemberontakan-pemberontakan ini berhasil ditumpas oleh Abdurrahman ad-Dakhil.

Kedua: Serangan Dari Abbasiyah.

Setelah berhasil meruntuhkan Daulah Umayyah di Damaskus, Daulah Abbasiyah yang berpusat di Baghdad ingin menuntaskan misi mereka. Mereka juga hendak menaklukkan Daulah Umayyah yang baru berdiri di Andalus. Namun semua usaha yang mereka lakukan berakhir gagal.

Ketiga: Serangan Kerajaan Eropa

Melihat kuatnya negara Islam di Andalusia, kerajaan-kerajaan Eropa tak tinggal diam. Mereka mengadakan perlawanan. Di antaranya kerajaan Aragon dan Lyon. Mereka berupaya mengembalikan kekuasaan leluhur mereka, namun mereka bukanlah tandingan Daulah Umayyah kala itu.

Keempat: Masa Kejayaan

Abdurrahman ad-Dakhil berhasil membangun kerajaan yang kuat. Pemerintahan yang stabil dan kokoh. Militer yang disegani. Dan markas-markas angkatan bersenjata yang strategis. Kemudian kekuatan itu ia wariskan kepada anak-anaknya

Kelima: Pembangunan Yang Pesat

Di masa ini, khususnya di masa Abdurrahman II, terjadi pembangunan yang pesat. Kemakmuran tersebar. Bahkan sebagian hidup dengan mewah. Masa kejayaan ini lama-kelamaan membuat lalai. Muncullah tempat-tempat musik dan aktivitas yang sia-sia.

Keenam: Muncul seruan pemberontakan terhadap Daulah Umayyah II.

Periode Ketiga, Kemunduran Tahap Pertama (238-300 H)

Setelah muncul pemimpin-pemimpin kuat dan negara yang maju, sunnatullah berjalan. Tidak selamanya kejayaan itu hadir. Demikian juga dengan Daulah Umayyah II di Andalusia. Pada tahun 238 H, periode kemunduran dimulai. Inilah tahap pertama dari kemunduran umat Islam di Andalusia.

Di masa ini Daulah Umayyah II dipimpin oleh tiga orang raja. Tiga orang raja ini menghadapi pembeontakan di wilayah perbatasan. Mulailah muncul bayangan gelap di kerajaan Islam itu. Di antara peristiwa penting di masa ini adalah:

Pertama: Terjadi Disintegrasi

Banyak wilayah menyatakan merdeka dari kekuasaan Daulah Umayyah di Cordoba. Terutama wilayah utara dan selatan.

Kedua: Muncul Kembali Isu Ras.

Konflik antara ras Arab dan Berber kembali muncul. Khususnya di wilayah bagian selatan kerajaan.

Ketiga: Muncul Pemberontakan dari Keturunan Arab

Muncul pemberontakan dari orang-orang keturunan Arab. Mereka adalah orang-orang Spanyol yang merupakan keturunan dari pernikahan orang Arab dan Berber. Keturunan Arab dan Berber yang memeluk Islam disebut al-Maulud. Sedangkan keturunan mereka yang tetap memegang agama Nasrani dikenal dengan al-Musta’rob. Kelompok terakhir inilah yang kemudian menjadi duri dalam daging dalam sejarah umat Islam di Andalusia.

Periode Keempat, Kembali Masa Kejayaan (300-368 H)

Periode keempat ini Daulah Umayyah II memperpanjang nafas kejayaan mereka. Namun tak berjalan lama, hanya enam puluh delapan tahun saja. Hanya dua raja yang berkuasa di masa ini, Abdurrahaman an-Nashir dan putranya, al-Hakam al-Mustanshir. Abdurrahman an-Nashir berhasil mengembalikan kejayaan Islam di Andalusia setelah kelesuan yang terjadi sebelumnya. Ia juga menjalin kembali persatuan yang sebelum terkoyak.

Karena kekuatan yang besar dan legalitas yang kuat, Abdurrahman an-Nashir sampai disebut sebagai seorang khalifah. Ia berhasil memperluas wilayah, memajukan kerajaan, dan menyebarkan ilmu.

Periode Kelima, Masa al-Hajib al-Manshur (368-399 H)

Masa ini adalah periode terbaik yang belum pernah dicapai di masa-masa sebelumnya. Pada masa ini, orang yang menjalankan pemerintahan adalah al-Hajib al-Manshur bin Abi Amir. Sementara Khalifah Hisyam hanya sebagai simbol semata. Hal ini disebabkan usianya yang masih begitu muda. Ia masih anak-anak yang berusia 10 tahun saat sang ayah, al-Hakam al-Mustanshir, wafat.

Al-Manshur adalah pemimpin terbesar dan terkuat yang pernah memimpin Andalusia. Kehebatannya melebihi Abdurrahman ad-Dakhil sekalipun. Jihad fi sabilillah begitu kuat di zaman ini. Al-Manshur memimpin hingga 50 pertempuran melawan Nasrani Spanyol. Tak sekalipun ia mengalami kekalahan. Untuk pertama kalinya seluruh wilayah Spanyol dikuasai oleh kaum muslimin. Dengan pencapaian yang demikian hebat, masih saja ada orang yang tak mendukungnya. Bahkan memeranginya.

Pada tahun 392 H, al-Hajib al-Manshur wafat. Kedudukannya digantikan oleh anaknya, Abdul Malik. Sang anak pun sukse meneruskan pemerintahan ayahnya hingga tahun 399 H. Setelah itu Andalus dirasuki oleh kemunafikan dan kegelapan dalam masa yang panjang.

Sumber:
– https://islamstory.com/ar/artical/20603/سقوط-غرناطة-الاندلس-المفقود

Oleh Nurfitri Hadi (IG: @nfhadi07)

Read more https://kisahmuslim.com/6357-ringakasan-sejarah-800-tahun-kekuasaan-islam-di-andalusia-1-2.html#more-6357