(Khutbah Jumat) Bisnis yang Tak Akan Pernah Merugi, Berbisnis dengan Allah

Hasil auditing terhadap terhadap neraca keuangannya menunjukkan hasil bahwa bisnis mereka membukukan kerugian, tapi ada bisnis yang tak pernah rugi, yakni berbisnis dengan Allah, inilah materi khutbah kali ini

Hidayatullah.com | BERAPA banyak manusia yang berhasil membukukan laba? Lebih dari 1400 tahun yang lalu, Sang Pemilik Modal Yang Maha Kaya—sekaligus Sang Hakim Maha Adil—itu telah menyebarkan bocoran informasi bahwa hampir semua “mitra bisnisnya” gagal membukukan laba.

Di bawah ini naskah lengkap khutbah Jumat kali ini:

Khutbah Jumat pertama

إِنّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُه

اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى سيّدنا مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.

يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا

Yaa Ma’asyiral Muslimin Rakhimakumullah…

Sebagai orang beriman tentu kita tahu dan sadar bahwa diri kita dan apapun yang ada di dunia ini milik Allah. Apalagi Allah telah menegaskan hal ini dalam kitab sucinya:

Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Al-Baqarah [2]: 284)

Karena itu, sesungguhnya Allah memiliki kuasa penuh atas semua yang dimilikinya, termasuk terhadap diri kita. Apakah Allah mau menghidupkan, mematikan, melapangkan rizki atau menyempitkannya, memberi nikmat atau mengazab; semuanya terserah Dia.

Dengan demikian sesungguhnya manusia sangat tergantung kepada kehendak Allah. Seandainya ada banyak orang hendak membunuh si fulan, tapi kalau Allah berkehendak menghidupkan dia, maka dia akan tetap hidup, sebagaimana Allah telah menyelamatkan dan membiarkan Nabi Ibrahim tetap hidup meskipun dia dihukum bakar oleh rezim Raja Namruz.

Begitu pula sebaliknya, meskipun si fulan dijaga kesehatannya oleh sebuah tim yang terdiri dari puluhan dokter yang sangat ahli, namun kalau Allah berkehendak mematikannya, maka tak ada seorang pun yang dapat menyelamatkan nyawanya.

Jamaah shalat Jumat Rakhimakumullah

Rasulullah ﷺ adalah manusia percontohan terbaik di muka bumi ini, menjadi rujukan utama untuk menjadi seorang muslim sejati serta manusia seutuhnya sesuai fitrah. Dialah mengubah cara pandang manusia dari budaya tribal ke budaya lebih beradab.

Merefleksikan terhadap sirah perjalanan Nabi dalam berdakwah, terdapat beberapa landasan untuk bergerak dan berdakwah dalam era ini, lebih khusus sebagai panduan pergerakan di dalam organisasi dakwah masyarakat. Apa sajakah itu?

Jamaah shalat Jumat Rakhimakumullah

Karena begitu mutlaknya kekuasaan Allah terhadap manusia, maka sepatutnya manusia takluk dan menyerah kepada Allah. Seharusnya dia tunduk dan patuh atas apa saja yang Allah perintahkan kepada-Nya. Kalau ada sepasukan tentara yang menyerah kalah kepada lawannya lalu menjadi tawanannya, maka di bawah todongan senjata, tentara itu akan mengikuti apa saja yang diperintahkan oleh musuhnya.

Begitu pula para budak kerajaan, akan selalu mematuhi apa saja perintah raja, meskipun raja tidak memberikan upah sepeser pun kepada mereka.

Kita sadari, Allah jauh lebih berkuasa daripada raja ataupun musuh tentara itu. Allah tidak hanya dapat mematikan sepasukan tentara manusia, tetapi Dia dapat mematikan semua tentara yang ada di muka bumi secara serentak. Semua itu mudah bagi Allah. Karena itu seharusnya perintah Allah lebih dipatuhi daripada perintah siapapun yang ada di bumi ini.

Menariknya, meskipun kekuasaannya begitu mutlak, meski kita semua adalah ciptaan-Nya dan budak-Nya, namun karena Allah memiliki sifat asy-Syakur (Maha Balas Jasa) dan al-Haliim (Maha Penyantun), Dia tidak memerintahkan sesuatu kecuali Dia akan memberikan balas jasa kepada hamba yang Dia perintahkan. Perintah-Nya tidak gratis, tapi ada bayaran-Nya.

وَاتَّقُوا يَوْمًا تُرْجَعُونَ فِيهِ إِلَى اللَّهِ ۖ ثُمَّ تُوَفَّىٰ كُلُّ نَفْسٍ مَّا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ

“Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah, kemudian masing-masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikit pun tidak dianiaya (dirugikan).” (QS Al-Baqarah [2]: 281)

Yaa Ma’asyiral Muslimin jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah

Yang lebih menarik lagi, bayaran yang Allah tawarkan bukan dalam kerangka kesepakatan kerja majikan-buruh, karena biasanya buruh digaji lebih kecil daripada jerih payahnya.

Yang Allah tawarkan dalam al-Qur`an adalah kerangka kesepakatan bisnis, berupa pinjam-meminjam dengan bunga pinjaman yang berlipat ganda serta jual-beli dengan nilai tukar yang sangat tidak sebanding.

Ibarat meminjam seekor nyamuk lalu mengembalikan dalam bentuk seekor kuda atau membeli seekor lalat dengan bayaran seekor unta.  

Jamaah shalat Jumat Rakhimakumullah

Berikut ini transaksi pinjam meminjam yang Allah tawarkan:

إِن تُقْرِضُوا اللَّهَ قَرْضاً حَسَناً يُضَاعِفْهُ لَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ وَاللَّهُ شَكُورٌ حَلِيمٌ

“Jika kamu meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya Allah melipatgandakan (pembalasannya) kepadamu dan mengampuni kamu. Dan Allah Maha Pembalas Jasa lagi Maha Penyantun.“ (QS: At-Taghabun [64]:17).

Adapun transaksi kedua yang Allah tawarkan adalah transaksi jual-beli atau perdagangan:

إِنَّ اللّهَ اشْتَرَى مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُم بِأَنَّ لَهُمُ الجَنَّةَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللّهِ فَيَقْتُلُونَ وَيُقْتَلُونَ وَعْداً عَلَيْهِ حَقّاً فِي التَّوْرَاةِ وَالإِنجِيلِ وَالْقُرْآنِ وَمَنْ أَوْفَى بِعَهْدِهِ مِنَ اللّهِ فَاسْتَبْشِرُواْ بِبَيْعِكُمُ الَّذِي بَايَعْتُم بِهِ وَذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan Itulah kemenangan yang besar.” (QS At-Taubah [9]: 111)

إِنَّ الَّذِينَ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَنفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرّاً وَعَلَانِيَةً يَرْجُونَ تِجَارَةً لَّن تَبُورَ

“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi.” (QS: Faathir [35]: 29)

Jadi setiap orang yang sudah baligh (mencapai usia kesempurnaan akal) adalah pebisnis yang bertransaksi dengan Allah.

Semua modal bisnisnya (kehidupannya, kesempurnaan tubuhnya, kesempurnaan akalnya, kesehatannya, kepandaiannya, perasaannya, intuisinya, dan lain-lain) berasal dari Allah. Dia tinggal memutar roda usahanya dengan modal tersebut.

Transaksi bisnisnya adalah semua perbuatan dirinya sejak dia baligh sampai malaikat maut datang menjemputnya. Dan semua transaksi itu tercatat rapi serta detil. Tak ada secuil pun, bahkan tak ada sebesar dzarrah (atom) pun yang terluput oleh malaikat sang juru catat.

وَكُلُّ شَيْءٍ فَعَلُوهُ فِي الزُّبُرِ

وَكُلُّ صَغِيرٍ وَكَبِيرٍ مُسْتَطَرٌ

إِنَّ الْمُتَّقِينَ فِي جَنَّاتٍ وَنَهَرٍ

“Dan segala sesuatu yang telah mereka perbuat tercatat dalam buku-buku catatan. Dan segala (urusan) yang kecil maupun yang besar adalah tertulis.” (QS Al-Qamar [54]: 52-53)

Begitu detilnya buku catatan itu, sehingga kelak para pendosa terperanjat kaget ketika menerima rapor mereka yang kebakaran itu. Dan diletakkanlah kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang yang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata:

“Aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). Dan Tuhanmu tidak menganiaya seorang jua pun.” (Al-Kahfi [18]:49)

Setelah itu seluruh manusia dikumpulkan pada sebuah forum pengadilan yang dipimpin oleh Sang Pemilik Modal sendiri selaku Ahkamil Hakimin (Sang Hakim Yang Maha Adil) di suatu hari yang dinamakan Yaumul Hisab (Hari Penghitungan rugi/laba).

وَنَضَعُ الْمَوَازِينَ الْقِسْطَ لِيَوْمِ الْقِيَامَةِ فَلَا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْئاً وَإِن كَانَ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِّنْ خَرْدَلٍ أَتَيْنَا بِهَا وَكَفَى بِنَا حَاسِبِينَ

 “Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikitpun. dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawipun pasti Kami mendatangkan (pahala)-nya. dan cukuplah Kami sebagai Pembuat perhitungan.” (QS Al-Anbiya [21]: 47)

Berapa banyak manusia yang berhasil membukukan laba? Lebih dari 1400 tahun yang lalu, Sang Pemilik Modal Yang Maha Kaya—sekaligus Sang Hakim Maha Adil—itu telah menyebarkan bocoran informasi bahwa hampir semua “mitra bisnisnya” gagal membukukan laba. Hasil auditing terhadap terhadap neraca keuangannya menunjukkan hasil bahwa bisnis mereka membukukan kerugian.

Tapi ada juga yang membukukan keuntungan dalam berbisnis dengan Allah. Siapa mereka? Simak saja bocoran di bawah ini:

وَالْعَصْرِ

إِنَّ الْإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ

إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ

“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian (gagal membukukan laba dalam bertransaksi dengan Allah), kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran.” (QS Al-‘Ashr [103]: 1-3).

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ
وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ,
وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Khutbah Jumat Kedua

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله، نبينا محمد و آله وصحبه ومن والاه، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أنَّ محمّداً عبده ورسولهُ

اَمَّا بَعْدُ

أَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِـيْمِ الَّذِيْ لَااِلَهَ اِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّوْمُ وَأَتُوْبُ إِلَيْهِ

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، وبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ

اللَّهُمَّ إِنَّانَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ، اللَّهُمَّ إِنَّانَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِي دِيْنِنَا وَدُنْيَانَا وَأَهْلِنَا وَمَالِنَا، اللَّهُمَّ اسْتُرْ عَوْرَاتِنَا، وآمِنْ رَوْعَاتِنَا، اللَّهُمَّ احْفَظْنَا مِنْ بَيْنِ أَيْدِيْنَا، ومِنْ خَلْفِنَا، وَعَنْ يَمِيْنِنَا، وَعَنْ شِمَالِنَا، وَمِنْ تَحْتِنَا، وَمِنْ فَوْقِنَا، وَ نَعُوذُ بِعَظَمَتِكَ أنْ نُغْتَالَ مِنْ تَحْتِنَا.

اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوذُ بِكَ مِنَ البَرَصِ، وَالجُنُوْنِ، وَالْجُذَامِ، وَسَيِّئِ الأَسْقَامِ

اللَّهُمَّ أَعِزَّاْلإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَأَصْلِحْ وُلاَةَالْمُسْلِمِيْنَ وَأَلِّفْ بَيْنَ قُلُوْبِهِمْ وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِهِمْ وَانْصُرْهُمْ عَلَى عَدُوِّكَ وَعَدُوِّهِمْ وَوَفِّقْهُمْ لِلْعَمَلِ بِمَا فِيْهِ صَلَاحُ اْلإِسْلَامِ وَالْمُسْلِمِيْنَ

رَبَنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

سُبْحَانَ رَبِّكِ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ، وَالْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ بَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِن لَّدُنكَ رَحْمَةً ۚ إِنَّكَ أَنتَ ٱلْوَهَّابُ..

Khutbah Jumat ini ditulis Saiful Hamiwanto. Arsip lain terkait Khutbah Jumat bisa diklik di SINI. Artikel lain tentang keislaman bisa dibuka www.hidayatullah.com

HIDAYATULLAH

Berdagang dengan Allah

Rasulullah SAW terbiasa mengajarkan kepada sahabat-sahabatnya untuk senantiasa bersabar atas segala sesuatu yang menimpa mereka. Termasuk dalam masalah lapar sekalipun. Mereka senantiasa mengencangkan ikat pinggang. Bila tidak ada sama sekali yang dimakan, maka mereka pun akan berpuasa. Itulah yang dicontohkan Rasul SAW kepada sahabat-sahabatnya.

Suatu hari, seusai mendengarkan nasihat-nasihat yang disampaikan oleh Rasulullah SAW kepada para sahabatnya di Masjid Nabawi Madinah, maka pulanglah Ali bin Abi Thalib ke rumahnya. Sesampai di rumahnya, ia menemui istrinya, Fatimah, putri Rasulullah SAW, yang sedang duduk memintal benang.

“Wahai perempuan yang mulia, adakah suatu makanan yang dapat dimakan oleh suamimu ini? tanya Ali.

Fatimah pun menjawab, “Demi Allah, aku tidak mempunyai sesuatu pun. Tetapi, aku punya uang enam dirham yang akan kugunakan untuk membeli makanan buat Hasan dan Husein.”

“Tolong, berikanlah uang tersebut kepadaku,” ujar Ali. Kemudian Fatimah memberikan uang itu kepada Ali bin Abi Thalib.

Setelah itu, Ali pun segera keluar membawa uang enam dirham itu untuk membeli makanan buat Hasan dan Husein. Dalam perjalanan, Ali melihat seorang laki-laki yang sedang berdiri di dekat pohon kurma, dengan pakaian yang sangat kumal. Rupanya ia seorang pengemis. Melihat ada yang mendekat, pengemis itu pun meminta kepada Ali.

“Wahai tuan, siapakah yang hendak mengutangi Allah dengan piutang yang baik? ujar laki-laki tersebut seraya mengutip ayat Alquran surah Al-Baqarah [2] ayat 245.

“Siapakah yang mau memberikan pinjaman kepada Allah dengan pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan kelipatan yang lebih banyak. Dan Allah akan menyempitkan dan melapangkan (rezeki), dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan.”

Maka secara spontan Ali pun memberikan semua yang dimilikinya itu tanpa sisa. Setelah itu, ia pun segera kembali ke rumahnya dengan hati yang sangat lapang dan penuh kepuasan.

Namun, ketika Fatimah menyaksikan suaminya yang pulang tanpa membawa apa pun, maka menangislah putri Rasulullah SAW ini. Menyaksikan hal itu, Ali pun bertanya, “Wahai perempuan yang mulia, mengapa engkau menangis?

Fatimah menjawab, “Wahai putra paman Rasulullah SAW, kulihat engkau tidak membawa apa-apa dari uang yang aku berikan tadi. Mengapa bisa demikian? Bagaimana makanan Hasan dan Husein?

Ali pun kemudian menyampaikan kejadian yang sesungguhnya. “Wahai perempuan yang mulia, sesungguhnya uang itu telah aku pinjamkan kepada Allah,” jelas Ali.

Mendengar hal itu, maka Fatimah pun tersenyum seraya berkata, Engkau benar wahai suamiku. Maka selesailah untuk sementara persoalan yang mereka hadapi. Namun, bagaimana dengan hari esok?

Ali pun kemudian berpamitan pada Fatimah. Ia bermaksud menemui Rasulullah SAW. Di tengah perjalanan, ia berjumpa dengan seorang Arab dusun yang sedang menuntun seekor unta betina.

Orang Arab dusun tersebut berkata kepada Ali. “Hai Bapak Hasan, belilah unta ini dariku.” Ali menjawab,”Aku tidak memiliki uang.”

Gampang saja. Beli saja unta ini, dan nanti engkau bisa membayarnya setelah laku, kata Arab dusun itu. “Berapa engkau akan menjual unta ini? tanya Ali.

“Seratus dirham,” jawabnya.

“Baiklah. Kalau begitu aku membelinya,”kata Ali.

 

Setelah semuanya disepakati, berpisahlah Ali dengan orang Arab dusun tersebut. Ali lalu membawa unta betina itu untuk dijual. Saat menuntun unta tersebut, tiba-tiba datanglah orang Arab dusun lainnya. Ia bertanya kepada Ali. “Wahai bapak Hasan, apakah engkau akan menjual unta ini.” Ali pun mengiyakannya.

Berapa engkau akan menjualnya? tanya Arab dusun itu.

Seratus enam puluh dirham, kata Ali. (Dalam riwayat lain disebutkan, jumlahnya hingga tiga ratus dirham).

Baiklah, aku beli unta itu, jawab Arab dusun tersebut. Maka ia pun membayar harga unta itu kepada Ali bin Abi Thalib.

Setelah itu, Ali kemudian mencari Arab dusun yang pertama. Dan saat bertemu, ia serahkan harga unta yang dibelinya itu dengan harga seratus dirham.

Selanjutnya, Ali pun pulang dan bertemu dengan istri tercinta, Sayyidah Fatimah az-Zahra. Ali kemudian memberikan semua uang yang didapatkannya hari itu kepada Fatimah. Istrinya heran melihat dirham yang demikian banyak itu. Ia pun bertanya kepada Ali dari mana sumber dana yang didapatkan itu.

Inilah hasil kita berdagang dengan Allah, kata Ali. Maka tersenyumlah Fatimah. Ali kemudian menceritakan peristiwa yang dialaminya hari itu kepada Fatimah. Mereka bertanya-tanya, siapakah gerangan kedua orang Arab dusun itu? Ali kemudian mendatangi Rasulullah SAW dan menceritakan hal itu.

Rasul menjelaskan bahwa orang yang menjual unta itu adalah malaikat Jibril, dan yang membelinya adalah malaikat Mikail. Sedangkan unta itu adalah tunggangan Fatimah di hari kiamat.

 

Disarikan dari buku Permata Kisah Teladan Umat,

REPUBLIKA