Keaslian Quran Teruji Secara Logika, Kalau Bibel?

KEASLIAN Alquran justru lebih mudah dipastikan secara logika ketimbang secara pemahanan alam gaib. Dan logikanya sangat sederhana, karena cukup menerima fakta nyata.

Untuk memastikan keaslian Alquran yang ada di tangan kita, bahwa dia benar-benar Alquran yang turun kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam 14 abad yang lampau, kita bisa melakukan serangkaian tes dan pengujian.

Mari kita ambil 5 orang anak usia 10-an tahun dari 5 benua yang berbeda. Dengan syarat, anak-anak itu sudah pernah belajar membaca Alquran . Syarat kedua, anak-anak itu tidak saling kenal. Lalu kepada mereka kita minta untuk membaca surat Al-Fatihah bersama-sama. Maka kita akan mendengarkan bacaan yang sama dari mereka. Panjang pendeknya huruf, idgham dan ikhfa’nya, serta makhrajnya, semua akan sama dan berpadu indah.

Sekarang mari lakukan pada 5 anak lain yang beragama kristen. Dari 5 benua yang berbeda, lalu kita minta mereka membaca satu ayat saja dari Bible yang mereka punya. Maka kita akan mendengar kebisingan, karena masing-masing akan membaca ayat itu dengan cara berbeda-beda.

Dan lakukan terus dengan 5 anak lagi, kali ini dengan agama lain, misalnya Hindu, Budha, Shinto. Konghucu dan seterusnya. Maka yang kita dengar hanya kebisingan saja. Sebab ternyata masing-masing anak itu membaca bacaan yang sama sekali berbeda.

Percobaan sederhana ini sudah dengan mudah membuktikan bahwa Alquran sampai hari ini tidak pernah mengalami pemalsuan. Bahkan panjang pendeknya tiap-tiap huruf tetap sama, meski yang membacanya anak dari benua Afrika, Eropa, Australia, Asia atau Amerika.

Sebab penyebaran Alquran bukan hanya lewat cetakan mushaf, melainkan lewat oral system. Atau talaqqi dari Nabi Muhammad kepada para sahabat, lalu dari para sahabat kepada para tabi’in, terus ke para tabi’it tabi’in. Dan terus menerus bersambung sampai kepada kita hari ini.

Ternyata selama ini banyak umat Islam yang belum tahu, bahwa setiap qari’ (ahli baca quran) punya ijazah dari gurunya. Dan kalau diurutkan, akan terbentuk sebuah silsilah panjang yang akan berujung kepada Rasulullah. Dan pola ini hanya ada di dalam dunia Islam, tidak akan kita temukan di agama lain.

[baca lanjutan: Alquran Satu-satunya Buku yang Dihafal Jutaan Manusia]

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2321094/keaslian-quran-teruji-secara-logika-kalau-bibel#sthash.EqRbV4B8.dpuf

Bukti-Bukti Bahwa Bibel Telah Rusak dan Dimodifikasi

Diterjemahkan dari artikel yang ditulis Dr. Laurence Brown dari leveltruth.com

Kita berdua membaca Bibel siang dan malam, tetapi engkau membacanya sebagai hitam sementara aku membacanya sebagai putih.” (William Blake, The Everlasting Gospel)

Tentu saja, rasa sentimen Blake dalam kutipan di atas bukanlah hal yang baru. Perjanjian Baru mengandung banyak kontradiksi sehingga melahirkan berbagai interpretasi, keyakinan, dan penjelasan yang memusingkan, semuanya diduga berasal dari Bibel. Jadi, mari kita baca salah satu tulisan lucu dari seorang penulis yang mengamati Bibel:

Anda bisa dan Anda tidak bisa,

Anda akan dan Anda tidak akan,

Anda akan dan Anda tidak akan,

Dan Anda akan terkutuk jika Anda melakukannya,

Dan Anda akan terkutuk jika Anda tidak melakukannya. [1]

Mengapa banyak sudut pandang yang berbeda dalam memahami Bibel? Pertama-tama, berbagai ahli teologi saling berbeda pendapat tentang kitab manakah yang harus dimasukkan dalam Bibel. Kedua, bahkan di antara kitab-kitab yang telah dikanonisasi, terdapat banyak variasi dalam manuskrip-manuskrip yang menjadi sumbernya yang membuatnya tidak seragam. Tidak adanya keseragaman ini begitu parah sampai-sampai The Interpreter’s Dictionary of the Bible mengatakan, “Kita bisa berasumsi bahwa tidak ada satu kalimat pun dalam manuskrip-manuskrip Perjanjian Baru asalnya yang benar-benar seragam.” [2]

Tidak satu kalimat pun dalam Perjanjian Baru? Kita tidak bisa mempercayai satu kalimat pun dari Bibel? Sulit untuk dipercaya.

 

Banyak manuskrip

Faktanya adalah ada lebih dari 5.700 manuskrip Yunani yang menjadi bagian dari Perjanjian Baru.

[3] Lebih jauh, “Tidak ada satu pun dari manuskrip ini yang persis sama jika dibandingkan satu sama lain…. Dan beberapa dari manuskrip ini memiliki perbedaan yang signifikan.”

[4] Ditambah lagi ada sekitar sepuluh ribu manuskrip Vulgata Latin, diperparah lagi banyaknya manuskrip kuno lainnya (misalnya manuskrip Suriah, Koptik, Armenia, Georgia, Ethiopia, Nubia, Gothic, Slavia). Jadi ada berapa manuksrip Perjanjian Baru totalnya? Dan mana yang harus kita pilih sebagai yang benar dari puluhan ribu manuskrip ini?

 

Kesimpulannya, begitu banyak manuskrip yang tidak sesuai (bervariasi) dan tidak jarang saling bertentangan. Para sarjana memperkirakan jumlah variasi dalam manuskrip-manuskrip itu mencapai ratusan ribu, beberapa sarjana memperkirakan variasinya adalah sekitar 400.000 variasi.

[5] Sebagaimana menurut kata-kata Bart D. Ehrman yang sekarang dikenal luas, “Ada lebih banyak perbedaan dalam manuskrip-manuskrip Bibel daripada banyaknya kata-kata dalam Perjanjian Baru.” [6]

Bagaimana hal ini bisa terjadi?

Metode penulisan yang buruk. Ketidakjujuran. Para penulisnya tidak kompeten. Doktrin-doktrin yang ditambahkan. Semuanya memperparah keadaan.

Tak ditemukan satu manuskrip asli pun yang berasal dari Kristen masa awal (dekat-dekat masa Yesus). [7]

Manuskrip lengkap paling kuno (Vatikan MS. No. 1209 dan Sinaitic Syriac Codex) berasal dari abad keempat, tiga ratus tahun setelah misi Yesus berakhir. Tapi dimanakah manuskrip aslinya? Hilang. Dan salinan dari manuskrip aslinya? Juga hilang. Naskah paling kuno yang kita miliki, dengan kata lain, adalah salinan dari salinan dari salinan dari salinan dari entah berapa banyak salinan dari aslinya. [8]

Tidak heran manuskrip-manuskrip itu saling berbeda

Bahkan jika dilakukan oleh penulis-penulis terbaik, adanya kesalahan ketika menyalin adalah sesuatu yang sering terjadi. Namun, manuskrip Perjanjian Baru tidak disalin oleh penulis-penulis terbaik. Selama periode awal Kekristenan, para penulisnya tidak terlatih, tidak dapat diandalkan, tidak kompeten, dan dalam beberapa kasus sebagian dari mereka buta huruf.

[9] Mereka yang matanya rabun bisa membuat kesalahan ketika melihat huruf-huruf dan kata-kata yang mirip, sementara mereka yang pendengarannya kurang baik bisa membuat kesalahan ketika menyalin manuskripnya seiring manuskrip itu dibacakan pada mereka. Seringkali para penulis juga terlalu banyak bekerja, dan karenanya cenderung membuat kesalahan karena rasa lelah menyerang mereka.

Seperti dikatakan Metzger dan Ehrman, “Karena kebanyakan, jika tidak semua, dari mereka [para penulis Bibel] masih amatir dalam seni menyalin, sejumlah besar kesalahan dipastikan ada dalam teks-teks mereka ketika mereka menyalin.”

[10] Lebih parah lagi, beberapa penulis Bibel memasukkan doktrin-doktrin yang mereka percayai yang menyebabkan manuskripnya semakin berubah.

[11] Sebagaimana Ehrman menyatakan, “Para penulis yang menyalin teks mengubah teks tersebut.”

[12] Lebih lanjut, “Jumlah perubahan yang sengaja dibuat untuk kepentingan doktrin sulit untuk diukur banyaknya.”

[13] Dan bahkan lebih khusus, “Dalam bahasa teknis kritik tekstual, para penulis Bibel ini telah ‘merusak’ teks-teksnya untuk kepentingan teologis.”

[14]

Kesalahan terjadi dalam bentuk penambahan, penghapusan, pertukaran, dan modifikasi, paling sering yang diubah adalah kata-kata atau kalimat, tapi kadang-kadang seluruh ayatnya diubah.

[15]

[16] Faktanya, “banyak perubahan dan penambahan-penambahan yang dimasukkan ke dalam teks.”

[17] Sehingga hasilnya adalah “semua saksi yang dikenal dari Perjanjian Baru untuk sebagian besar atau kecil telah mencampur teksnya, dan bahkan beberapa manuskrip paling awal tidak bebas dari kesalahan yang mengerikan.”

[18]

Dalam bukunya Misquoting Jesus, Ehrman menyajikan bukti persuasif bahwa kisah perempuan yang berzina (Yohanes 7: 53-8: 12) dan dua belas ayat terakhir dari Markus tidak ada dalam manuskrip Bibel yang asli, tapi ditambahkah oleh para penulis Bibel pada periode kemudian.

[19] Lebih jauh, contoh di atas “hanyalah dua dari ribuan contoh dimana manuskrip Perjanjian Baru telah diubah-ubah oleh para penulis Bibel.”

[20]

Bahkan, seluruh kitab dalam Bibel telah dimodifikasi.

[21] Ini bukan berarti isi yang ada di dalamnya pasti salah, tapi jelas tidak juga berarti bahwa isinya benar. Jadi kitab mana yang dimodifikasi? Efesus, Kolose, 2 Tesalonika, 1 dan 2 Timotius, Titus, 1 dan 2 Petrus, dan Yudas. Sebanyak sembilan dari dua puluh tujuh kitab dan surat Perjanjian Baru, diduga telah dimodifikasi. [22]

Kitab yang telah dimodifikasi? Dalam Bibel?

Mengapa rasanya kita tidak terkejut ketika mendengarnya? Lagipula, bahkan kita tidak mengetahui nama-nama dari para penulis Bibel. Mereka bersifat anonim.

[23] Para sarjana Bibel sangat jarang, hampir tidak pernah, mengaitkan kepenulisan Bibel kepada Matius, Markus, Lukas, atau Yohanes. Sebagaimana Ehrman mengatakan, “Kebanyakan sarjana saat ini telah meninggalkan identifikasi tersebut, dan mengakui bahwa kitab-kitab Bibel ditulis oleh orang yang tidak dikenal, tetapi merupakan orang-orang Kristen berbahasa Yunani yang terdidik pada paruh kedua abad pertama.”

[24] Graham Stanton menegaskan, “Gospel, tidak seperti kebanyakan tulisan Graeco-Romawi, bersifat anonim. Nama pengarang yang sering kita dengar (‘Gospel menurut Markus, Gospel Menurut Yohanes, dsb’) bukanlah bagian dari naskah yang orisinil, karena mereka baru ditambahkan pada awal abad kedua.”

[25]

Jadi apakah murid-murid Yesus pernah menulis Bibel? Tidak sama sekali. Kita tidak punya alasan untuk mempercayai bahwa mereka menulis salah satu kitab dari Bibel. Pertama-tama, mari kita ingat bahwa Markus adalah sekretaris Petrus, dan Lukas adalah temannya Paulus. Ayat-ayat dari Lukas 6: 14-16 dan Matius 10: 2-4 mencatat kedua belas murid, dan meskipun daftar ini berbeda tentang dua nama dari murid, Markus dan Lukas tidak masuk dalam daftar itu. Jadi hanya Matius dan Yohanes yang merupakan murid. Tapi tetap saja, para sarjana Kristen modern tidak menganggap mereka sebagai penulis Bibel.

Mengapa?

Pertanyaan bagus. Yohanes yang lebih terkenal daripada Matius misalnya, mengapa kita harus menganggap bahwa dia bukanlah penulis kitab Yohanes?

Umm … karena dia sudah meninggal?

Beberapa sumber menyatakan bahwa tidak ada bukti, selain dari kesaksian-kesaksian yang diragukan, yang mengatakan bahwa Yohanes adalah penulis Gospel “Yohanes.”

[26]

[27] Mungkin sanggahan paling kuat adalah bahwa Yohanes diyakini telah meninggal di sekitar tahun 98 Masehi.

[28] Namun, Gospel Yohanes ditulis sekitar tahun 110 Masehi.

[29] Jadi siapakah Lukas (pendamping Paulus), Markus (sekretaris Petrus), dan Yohanes (yang tidak diketahui, tetapi tentu saja bukan Yohanes murid Yesus)? Yang pasti kita tidak bisa mempercayai bahwa kitab-kitab dalam Bibel ditulis oleh murid-murid Yesus . . . .

 

 

sumber: Lampu Islam