Cegah Riba, Ini Cara Mengelola Dana Haji

Dana haji harusnya ditempatkan di bank syariah. Pasalnya dana tersebut adalah dana ibadah sehingga bila ditempatkan di bank konvensional dikhawatirkan bertentangan dengan syariah yang mengharamkan riba.

Pengamat Ekonomi Syariah, Agustianto mengatakan riba memberikan dampak merugikan. “Terbukti riba dapat menghancurkan perekonomian secara global dan Indonesia pun merasakannya,” ujar Agustianto.

Masyarakat, kata Agustianto,  kesadaran masyarakat terhadap bank syariah masih lemah. Menurutnya harus ada kebijakan yang jelas dan konkret untuk mengalihkan setoran calon haji ke bank syariah.

“Imbauan saja tidak cukup, perlu kebijakan mengalihkan setoran ke bank syariah,” katanya.

Pengamat Perbankan Syariah Yusuf Wibisono, mengatakan dana haji harus mendapat pengawasan ketat mengingat jumlahnya yang tidak sedikit. Dia pun mendukung bila dana tersebut dikelola perbankan syariah. “Pengelolaan dana di bank syariah untuk menjaga kekhawatiran spekulasi pasar uang,” ujarnya.

Yusuf menyebut perbankan syariah menyalurkan dananya ke sektor riil dan tidak menempatkan dananya di pasar uang. Hal inilah yang diyakininya bisa membantu peningkatan penyaluran dana ke usaha kecil dan menengah (UKM) serta sektor riil.

 

REPUBLIKA

Fatwa MUI Tegas Bolehkan Pengelolaan Dana Haji

Komisi Fatwa MUI menilai uji materi terkait Undang-Undang (UU) Pengelolaan Dana Haji yang diajukan oleh pengacara M Sholeh tidak berdasar. Pasalnya, dalam Islam maupun UU telah dengan gamblang mengizinkan pengelolaan dana haji secara syariah.

Keputusan Ijma Ulama Komisi Fatwa Se-Indonesia Tahun 2012 membolehkan pemerintah untuk menginvestasikan dana haji yang telah terkumpul dengan investasi yang aman dan sesuai dengan prinsip syariah.

“Sesuai Fatwa MUI, dana haji itu memang milik nasabah, dana setoran kalau itu dari calon jamaah posisinya. Pemerintah menginvestasikan dana haji harus dengan investasi yang aman dan sesuai dengan prinsip syariah. Prinsipnya adalah boleh,” ujar Komisi Fatwa MUI Solahuddin Al Ayyubi saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (27/9).

Menurut Solahuddin, jika secara syariah dan UU dibolehkan, maka alasan pengajuan uji materi itu tidak berdasar. Karena jika dana hajidibiarkan begitu saja justru tidak sesuai.

“Dalam Islam, dana yang disimpan itu tidak dianjurkan, kalau ada dana lebih justru harus dimuamalatkan. Karena itu kan uang pendaftaran haji, dengan syarat awal minimal Rp 25 juta. Masa uang sekian ratus orang terkumpul nominalnya sekian triliun mau dianggurin tidak diinvestasikan?” ujar Solahuddin.

Akan tetapi di dalam Islam, lebih lanjut Solahuddin menjelaskan, penginvestasian dana ada syarat dan tata cara yang sesuai prinsip syariah. Oleh karena itu, boleh menginvestasikan dana setoran haji itu dengan syarat-syarat tertentu. “Harus aman, sesuai syariah dan Undang-Undang.”

Seorang pengacara M Sholeh mengajukan permohonan uji materi UU Pengelolaan Dana Haji ke Mahkamah Konstitusi (MK). Ia menyebut setoran awal haji terlalu besar dan membandingkan dengan setoran awal di Malaysia yang hanya Rp 4 juta.

Sholeh pun menilai dana haji semestinya tak boleh digunakan untuk keperluan apapun kecuali membiayai penyelenggaran ibadah haji. Karena, ia mengungkapkan sejak awal calon jamaah tidak diinformasikan tentang penggunaan dana untuk investasi.

Dalam uji materi UU Nomor 34/2014 tentang Pengelolaan Dana Haji, Sholeh menguji tiga pasal, yakni Pasal 24 huruf a, Pasal 46 ayat (2), dan Pasal 48 ayat (1). Ia menilai kewenangan BPKH untuk menginvestasikan dana haji tidak ada dasar hukumnya.

 

REPUBLIKA