BPKH dan Dana Haji Dinilai Perlu Audit Khusus

KPK mengingatkan persoalan serius dalam tata kelola penyelenggaraan ibadah haji. Ada tiga titik rawan korupsi, yaitu biaya akomodasi, konsumsi dan pengawasan. Lalu, soal penempatan dan investasi dana haji masih tidak optimal.

Anggota DPR RI, Fadli Zon menilai, temuan KPK itu serius dan pemerintah harus menindaklanjuti. Maka itu, ia menegaskan, jangan sampai masalah tata kelola penyelenggaraan ibadah haji, malah dialihkan tanggungannya kepada jamaah.

Ia mengingatkan, jamaah haji sudah menyetorkan uang ke bank selama belasan, bahkan 20 tahun lebih untuk berangkat haji. Namun, giliran mereka berangkat, tetap harus membayar sangat mahal karena pengelolaan dana umat tidak baik.

“Ini kan zalim namanya,” kata Fadli, Sabtu (28/1/2023).

Untuk itu, jalur investasi dan penempatan dana haji seharusnya diaudit khusus terlebih dulu, termasuk audit khusus ke Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Hal ini untuk mengetahui posisi keberlanjutan pengelolaan dana haji ke depan.

Jangan sampai jamaah haji yang sebagian besar hanya petani dan orang-orang kecil harus menanggung kesalahan dalam tata kelola keuangan haji pemerintah tersebut. Apalagi, Kemenag hanya menggunakan dalih prinsip istitha’ah atau kemampuan.

Kemudian, biaya yang harus dibayar oleh jemaah haji Indonesia jauh lebih mahal dibandingkan jamaah haji Malaysia. Padahal, jumlah jamaah haji yang berasal dari Indonesia merupakan terbesar dunia. Jamaah reguler saja mencapai 203.320 orang.

Malaysia menetapkan biaya ke dua golongan B40 (Bottom 40) atau warga pendapatan 40 persen terbawah dan kategori Bukan B40 untuk selebihnya. Secara keseluruhan, biaya haji Malaysia dan Indonesia relatif sama yang berada di limit Rp 100 juta.

Namun, biaya yang harus dibayarkan jamaah B40 di Malaysia hanya sebesar MYR 10.980 atau Rp 38,59 juta. Sedangkan, jamaah yang tergolong Bukan B40 hanya membayar MYR 12.980 atau Rp 45,62 juta. Sisanya ditanggung lembaga Tabung Haji.

“Dengan jumlah jamaah yang besar, jika dikelola benar, mestinya akumulasi dana haji yang terkumpul bisa mendatangkan nilai manfaat besar untuk jamaah haji kita , bukan mendatangkan nilai manfaat untuk pihak lain sebagaimana ditengarai KPK,” ujar Fadli.

Dengan catatan-catatan tersebut, Fadli mengingatkan, tidak sepantasnya beban pembiayaan haji ditanggungkan sebesar-besarnya kepada calon jemaah haji. Yang mana, sudah menyetorkan uang dan mengendapkan saldonya di bank jauh-jauh hari.

Tidak bisa BPKH dan Kemenag mengajukan dalih keberlangsungan penyelenggaraan haji secara sepihak, tanpa ada audit investigasi yang menyeluruh terhadap pengelolaan dana haji selama ini. Walaupun, kenaikan biaya haji keniscayaan.

“Namun, besarannya pastilah tidak setinggi sebagaimana yang telah diusulkan oleh Kemenag dan BPKH,” kata Fadli. 

IHRAM

Kemana Saja Dana Haji Dikelola? Ini Penjelasan BPKH

BPKH jelaskan pengelonaan dana haji,

Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) menyebut ada lebih dari Rp 3 triliun nilai manfaat yang berhasil diperoleh pihaknya dari pengelolaan dana per April 2022. Nilai ini dihasilkan dari beragam investasi yang dilakukan lembaga tersebut.

“Per april 2022 ini, nilai manfaat yang sudah kita hasilkan sebesar Rp 3,34 triliun. Di mana rata-rata yang dihasilkan itu di tahun 2021 kemarin totalnya adalah Rp 10.52 triliun di akhir tahun,”jelas Kepala Divisi Penghimpunan BPKH, Muhammad Thabrani Nuril Anwar saat diskusi Forum Merdeka Barat (FMB9), Selasa (31/5/2022).

“Dari total dana haji per April 2022 kemarin, itu besarnya adalah Rp 163 triliun,” tambahnya.

Dalam diskusi bertema Dana Amanah, Haji Mabrur itu juga disebutkan, dana kemudian dikelola untuk investasi di berbagai sektor.

“68 persennya dikelola dalam bentuk investasi dan juga di dalamnya surat berharga, investasi langsung dan lainnya. 31 persennya dikelola dalam bentuk 30 bank syariah di Indonesia,”katanya.

Nuril meyakinkan, BPKH akan mengelola dana haji secara amanah dan akuntabel dan memaksimalkan pengelolaan dana umat tersebut. Pihaknya juga berkoordinasi dengan berbagai pihak seperti DPR atau lembaga lainnya demi pengelolaan yang lebih baik.

“BPKH berkomitmen secara kuat untuk mengelola dana haji secara amanah, integritas dan akuntabel. Ini dibuktikan dengan kita telah menerima WTP dari BPK sebanyak 3 kali 2018,2019, 2020. Mudah-mudahan ini bentuk kepercayaan masyarakat dalam pengelolaan dana haji,”ujarnya. Alkhaledi kurnialam

IHRAM

Kemenag Bantah Narasi Menag Minta Dana Haji untuk IKN: Hoaks dan Fitnah

Beredar tangkapan layar berita yang berasal dari media daring dengan judul yang menarasikan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas minta masyarakat ikhlaskan dana haji dipakai pemerintah untuk IKN (Ibu Kota Negara) Nusantara. Kementerian Agama menyampaikan bantahannya terkait narasi tersebut.

“Itu fitnah dan menyesatkan. Narasi Menag minta dana haji untuk IKN itu hoaks,” tegas Kepala Biro Humas, Data, dan Informasi (HDI) Kemenag Ahmad Fauzin di Jakarta, Ahad (08/05/2022) melalui siaran pers Kemenag kepada hidayatullah.com dan wartawan lain.

Menurutnya, Menag tidak pernah mengeluarkan pernyataan terkait penggunaan dana haji di luar untuk keperluan penyelenggaraan Ibadah Haji. Sebab, hal itu bukan kewenangan Menag.

“Sejak 2018, Kementerian Agama tidak lagi menjadi pihak yang bertanggung jawab dalam tata kelola dana haji,” jelas Fauzin.

Undang-Undang No 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji yang terbit pada akhir masa pemerintahan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono mengamanatkan dana haji dikelola oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Untuk itu, dibentuklah BPKH dan secara bertahap kewenangan pengelolaan dana haji diserahkan ke BPKH sesuai amanat UU 34/2014.

Pada 13 Februari 2018, lanjut Fauzin, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2018. Peraturan ini mengatur tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji. Sejak saat itu, dana haji telah dialihkan sepenuhnya ke BPKH.

“Per-bulan Februari 2018, dana haji yang saat itu berjumlah Rp103 Triliun, semuanya sudah menjadi wewenang BPKH,” terang Fauzin.

Kemenag, sambung Fauzin, sekarang sudah tidak mempunyai Tupoksi untuk mengelola, apalagi mengembangkan dana haji dalam bentuk apapun. “Saya kira masyarakat sudah semakin cerdas, sudah bisa mengetahui info atau berita semacam ini tidak benar dan fitnah,” ujarnya.

“Bagi pihak-pihak yang menyebarkan berita hoaks dan fitnah ini kami akan pertimbangkan mengambil langkah hukum,” tandas Fauzin.*

HIDAYATULLAH

Jawaban BPKH Soal Permintaan Pengembalian Dana Haji

Forum Silaturahmi Asosiasi Travel Haji dan Umroh (Forum SATHU) meminta Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) mengembalikan dana setoran awal milik para penyelenggara umroh dan haji khusus minimal 30 persen. Permintaan itu karena penyelenggara umroh dan haji khusus sedang memiliki masalah keuangan karena pandemi Covid-19.

“Kami minta dana kami minimal 20-30 persen tolong dikembalikan kepada kami,” kata Ketua Dewan Pembina Forum Silaturahmi Asosiasi Travel Haji dan Umrah (Sathu), Fuad Hasan Mansyur setelah rapat tertutup dengan, Menko Airlangga pekan lalu.

Fuad mengatakan, selama ini para penyelenggara ibadah umroh dan haji khusus (PPIU dan PIHK) tidak pernah persoalkan semua aturan dari pemerintah, termasuk harus menyetorkan uang sebesar 4 ribu dolar untuk mendapatkan nomor porsi haji khusus. Karena usaha umroh dan haji sedang mati suri, dana tersebut minta dikembalikan minimal 30 persen saja.

“Tapi tolong dalam situasi kesulitan ini, kawan-kawan kami sedang mati suri dana kami yang cukup besar di pemerintah melalui BPKH dikembalikan,” katanya.

Fuad menuturkan, dana 4 ribu dolar itu bersumber dari setoran masing-masing jamaah haji sebagai uang pendaftaran haji khusus. Karena jamaah mendaftar haji khusus melalui PIHK, maka uang tersebut haknya para pemilik PIHK.

“Yaitu setiap jamaah haji ketika mau mendaptarkan diri diwajibkan menyetor minimal 4 ribu dolar, dan menyetor dipercayakan kepada PIHK. Jadi itu adalah hak kami, kami menyetor 4 ribu untuk mendapatkan nomor porsi,” katanya.

Saat ini kata Fuad, karena usaha PPIU dan PIHK sedang krisis, dana yang sudah masuk rekening BPKH untuk sementara dikembalikan dulu. Tujuannya untuk membantu operasional perusahaan PPIU dan PIHK selama pandemi ini.

“Dalam situasi krisis bantu kami 1.500 atau 1000 dolar dikembalikan untuk sementara sebagai kredit lunak. Ingat sebagai kredit lunak,” katanya.

Fuad memastikan, meski sama-sama menyetorkan uang untuk mendapatkan nomor porsi, haji khusus tidak pernah menerima nilai manfaat. Tentu hal ini berbeda dengan haji reguler, yang mendapatkan nilai manfaat dari dana yang dikelola BPKH.

“Karena selama ini kami juga tidak pernah mendapatkan dana manfaat. Ini tolong dikembalikan kepada kawan kawan kami yang sulit bisa kembali normal,” katanya.

Dihubungi terpisah, anggota Badan Pelaksana Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Bidang Investasi dan Kerjasama Luar Negeri, Hurriyah El Islamy menegaskan bahwa meskipun BPKH mempunyai kewenangan untuk mengelola Keuangan Haji, hal-hal terkait penyelenggaraan haji merupakan kewenangan kemenag sehingga BPKH tidak dapat mengembalikan dana jamaah haji jika tidak ada intruksi dari Kementerian Agama (Kemenag). Ketentuan itu diatur berdasarkan UU No. 34 tahun 2014 tentang pengelolaan keuangan haji dan UU No. 8 tahun 2018 tentang penyelenggaraan haji dan umrah yang detail teknisnya diatur di Peraturan BPKH No 2 tahun 2020 tentang tata cara pengembalian setoran biaya penyelenggaraan ibadah haji dan/atau biaya penyelenggaraan ibadah haji khusus. 

“Di situ sudah mengatur mengenai pengembalian haji khusus maupun haji biasa(reguler) bahwa apabila ada surat perintah pengembalian dari Kemenag kita pasti akan membayarkan,” kata Hurriyah saat berbincang dengan Republika kemarin.

Hurriyah menuturkan, apakah jamaah haji dapat melakukan pembatalan atau tidak bukan kewenangan BPKH. Jamaah atau KBIHU/PIHK harus mengajukan permohonan tersebut ke Kemenag.

Kenapa harus ke Kemenag, secara yuridis Hurriyah menjelaskan, ada dua peraturan perundang-undangan yang harus di perhatikan ketika berbicara tentang haji umroh dan bagaimana pengelolaan dana haji termasuk pengembalian.

Dua peraturan perundang-undangan yang harus diperhatikan itu di antaranya Undang-undang No 34 tahun 2014 tentang pengelolaan keuangan haji. Peraturan inilah kata Hurriyah  yang menjadi dasar hukum atau kewenangan BPKH bekerja atau mengelola dana jamaah haji. 

Kedua ada Undang-undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah. Peraturan ini menjadi dasar hukum Kemenag bekerja dalam menyelenggarakan haji.

“Untuk penyelenggaraan ibadah haji ada Undang-undang Nomer 8 tahun 2019 nah itu tupoksinya dan kewenangannya ada di kemenag,” katanya.

Adapun untuk proses pengembalian dana kata Hurriyah ada di Peraturan BPKH Nomor 2 tahun 2020. Namun semua pengajuan pembatalan harus disampaikan kepada Kementerian Agama.

IHRAM

Kemana BPKH Investasikan Dana Haji?

Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) mempunyai kewenangan melakukan investasi dana haji ke beberapa sektor usaha. Anggota Badan Pelaksana Keuangan Haji (BPKH) Bidang Investasi dan Kerjasama Luar Negeri, Hurriyah El Islamy mengatakan BPKH harus investasi di ranah haji terutama akomodasi, makanan dan transportasi di Saudi.

Selain amanat Undang-undang, untuk meningkatkan kualitas pelayanan haji dan meningkatkan efisiensi biaya, investasi di ranah haji merupakan langkah konkrit. Apalagi mengingat penerimaan BPKH dalam rupiah sementara lebih 86 persen pengeluarannya dalam bentuk dolar AS dan SAR.

“Dan sebagai bentuk cost hedging untuk memastikan kesinambungan. Mengingat BPKH mensubsidi biaya haji dan melawan gerusan inflasi,” katanya.

Huriyyah menerangkan, keuangan haji adalah semua hak dan kewajiban pemerintah yang dapat dinilai dengan uang. Semua kekayaan dalam bentuk uang atau barang yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.

“Baik yang bersumber dari jamaah haji maupun sumber lain yang sah dan tidak mengikat,” katanya.

Huriyyah ada tiga peraturan perundang-undangan sebagai dasar hukum BPKH mengelola dana jamaah haji. Peraturan perundang-undangan itu di antaranya UU No 34/2014 tentang pengelolaan keuangan haji, PP No 5 tahun 2018 Pelaksanaan UU 34/2014, dan Perpres 110/2017 tentang BPKH.

Berdasarkan UU No 34/2014 menjelaskan, pengelolaan keuangan haji dilakukan dalam bentuk investasi yang nilai manfaatnya digunakan untuk peningkatan kualitas penyelenggaraan ibadah Haji, rasionalitas, dan efisiensi BPIH, juga kemaslahatan umat Islam.

PP No 5 tahun 2018 Pelaksanaan UU 34/2014. Dalam ketentuan itu selama 3 tahun sejak BPKH terbentuk, pengeluaran Keuangan Haji dalam bentuk penempatan pada produk perbankan syariah paling banyak 50 persen dari total penempatan dan investasi Keuangan Haji.

Setelah tiga tahun terbentuk, penempatan pada produk perbankan syariah paling banyak 30 persen dari total penempatan dan investasi Keuangan Haji. Selisih dari total penempatan Keuangan Haji pada produk perbankan syariah dialokasikan untuk investasi.

“Keuangan haji dalam bentuk surat berharga, emas, investasi langsung dan investasi lainnya,” katanya.

Sementara Perpres 110/2017 tentang BPKH menegaskan, bahwa badan pelaksana berwenang menempatkan dan investasikan keuangan haji sesuai dengan prinsip syariah, kehati-hatian, keamanan, likuid dan optimal. Dewan pengawas memberikan penilaian dan persetujuan penempatan dan investasi Keuangan Haji sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Huriyyah menegaskan ada tiga tujuan pengelolaan keuangan haji. Pertama meningkatkan kualitas penyelenggaraan ibadah haji, kedua meningkatkan rasionalitas dan efisiensi penggunaan BPIH dan ketiga meningkatkan manfaat bagi kemaslahatan umat Islam.

Dalam pengelolaan keuangan haji, BPKH mengedepankan asas prinsip syariah, prinsip kehati-hatian, akuntabel, manfaat, transparan,  dan nirlaba. Agar pengelolaan dana haji optimal, BPKH telah investasikan ke produk perbankan, surat berharga, investasi langsung investasi lainnya dan emas.

IHRAM

IPHI: Ada Hikmah Dibalik Pembatalan Keberangkatan Haji

Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (PP IPHI) Ismed Hasan Putro mengatakan pembatalan keberangkatan haji yang kembali terjadi tahun ini tetap memiliki hikmah. 

“Haji tidak hanya ritual saja tetapi juga ibadah spiritual, disaat mendapat ujian ini, berarti jamaah diminta untuk tawakal dam sabar,” ujar dia kepada Republika.co.id, Jumat (4/6).

Calon jamaah diimbau tetap perbanyak doa agar dipanjangkan usianya untuk sampai waktu dalam menunaikan haji ketika situasi telah memungkinkan. Calon jamaah juga jangan sampai putus harapan dan tetap optimistis meski ada kekecewaan. 

“Ini mungkin ada hikmahnya sehingga calhaj lebih mempunyai waktu mempersiapkan haji,” kata dia.

Selain itu, sembari menunggu waktu menunaikan haji, banyak ibadah lain yang dilakukan, seperti memperbanyak infak, zakat, dan berkontribusi dalam kesejahteraan masyarakat sekitar. Tak hanya calhaj, pemerintah juga membutuhkan waktu untuk kesiapan baik dari sisi teknis dan anggaran. 

Ismed juga menyarankan jika Kemenag terlalu kewalahan mengelola pelaksanaan ibadah haji, pemerintah dapat membentuk badan khusus pengelolaan haji. Hal ini juga dilakukan oleh negara tetangga Malaysia. 

Begitu juga BPKH, perlu pengembangan inovasi sehingga dana haji dapat dikembangkan. Sehingga tidak perlu ada wacana untuk mengumpulkan tambahan biaya dari calhaj.

IHRAM

BPKH Bantah Informasi Soal Tunggakan Indonesia

Anggota Bidang SDM dan Kemaslahatan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), Rahmat Hidayat membantah informasi yang beredar menyebutkan pembatalan haji 2021 karena Indonesia mempunyai tunggakan kepada Pemerintah Arab Saudi.

“Berita tersebut sama sekali tidak benar, hoak. Kemenag (Kementerian Agama) dan BPKH sudah memberikan klarifikasi,” kata Rahmat pada Jumat (4/6).

Tahun ini menjadi yang kedua kalinya, Indonesia tidak mengirimkan jamaah haji. Banyak masyarakat mempertanyakan pengelolaan dana haji milik jamaah.

Sebelumnya Ketua BPKH, Anggito menyampaikan, pada 2019 ada perubahan pengelolaan dana haji. Sebanyak 50 persen dana haji akan di tempatkan di bank syariah, 30 persen di surat berharga, 20 persen investasi langsung, dan sisanya investasi lainnya. Rahmat mengatakan, hal itu telah berjalan sesuai Rencana Strategis (Renstra).

Di samping itu, Rahmat juga membantah informasi perihal Indonesia belum membayar bea akomodasi calon jemaah haji, akibat dana haji yang telah digunakan oleh pemerintah untuk membiayai berbagai proyek pembangunan infrastruktur di Indonesia.

Sebelumnya pada Kamis (3/6), Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas memastikan bahwa pemerintah tidak memberangkatkan jamaah haji Indonesia 1442 H/2021 M. Menurutnya, di tengah pandemi corona virus disease-19 (Covid-19) yang melanda dunia, kesehatan dan keselamatan jiwa jamaah lebih utama dan harus dikedepankan.

“Karena masih pandemi dan demi keselamatan jamaah, pemerintah memutuskan bahwa tahun ini tidak memberangkatkan kembali jamaah haji Indonesia,” kata Yaqut dalam telekonferensi dengan media di Jakarta.

IHRAM

Cek Dana HAji yang sudah Anda bayarkan di https://va.bpkh.go.id

Menko PMK Jamin Dana Haji yang Dikelola BPKH Aman

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan pengelolaan dana haji oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) telah berjalan dengan sangat baik dan aman. Sehingga masyarakat tidak perlu khawatir dan menyerbarkan informasi yang belum tentu benar.

“Bisa kami pastikan kalau pengelolaan dana haji dilaksanakan dengan sangat profesional, prudent, penuh kehati-hatian dan semuanya aman,” katanya dalam keterangan tertulis, Jumat (4/6).

Kemudian, ia menegaskan informasi yang beredar di masyarakat terkait pengelolaan dana haji sepenuhnya tidak benar. BPKH, kata dia, merupakan badan yang independen dan profesional yang tidak bisa dicampuri oleh siapapun. Sehingga pengelolaannya dapat dipertanggungjawabkan secara objektif. 

“Tidak ada namanya isu-isu seperti yang berkembang di masyarakat. Artinya apa? dana haji saya jamin aman,” kata dia.

Ia menjelaskan alasan tidak diberangkatkannya jamaah haji Indonesia untuk tahun ini karena mempertimbangkan kemaslahatan dan keselamatan umat di masa pandemi Covid-19 yang belum usai.

“Jumlah yang berangkat itu ratusan ribu. Tentu saja tidak mudah untuk mengelola mereka terutama dalam kaitannya dengan status kesehatannya. Meskipun pilihan yang harus diambil pahit dan tidak menyenangkan tetapi keputusan itu demi kebaikan masyarakat,” kata dia.

Ia berharap keputusan pahit ini adalah pil yang justru menjadi obat untuk masyarakat semua. Bukan sesuatu yang harus disesali. “Mudah-mudahan tahun depan kami sudah bisa berangkat seperti sedia kala,” kata dia.

Sebelumnya diketahui, Pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) memutuskan untuk tidak memberangkatkan calon jemaah haji Indonesia tahun 1442 H/2021 M. Ini merupakan tahun kedua tidak adanya keberangkatan haji di masa pandemi.

Keputusan ini tentu membuat daftar tunggu calon jamaah haji menjadi lebih lama. Sebagaimana penjelasan dari Ketua BPKH, Anggito Abimanyu menyatakan kalau jumlah waiting list per hari ini sudah mencapai 5.017.000 orang. 

Jadi, jika per tahun kuota haji Indonesia misalkan tetap 220.000 orang, setidaknya memerlukan waktu setidaknya 22 tahun. Tetapi sekali lagi peniadaan pelaksanaan haji tahun ini harus dilihat sebagai ihtiar untuk menjaga keselamatan para calon jemaah haji.

IHRAM

Cek Dana Haji Anda di Virtual Account (VA) di situs BPKH, linknya: https://va.bpkh.go.id

Ini Klarifikasi Anggito Soal Dana Haji untuk Infrastruktur

Kepala Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Anggito Abimanyu mengatakan tidak ada dana kelolaan haji yang diinvestasikan secara langsung ke proyek infrastruktur.

Ketika ditemui pers di tengah Festival Ekonomi Syariah Indonesia (ISEF) 2018 di Surabaya, Jawa Timur, Jumat, Anggito merinci dari total dana haji Rp110 triliun yang terkumpul hingga saat ini, sebanyak 50 persennya atau Rp55 triliun ditambah Rp7 triliun dikelola di Bank Penerima Setoran Biaya Penyelenggaran Ibadah Haji (BPS-BPIH). Kemudian sisanya dialokasikan ke surat berharga syariah.

“Kami klarifikasi, dari total dana haji, 50 persen di BPS-BPIH plus Rp7 triliun, sisanya di surat berharga negara syariah, tidak ada investasi langsung, termasuk di infrastruktur, tidak ada,” kata Anggito.

Anggota Badan Pelaksana BPKH Iskandar Zulkarnain menambahkan jika ada investasi langsung ke infrastruktur di kemudian hari, pihaknya ingin investasi itu digunakan untuk membiayai infrastruktur khusus yang terkait haji seperti pemondokan.

Terkait dana haji yang disimpan di surat berharga syariah negara (SBSN), bisa saja dana itu digunakan untuk proyek infrastruktur. Adapun BPKH, kata ia, tidak memiliki tujuan itu.

“Kalau di Sukuk/SBSN itu tidak didedikasikan untuk itu (infrastruktur). (Sukuk) itu kan di pemerintah, bukan di BPKH,” kata dia.

Iskandar mengatakan pihaknya terus mengutamakan prinsip transparansi dan akuntabilitas terkait dana haji. Salah satu upaya untuk itu adalah penggunaan rekening virtual (virtual account/VA) bagi calon jemaah haji yang sudah dan akan mendaftar. VA juga akan diberikan kepada jamaah tunggu (sudah mendaftar) yang saat ini berjumlah 3,9 juta orang.

“Targetnya 50 persen total jamaah tunggu akan kami verifikasi hingga selesai pada 2019 dan diberikan VA ,” kata Iskandar.

Rekening virtual akan mencatat saldo setoran awal jamaah ditambah nilai manfaat dari dana haji yang sudah disetorkan. Pemilik rekening virtual dapat memantau langsung penggunaan dana yang telah disetorkan dan juga nilai manfaatnya.

REPUBLIKA

Benarkah Dana Haji Dipakai untuk Proyek Infrastruktur?

Tersebarnya berita soal penggunaan sebagian dana setoran haji untuk infrastruktur mendapat respons dari Ketua Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), Anggito Abimanyu. Dia membantah adanya akad wakalah pendaftaran jamaah haji disertai dengan disertai pernyataan kerelaan dana haji dipakai dana infrastruktur.

“Isi akad wakalah sama sekali tidak menyebutkan mengenai klausul atau bahkan alokasi dana haji untuk investasi infrastruktur pemerintah,” kata Kepala BPKH Anggito Abimanyu dalam keterangan persnya, Jumat (19/10).

Belakangan di media sosial viral mengenai kewajiban mendatangaani akad wakalah bagi pendaftaran jamaah haji disertai dengan kerelaan dana haji dipakai dana infrastruktur. Anggito menjelaskan, kewajiban mengisi dan mendatangani formulir akad wakalah adalah amanat Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2018 mengenai Keuangan Haji.

Ia menjabarkan dalam Pasal 13 ayat (1) menyebut, pembayaran setoran awal BPIH (biaya ibadah haji) dan/atau BPIH Khusus disertai dengan pengisian dan penandatanganan formulir akad wakalah oleh jamaah haji. Sebab, akad wakalah adalah surat kuasa dari jamaah haji sebagai pemilik dana setoran awal yang memberikan kuasa kepada BPKH sebagai pengelola dana setoran awal BPIH.

Anggito mengatakan isi dari akad wakalah atau surat kuasa setoran awal biaya haji atau BPIH, terdiri dari, pertama identitas calon jamaah haji (nama, alamat, dan nomor KTP). Kedua, pernyataan pemberian kuasa dari calon jamaah haji dalam pengelolaan dana. Ketiga, bentuk-bentuk pengelolaan dana oleh BPKH, yakni penempatan, investasi, nilai manfaat, pembayaran biaya operasional haji, dan pengembalian. Keempat, pernyataan pemberian kuasa calon jamaah haji kepada BPKH untuk memproses penerimaan, mencatat informasi nasabah, kerja sama dalam pengelolaan keuangan, dan melaksanakan amanat sesuai dengan peraturan perundangan.

Anggito menegaskan seluruh program pengelolaan dana mengacu pada UU 34 Tahun 2014 dan dilakukan dengan prinsip kehati-hatian, optimal, manfaat, syariah, transparan, dan profesional. Ia mengatakan pengelolaan keuangan haji oleh BPKH dilakukan untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan ibadah haji dan kemaslahatan umat Islam.

“Substansi, format dan isi dari akad wakalah atau surat kuasa telah dibahas dan dikonsultasikan oleh BPKH kepada Dewan Syariah Nasional (DSN)-Majelis Ulama Indonesia (MUI),” ujar Anggito.

Dia mengatakan, bentuk akad wakalah atau surat kuasa dapat dilihat dan ditemukan di seluruh konter BPS-BPIH (bank penerima setoran biaya penyelenggaraan ibadah haji) di seluruh Indonesia yang ditunjuk BPKH. Terkait pendaftar calon jamaah haji, dia mengatakan jumlahnya meningkat di atas target 550 ribu orang melalui BPS-BPIH. Begitu juga seluruh pendaftar calon jamaah itu telah mengisi dan mendatanganani akad wakalah secara ikhlas dan tulus, serta memahami makna akad tersebut.

Anggito berharap penjelasan itu dapat menjawab kicauan kritik di media sosial Twitter mengenai, akad wakalah atau surat kuasa pendaftaran haji di BPS-BPIH diberikan embel-embel kerelaan penggunaan dana haji untuk infrastruktur pemerintah. “Sungguh suatu pernyataan yang tidak sama sekali tidak benar. Berita viral tersebut dapat diketegorikan sebagai fitnah yang tidak bertangung jawab,” kata Anggito.

Dihubungi terpisah, pengamat ekonomi Salamudin Daeng mengatakan publik dan para calon jamaah haji perlu dan berhak tahu terkait soal polemik setoran dana haji dipakai untuk pembangunan infrastruktur. Menurutnya, dari kajian melalui pengumpulan data yang didapat dari website kementerian keuangan menemukansebagaian  dana setoran haji memang dipakai infratruktur.

”Dana setoran haji yang digunakan untuk infrastruktur ini kami dapat dari tahun 2013-2017 yang mencapai Rp 37,56 triliun. Data tahun 2018 dari kementerian belum kami dapatkan. Kami minta ini agar dibuka kepada publik,” kepada Republika.co.id, Kamis dan Jumat (17 dan 18/10).

Menurut Daeng, rincian dana haji penggunaan dana haji untik infrastruktur dari tahun 2013-2017 di antaranya sebagai berikut: Pada 2013 digunakan untuk membangun proyek trek ganda kereta api Cirebon-Kroya oleh Kementerian Perhubungan sebesar Rp 800 miliar.

Pada 2014 dipergunakan dana setoran haji sebesar Rp 1,5 trilun dengan rincian:

A. pembangunan jalur kereta api ganda Cirebon-Kroya oleh Kementerian Perhubungan. B. Pembangunan jalur kereta api ganda Manggarai-Jatinegara oleh Kementerian Perhubungan.
C. Pembangunan asrama haji di beberapa provinsi oleh kementerian agama.

Pada 2015 dana Rp 7,1 triliun dana haji dipakai untuk infratruktur dengan rincian sebagai berikut:

A. pembangunan jalur kereta api di Jabodetabek, Jawa Tengah, Sumatra yang dilakukan Kementerian Perhubungan.
B. Pembangunan jalan dan jembatan di beberapa provinsi oleh Kementerian Pekerjaan Umum.
C. Pembangunan infrastrutur untuk pendidikan tinggi dan kantor urusan agama (KUA) di bawah kementerian agama.

Pada 2016 setoran dana haji sebesar Rp 13,77 trilun digunakan untuk pembangunan infratruktur dengan rincian sebagai berikut:
A. Untuk pembangunan rel kereta api di Jabodetabek, Jawa Tengah, Sumatra di bawah Kementerian Perhubungan.
B. Pembangunan jalan dan jembatan di beberapa provinsi di bawah Kementerian Pekerjaan Umum.
C. Pembangunan fasilitas infastruktur untuk pendidikan tinggi dan pembangunan kantor KUA di bawah Kementerian Agama.

Maka adanya polemik  tersebut, tegas Daeng, ada beberapa hal yang harus dilakukan di dalam mengelola dana setoran haji. Pertama, publik harus tahu penggunaan dana haji. Bagaimana rincian yang diinvestasikan kepada siapa saja, termasuk kepada pihak swasta. ”Saya lihat belum ada kejelasan. Misalnya kepada pihak saja dan bank mana saja. Ini publik yang belum banyak tahu,” kata Daeng.

Kedua, apabila ada keuntungan atas pengelolaan dana itu juga harus disebutkan dan diumumkan ke publik. Untungnya berapa saja setiap tahun. Sampai sekarang ini juga publik tak tahu  menahu. “Apakah sekarang benar bunganya 8 (delapan) persen atau berapa. Publik (para calon jamaah haji) tak tahu itu.”

Ketiga, bila ada keuntungan, maka itu harus diberitahuan langsung ke jamaah dan harus mau bersurat. Apalagi, katanya, ini sudah lazim dilakuakan oleh bak ketika melaporkan rekening kayak nasibnya.

“Keempat, mulai sekarang harus dipastikan jamaah kapan berangkatnya. Kelima,semua pengelolaan dana haji harus ada akadnya dan jangan terkesan semaunya. Selama ini t erlihat  belum ada akad dana haji dipakai untuk diluar haji dan ini juga harus jelas karena sesuai syariah. Juga penggunaan dana haji sebelum pemerintahan periode ini juga harus dijelaskan secara jelas ke publik,” tegasnya.

Sebelumnya, dalam rilisnya Badan Pengelolaan Keuangan Haji (BPKH) menanggapi kritik pengelolaan dana haji yang disuarakan pengamat ekonomi Salamuddin Daeng. Anggito Abimanyu dalam keterangan terulis pada wartawan, Kamis (18/10), memberikan tanggapannya.

Pertama, Anggito mengatakan, pengelolaan dana haji atau keuangan haji dilakukan secara optimal, profesional, syariah, transparan, efisien, dan nirlaba. Karena itu, jika pada akhir tahun keuangan haji terdapat efisiensi dan nilai manfaat lebih, akan dikembalikan ke kas haji milik Jamaah Haji.

Kedua, sejak 2009, Kementerian Agama dan sekarang BPKH telah menginvestasikan dana haji melalui instrumen SBSN(Surat Berharga Syariah Negara) Pemerintah, termasuk Sukuk Dana Haji Indonesia (SDHI) dengan outstanding per Juni 2018 sebesar Rp 37,9 triliun. Berdasarkan keterangan Kementerian Keuangan di media sosial pada 30 November 2017, penerbitan SBSN seri SDHI digunakan untuk  pembiayaan APBN secara umum dan tidak digunakan untuk pembiayaan proyek infrastruktur secara spesifik (earmarked).

Ketiga, Anggito menegaskan pengelolaan dana haji oleh BPKH dilakukan secara transparan, dipublikasikan, serta diaudit oleh badan pemeriksa Keuangan (BPK) dan diawasi oleh DPR RI. Dana haji yang diinvestasikan di Sukuk Dana Haji di pemerintah tetap utuh. Bahkan terus dikembangkan dan tidak ada yang berkurang. Pemerintah selalu mengembalikan pokok sukuk dana haji saat jatuh tempo dan memberikan imbal hasil, tepat waktu, dan tepat jumlah.

Keempat, biaya haji bagi jamaah haji yang berangkat, dibiayai dari setoran awal dan setoran lunas jamaah haji bersangkutan. Serta, nilai manfaat dari hasil penempatan dan investasi dana haji. Penggunaan nilai manfaat untuk jamaah berangkat sesuai dengan UU Nomor 13 Tahun 2008 mengenai Penyelenggaraan Ibadah Haji.

Mulai 2018 sesuai dengan UU Nomor 34 Tahun 2014 mengenai pengelolaan keuangan haji sebagian nilai manfaat juga dialokasikan kepada jamaah tunggu dalam bentuk virtual account. Pemerintah dan BPKH menjamin, jamaah haji yang berangkat dipastikan mendapat pelayanan memadai dan dipenuhi hak-hak keuangannya. Jamaah tunggu mendapat bagian nilai manfaat (virtual account). Karena itu, tidak ada penerapan sistem ponzi.

Kelima, setiap tahun Kementerian Agama (sekarang di BPKH) memperoleh tambahan akumulasi dana kelolaan dari setoran awal jamaah baru dan dikelola oleh BPKH (bukan pemerintah) untuk mendapatkan nilai manfaat. Investasi BPKH pada instrumen SBSN dikelola dan dijamin pemerintah dalam skema APBN. Hasil investasi dimanfaatkan untuk penyelenggaraan ibadah haji dan jamaah haji tunggu melalui virtual account.

Keenam, pengelolaan keuangan haji dilakukan secara hati-hati dan aman, tidak berbahaya bagi jamaah haji berangkat maupun tunggu. Waktu tunggu jamaah haji menurut informasi dari Kementerian Agama memang semakin panjang, tetapi dipastikan tidak ada jamaah tunggu yang tidak berangkat sampai akhir hayat, kecuali meninggal atau membatalkan. Jamaah haji tunggu akan berangkat sesuai dengan urutan waktu tunggu dan banyaknya kuota haji Indonesia setiap tahun.

Kabar mengenai dipergunakannya dana setoran haji untuk proyek infrastruktur memang sudah ramai beredar ke publik. Ketua Umum Himpunan Penyelenggara  Umrah dan Haji (Himpuh), Baluki Ahmad, mengakui berita itu semenjak kemarin memang sudah diketahuinya. Beberapa anggota Himpuh dalam rapat mingguan pun ikut mempertanyakan kebenaran penggunaan dana haji untuk infrastrukur tersebut.

“Saya telah mendengarnya sejak beberapa hari ini. Semalam malah para anggota Himpuh mempertanyakannya dalam rapat. Mereka ramai memperbincangkannya karena merasa peduli dengan nasib dana umat Islam itu. Saya akan terus mencari kebenaran berita ini,” kata Baluki seraya mengatakan memang soal penggunaan dana haji perlu dibuka secara luas ke publik agar tak mengundang prasangka karena jumlahnya memang sangat besar.

Hal yang sama juga dikatakan Ketua Umum Serikat Penyelenggara Haji Umrah Indonesia (Sapuh)i, Syam Resfiadi. Dia mengatakan memang sudah mendengarnya dari banyak pihak soal berita itu.

”Kami memang tidak terkait soal setoran haji, karena kami adalah mengurusi layanan jamaah haji khusus. Tapi kami peduli dengan nasib dana umat itu. Dipakai memang boleh saja, tapi harus peruntukannya dan perhitungan keuntungan serta pengembalian dananya itu. Jangan dana setoran haji malah berkuran, apalagi hilang,” tegasnya.

Ketua Komisi VIII DPR, Ali Taher Parasong, mengatakan kaget ketika diberitahu adanya kabar yang beredar tersebut, Sebab, sepanjang pengetahuannya pemakaian dana haji untuk proyek infrastruktur ini berakhir pada tahun 2014, seiring dengan terbitnya UU No 34 tahun 2014 tentang pengelolan keuangan haji.

”Setahu saya setelah tahun 2014 tak ada lagi dana setoran haji untuk mendanai proyek infrastruktur. Kalau sekarang beredar kabar yang mengatakan sebaliknya saya belum tahu. Saya akan cek berita itu kepada pihak terkait,” kata Ali Taher.

Kementerian Agama (Kemenag) juga membantah adanya dana haji yang digunakan untuk menunjang pembangunan infrastruktur yang massif dilakukan di Tanah Air. “Tidak ada dana haji yang digunakan untuk infrastruktur selama ini,” kata Direktur Pengelolaan Dana Haji dan Sistem Informasi Haji Terpadu Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU), Kemenag Ramadhan Harisman kepada Republika, Kamis (18/10).

Dia mengatakan bantahan atas tudingan pengamat politik Salamuddin Daeng tentang penggunaan dana haji pernah dijelaskan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Namun, dia enggan menjelaskan lebih lanjut ihwal bantahan itu.

Ramadhan mengatakan, saat ini pengelolaan dana haji, termasuk kebijakan investasi berada di bawah kewenangan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Dia mengatakan Kemenag tidak punya wewenang untuk membuat kebijakan investasi keuangan haji. Karena itu, terkait investasi untuk mendapat nilai manfaat dari dana haji berada di bawah BPKH.

“Kemenag hanya membuat kebijakan penyelenggaraan ibadah haji, dan tidak termasuk kebijakan pengelolaan keuangan haji,” ujar dia.

Terkait polemik soal  penggunaan dana haji tersebut, Staff Ahli Bidang Pengeluaran negara Kementerian Keuangan, Suminto,  menegaskan, pengelolaan dana haji saat ini berada di tangan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). BPKH yang menyusun strategi investasi untuk mengelola keuangan haji.

Sedangkan ketika ditanya soal kebenaran data itu diambil dari website Kemenkeu, Suminto mengatakan  tanya saja kepada pihak lain yang berwenang di Kemenkeu. Namun, sampai berita ini ditulis pihak yang ditunjuk untuk menjawab belum memberikan konfirmasi, meskipun pesan permintaan melakukan konfirmasi sudah dijawab.

Suminto lebih lanjut mengatakan sepanjang yang dia ketahui  investasi dana haji salah satunya dilakukan melalui sukuk yakni Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). “Sebelum saya pindah (dari pembiayaan syariah) per 17 Juli, sudah terdapat beberapa kali pembelian SBSN melalui private placement,” ujar Suminto kepada Republika.co.id, Jumat (19/10).

Meskipun begitu, Suminto tidak dapat merinci penggunaan dari imbal hasil investasi dana haji. BPKH telah ditunjuk oleh pemerintah untuk mengelola dana haji dan menyusun strategi investasi dana tersebut, dan penggunaannya.

“Menurut saya, antara investasi BPKH pada SBSN, dengan dana dari SBSN tersebut oleh Pemerintah digunakan untuk apa, adalah dua hal yang terpisah. BPKH berinvestasi pada SBSN sama saja dengan investor lain yang berinvestasi pada SBSN, yakni menjadikan SBSN sebagai instrumen investasi,” jelas Suminto.