Fikih Seputar Berbaliknya Imam Selesai Salat

Di antara adab bagi seorang imam salat jamaah setelah selesai salat adalah imam disunahkan berbalik menghadap kepada makmum. Salah satu dalilnya hadis dari Samurah bin Jundub radhiyallahu ‘anhu. Beliau radhiyallahu ‘anhu berkata,

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا صَلَّى صَلاَةً أَقْبَلَ عَلَيْنَا بِوَجْهِهِ

“Biasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika setelah selesai salat, beliau menghadapkan wajahnya kepada kami.” (HR. Bukhari no. 845)

Demikian juga hadis dari Al-Barra’ bin ‘Adzib radhiyallahu ‘anhu. Beliau radhiyallahu ‘anhu berkata,

كُنَّا إِذَا صَلَّيْنَا خَلْفَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، أَحْبَبْنَا أَنْ نَكُونَ عَنْ يَمِينِهِ ، يُقْبِلُ عَلَيْنَا بِوَجْهِهِ

“Dahulu kami salat bermakmum bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan kami senang berada di sebelah kanan beliau, karena beliau menghadapkan wajahnya kepada kami setelah salat.” (HR. Muslim no. 709).

Syekh Muhammad bin Ibrahim At-Tuwaijiri menjelaskan, “Setelah salat, imam berbalik ke arah makmum dengan cara berputar ke sebelah kanan atau ke sebelah kiri. Semua ini hukumnya sunah.” (Shifatul Wudhu was Shalah, hal. 27)

Baca Juga: Hukum Melakukan Salat di Belakang Imam yang Melakukan Salat Wajib Sebelum Waktunya

Kapan berbaliknya?

Disebutkan dalam riwayat dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata,

كانَ النبيُّ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ إذَا سَلَّمَ لَمْ يَقْعُدْ إلَّا مِقْدَارَ ما يقولُ: اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلَامُ وَمِنْكَ السَّلَامُ، تَبَارَكْتَ ذَا الجَلَالِ وَالإِكْرَامِ

“Biasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidaklah duduk sejenak setelah salat, kecuali sekadar bacaan ‘Allohumma antas salam wa minkas salam tabarokta dzal jalali wal ikrom.’” (HR. Muslim no. 592)

Ini menunjukkan bahwa imam berbalik ke arah makmum adalah setelah membaca doa di atas.

Boleh berputar ke kanan atau ke kiri

Imam berbalik ke arah makmum dianjurkan dengan cara berputar ke arah kanan, sebagaimana dalam hadis Al-Barra’ bin ‘Adzib radhiyallahu ‘anhu. Perkataan,

أَحْبَبْنَا أَنْ نَكُونَ عَنْ يَمِينِهِ ، يُقْبِلُ عَلَيْنَا بِوَجْهِهِ

“Dan kami senang berada di sebelah kanan beliau, karena beliau menghadapkan wajahnya kepada kami setelah salat.”

menunjukkan ini yang paling sering Rasulullah lakukan. Namun, juga boleh kadang-kadang berputar ke arah kiri. Sebagaimana dalam hadis dari Hulb Ath-Tha’i radhiyallahu ‘anhu,

كان رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ يَؤُمُّنا فينصرفُ على جانبَيه جميعًا ، على يمينِه ، وعلى شمالِه

“Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengimami kami, setelah salat beliau biasa berputar (ke arah kami) melalui dua sisinya. Terkadang ke sisi kanan, dan terkadang ke sisi kiri.” (HR. Abu Daud no. 1041, At-Tirmidzi no. 301, disahihkan Al-Albani dalam Shahih Abu Daud dan Shahih At-Tirmidzi)

Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan,

كان صلى الله عليه وسلم إذا سلم استغفر ثلاثاً، وقال: “اللهُمَّ أَنْتَ السَّلاَمُ، ومنكَ السلاَمُ، تَبَارَكْتَ يَا ذَا الجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ” ولم يمكث مستقبِلَ القِبلة إلا مقدارَ ما يقولُ ذلك ، بل يُسرع الانتقالَ إلى المأمومين ، وكان ينفتِل عن يمينه وعن يساره

“Biasanya Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam setelah salam beliau istigfar 3x. Beliau lalu mengucapkan, ‘Allohumma antas salam wa minkas salam tabarokta dzal jalali wal ikrom.’ Beliau tidak duduk berdiam menghadap kiblat, kecuali sekadar mengucapkan itu saja. Kemudian, beliau bersegera menghadap para makmum. Terkadang beliau memutar badan ke sisi kanan dan terkadang ke sisi kiri.” (Zaadul Ma’aad, 1: 295).

Bolehkah makmum pergi sebelum imam berbalik?

Sebuah pertanyaan disampaikan kepada Syekh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah, “Sebagian orang berkata, tidak boleh makmum keluar dari masjid selama imam belum berbalik, apakah perkataan ini benar?”

Syekh menjawab, “Ada ihtimal bahwa pendapat tersebut benar. Namun, yang lebih tepat, pendapat tersebut tidak benar. Hukumnya mustahab bagi makmum untuk berdiam diri selama imam belum berbalik. Lebih utama demikian. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

إنِّي إمَامُكُمْ، فلا تَسْبِقُونِي بالرُّكُوعِ ولَا بالسُّجُودِ، ولَا بالقِيَامِ ولَا بالانْصِرَافِ

“Sesungguhnya aku adalah imam kalian. Maka, janganlah kalian mendahului aku ketika rukuk, sujud, berdiri, ataupun al-inshiraf  (berpaling).” (HR. Muslim no. 426)

Pendapat yang masyhur dalam memahami hadis ini adalah bahwa al-inshiraf di sini maknanya adalah salam, bukan berbalik ke hadapan makmum. Pendapat yang masyhur adalah salam, sebagaimana perkataan Tsauban,

كانَ رَسولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ، إذَا انْصَرَفَ مِن صَلَاتِهِ اسْتَغْفَرَ ثَلَاثًا

“Biasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika beliau insharafa (salam) dari salatnya, beliau istigfar 3x.” (HR. Muslim no. 591)

Insharafa di sini maknanya salam.

Adapun mengenai berbaliknya imam, maka yang lebih utama para makmum bersabar (tidak pergi) sampai imam berbalik kepada mereka. Ini yang lebih utama. Namun, jika makmum berdiri sebelum imam berbalik, maka dalam pendapat yang tepat, itu tidak mengapa. Karena inshiraf dalam hadis maknanya adalah salam” (Fatawa Nurun ‘alad Darbi, hal. 937)

Ikhwati fillah, coba direnungkan, masalah memutar badan saja ada dalilnya dan ada ilmunya. Maka sudahlah, jangan sibukan diri para perkara yang kurang bermanfaat. Karena banyak ilmu yang belum kita pelajari. Sibukan diri dengan ilmu, agar hidupmu berjalan di atas ilmu dan menggapai rida Rabbmu.

Semoga Allah Ta’ala memberi taufik.

Penulis: Yulian Purnama

Sumber: https://muslim.or.id/71018-fikih-berbaliknya-imam-selesai-shalat.html