Refleksi Tulisan Habib Husein Ja’far: Move On dari Dosa, Itu Harus

Tiada satu pun makhluk di muka bumi ini yang tidak berdosa. Sejak akil balig, segala perbuatan mulai diperhitungkan dan menjadi catatan bagi malaikat raqib dan atid. Bicara soal dosa, tulisan ini merupakan bentuk dari refleksi tulisan Habib Husein Ja’far yang berjudul Move On dari Dosa dalam bukunya yang berjudul Seni Merayu Tuhan.

Sebelum jauh dari pembahasan, ada baiknya mengenal kembali apa sih dosa? Belakangan kata dosa kerap dilontarkan oleh siapa pun dan kapan pun. Bahkan seperti di tempat tongkrongan, kata berdosa acap kali jadi bahan canda. Misalnya ‘ih berdosa banget,’ atau ‘dosa lu!’ dan masih beragam banyaknya.

Lantas apa sih dosa? Kalau merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), dosa bermakna perbuatan yang melanggar hukum Tuhan dan agama. Selain itu, dosa juga disematkan pada orang-orang yang melakukan perbuatan salah.

Contohnya, memaki orang tua dengan kalimat tidak pantas, melanggar adat setempat atau tatanan hukum. Namun dosa, memang melekat erat dengan nilai-nilai keagamaan, moralitas dan sosial.

Secara umum, dosa di dalam Islam nyatanya terbagi menjadi dua yaitu dosa besar dan dosa kecil. Pembagian dosa ini bisa dilihat dalam Al-Quran, salah satunya seperti :

إِنْ تَجْتَنِبُوا كَبَائِرَ مَا تُنْهَوْنَ عَنْهُ نُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَنُدْخِلْكُمْ مُدْخَلًا كَرِيمًا

Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa besar yang dilarang kamu mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil) dan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia (surga)” (QS. An-Nisa`: 31).

Ada yang berpendapat jika dosa kecil merupakan perbuatan yang tidak memiliki aturan hukuman had-nya. Hukuman had sendiri berarti hukuman yang ditentukan bentuknya oleh syariat. Sehingga dampak dari dosa kecil ini tidak sebesar si dosa besar.

Meski disebut sebagai kecil, tetap saja dosa sebisa mungkin perlu dihindari. Bukan tidak mungkin, sesuatu yang kecil kalau terus ditumpuk akan menggunung dan menimbulkan dampak buruk.

Sedangkan dosa besar merupakan bentuk pelanggaran atau kejahatan yang dijanjikan akan mendapat ganjaran yang keras oleh Allah SWT. Selain itu pelaku dari dosa besar pun ‘dijanjikan’ akan mendapatkan hukuman dan siksa yang ada disebutkan dalam Al-Quran dan Hadist.

Perilaku dosa besar pun selalu mengarah pada kerusakan yang tidak hanya merugikan diri si pelaku, tapi juga orang lain bahkan lingkungan sekitar. Seperti apa sih dosa besar itu?

Beberapa dosa besar yang sering kita dengar di antaranya seperti perbuatan syirik atau menyekutukan Allah SWT dengan makhluk lain. Atau bisa juga berupa perbuatan zina hingga membunuh.

Sampai di sini tentu sudah terbayang sebesar apa impact dari dosa besar itu. Tidak dapat ditampik, entah kita atau orang lain mungkin saja pernah melakukan dosa besar. Dan usai melakukan perbuatan dosa, bisa saja tersembunyi rasa bersalah yang luar biasa menyesakkan.

Beberapa perasaan bersalah ini tidak sedikit diikuti dengan putus asa dan tanda tanya. Akankah Allah mengampuni segala dosa yang telah diperbuat, atau bagaimana?  Meski mungkin belum tepat sebagai jawaban, tulisan dari Habib Husen Ja’far di dalam buku berjudul Seni Merayu Tuhan ini sepertinya bisa jadi ‘gong’.

Layaknya sahara, tulisan ini dapat menghapus sedikit dahaga dari rasa putus asa pendosa. Habib Husen mengungkapkan jika ‘jangan berputus asa’. Karena ampunan-Nya, jauh lebih dulu dan lebih luas. Bahkan dari dosa yang telah diperbuat oleh manusia itu sendiri.

Seberapa pun besar dosa tersebut, pengampunan Allah lebih, bahkan maha besar. Maka tidak ada kata terlambat untuk ‘kembali’ dan bertobat, memohon ampun. Di sini penulis merasakan sesuatu yang jarang disampaikan soal Islam. Yaitu Allah maha pengasih lagi maha penyayang. Kasih tersebut terlihat dari ampunan-Nya yang tidak terbatas alias unlimited.

 Pesan ini layak disebarluaskan. Mengingat banyak orang yang ‘tersandera’ karena dosa yang telah ia buat. Pemikiran seperti ‘percuma, dosaku sudah kadung banyak atau terlanjur basah, berenang saja sekalian, menjadi umpama diri tengah disandera oleh dosa besar.

Tulisan dari Habib Husen Ja’far ini pula yang mengingatkan penulis pada seorang teman yang pernah membeberkan kalimat berbeda, tapi tujuannya yang sama. Meski masih belum mampu lepas dari cengkeraman dosa yang teramat kuat, jangan malu hingga berhenti untuk salat dan berbuat baik.

Jangan merasa percuma, karena sesuatu yang diniatkan pada kebaikan, akan berakhir baik pula. Pesan terakhir yang penulis tangkap adalah mari selalu berusaha move on dari dosa. Jika belum bisa, coba lagi, coba terus.

BINCANG SYARIAH

Habib Husein Ja’far; Wayang Bisa Halal atau Haram

Belakangan “wayang” tengah ramai diperbincangkan nitizen. Pasalnya, salah seorang pendakwah agama yang menyebut wayang hukumnya haram. Lebih jauh lagi, penceramah tersebut mengatakan wayang harus dimusnahkan dari Indonesia.

Imbasnya,  kontroversi  “wayang itu haram” menyebar di linimasa media sosial. Menimbulkan gejolak di tengah masyarakat. Pro dan kontra pun terkait persoalan tersebut tak terelakkan. Bahkan, perkumpulan pedalangan ingin melaporkan pada pihak yang berwajib.

Menanggapi ramainya  pembahasan terkait wayang , Habib Husein Ja’far Al Hadar menjelaskan bahwa pembicaraan terkait wayang bisa halal dan bisa haram. Wayang itu halal seperti yang ditulis oleh KH. Agus Sunyoto, sebagaimana para Wali  Songo yang menjadikan wayang sebagai tembang dan pesantren. “Wayang itu sebagai media dakwah. Itu media yang sangat efektif,” jelas Habib Husein Ja’far, dalam Instagram Husein_Hadar.

Pada sisi lain, wayang bisa juga dikatakan haram. Terlebih jika manusia, dijadikan wayang oleh egonya. Pasalnya, banyak manusia yang dikontrol oleh nafsu dan birahinya.  “Wayang bisa haram, kalau kita jadi wayang dari ego kita. Jadilah Wayang dari akal dan hati mu,” tambah Habib Husein Ja’far.

Tak bisa dipungkiri,  wayang merupakan  budaya asli Nusantara. UNESCO, sejak 2003, menetapkan wayang Indonesia sebagai karya budaya dunia.  Lebih jauh, dalam wayang terdapat nilai efektif yang mengajarkan moral dan budi pekerti bagi peradaban bangsa.

Pada era terdahulu, para Walisongo menjadikan wayang sebagai media dakwah untuk mengenalkan ajaran Islam. Wayang juga dijadikan oleh para Wali dari tanah Jawa tersebut sebagai ajaran Islam.

BINCANG SYARIAH