Hukum Perampasan Tanah Milik Orang Lain

Desa Wadas, Kecamatan Bener,  Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, pada selasa (8/2) kemarin memanas. Warga setempat bersitegang dengan aparat. Hal ini dipicu oleh pengukuran lokasi Proyek Waduk Bener oleh Badan Pertanahan Nasional  (BPN). Setidaknya ada 23 warga diamankan petugas karena membawa sajam.

Masalahnya, warga berontak karena tanah mereka akan diambil paksa untuk kepentingan Proyek Waduk Bener. Namun, Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Badan Pertanahan Nasional provinsi Jawa Tengah memberikan klarifikasi pengukuran tersebut bukan dalam rangka untuk mengambil alih (secara paksa) tanah warga, melainkan untuk mengetahui jumlah luas tiap bidang tanah, pemegang hak dan jumlah tanam tumbuh di atasnya. Dan yang diukur hanya lahan warga yang telah menerima ganti rugi, lainnya tidak.

Keterlibatan aparat keamanan kali ini sebagai antisipasi terhadap keamanan tim dari BPN mengingat pada tahun 2021 kemaren ketika tim turun bergesekan dengan warga. Jadi, bukan mengambil paksa dengan menggunakan kekuatan aparat.

Terlepas dari persoalan Wadas yang memanas dan terlepas siapa yang benar dan salah, biar hukum yang berbicara secara adil. Tulisan ini hanya akan menjelaskan hukum mengambil tanah milik orang lain secara semena-mena.

Agama Islam sangat melarang menyerobot atau mengambil secara paksa (dzalim) tanah milik orang lain meskipun hanya sejengkal. Bentuk kedzaliman seperti ini kerap terjadi. Misal, membuat pagar batas rumah dengan mengambil sedikit tanah tetangga, atau sengaja memindah patok batas tanah untuk menambah luas tanah miliknya.

Sabda Nabi, “Barang siapa mengambil sejengkal tanah dengan cara dzalim (merampas), ia dikalungkan tanah sebanyak tujuh lapis bumi kelak di hari kiamat”. (HR. Muslim).

Siksa orang yang mengambil tanah milik orang lain secara semena-mena adalah dililitkan di lehernya tanah sebanyak tujuh lapis bumi. Tidak terbayangkan pedihnya siksa tersebut. Begitu mengerikan dan sangat menyiksa. Bayangkan saja leher kita dililit oleh tanah tujuh lapis bumi. Seratus kilo tanah saja tidak terbayangkan sakitnya.

Imam Nawawi dalam kitabnya Syarah Nawawi ‘ala Muslim menjelaskan, hadis ini menegaskan haramnya ghasab dan mengambil tanah milik orang lain secara dzalim serta pedihnya siksa perbuatan tersebut.

Redaksi hadis senada juga diriwayatkan oleh Aisyah. Menurut  Imam Bukhari dan Imam Muslim kualitas hadisnya shahih.

Dengan demikian, jelas, hukum mengambil tanah milik orang lain secara semena-mena hukumnya haram. Perbuatan ini diancam dengan siksa yang sangat berat. Pelakunya akan disiksa dengan cara dililitkan tanah sebanyak tujuh lapis bumi di lehernya.

Demikian juga tentang lahan warga di Wadas. Jika pengukuran tersebut dimaksudkan untuk mengambil tanah warga secara dzalim hukumnya haram. Namun apabila pemerintah telah memberikan ganti rugi yang sepadan maka justru orang yang menghalangi proses pengukuran tersebut yang berbuat dzalim.

ISLAM KAFFAH