Husnudzon adalah Metode Efektif Menata Hati melalui Pikiran

Ketika saya gagal saya maknai itu sebagai kemenangan yang tertunda. Cara berpikir demikian adalah cara seseorang menata hati melalui pikiran. Realitas dan kejadian diolah dengan cara berpikir yang positif sehingga tidak menimbulkan keresehatan hati.

Ada lagi yang sering dikatakan seorang ketika mendapati kegagalan. Tuhan belum mempercayai saya untuk mendapatkannya karena bisa jadi apa yang saya dapat akan menjadi senjata mematikan buat saya.

Kedua perkataan di atas mengandung pemaknaan yang jauh ke depan untuk tidak menyesali kejadian tragis yang dihadapi hari ini. Meskipun kita tidak juga memahami apa yang akan terjadi di masa yang akan datang.

Inilah sebenarnya inti dari husnuddzon yang diajarkan dalam Islam. Husnuddzon mempunyai tiga level tingkatan; pra sangka baik terhadap diri, orang lain dan Tuhan. Sikap ini bukan tentang keyakinan fatalistic terhadap apa yang sudah terjadi. Mari, kita terjemahkan ini dalam sudut pandang yang husnuddzon sebagai keyakinan optimistik terhadap apa akan terjadi.

Seorang penganut filsafat Stoik yang juga Kaisar Romawi yang sukses dan terkenal, Marcus Aurelius pernah mengatakan : Kebahagiaan hidupmu bergantung pada kualitas pikiranmu. Para pemegang keyakinan rasionalisme juga mempercayai kualitas akal yang menentukan kebaikan dan atau sumber kebaikan itu sendiri. Kebenaran, kebaikan bukan tentang apa yang terjadi di luar, tetapi yang muncul dalam diri kita melalui pikiran.

Islam mengajarkan tentang husnuddzon yang sejatinya berpijak pada kualitas pikiran yang baik akan menentukan cara pandang yang baik dan bertindak yang bajik. Kualitas pikiran kita akan menentukan car akita memahami, memaknai dan mengalami hidup ini.

Dalam sebuah hadist qudsy Allah berfirman : Aku sesuai prasangka hambaku padaku. Jika prasangka itu baik, maka kebaikan baginya. Dan apabila prasangka itu buruk, maka keburukan baginya.” (HR. Muslim).

Husnudzon adalah cara umat Islam membangun pikirannya dalam melihat setiap kejadian. Segala sesuatu yang dilihat dari sudut pandang kebaikan melahirkan kebaikan. Begitu pula sebaliknya. Cara memulainya tentu dengan berhusnuddzon kepada Allah dengan meyakini Allah Maha Baik.

Apakah husnuddzon adalah sikap fatalistik dengan menerima apapun dalam sudut pandang kebaikan? Mari kita lihat contoh perkataan di atas bahwa kegagalan saya adalah kemenangan yang tertunda. Apakah kata-kata ini sebuah cerminan orang putus asa terhadap sebuah kenyataan?

Tidak! Ini sebuah cara pandang optimistik untuk membangun kepercayaan diri dengan berusaha dalam momen yang berbeda. Hidup memang singkat, tetapi bukan sempit. Banyak jalan dan cara meraih kemenangan setelah kegagalan. Hidup memang penuh tragedi dan tak terduga akan terjadi. Tetapi bukan berarti kita harus dilibas habis dan menyerah.

Kegagalan paling fatal ketika menghadapi musibah bukan kelumpuhan fisik, tetapi kelumpuhan mental dan jiwa untuk bangkit kembali meraih mimpi. Husnudzon mengajarkan manusia untuk kembali bangkit meraih apa belum tergenggam. Husnuddzon memberikan kekuatan untuk tidak putus asa ketika hal yang tidak diinginkan menimpa. Husnuddzon adalah cara diri menata pikiran untuk menenangkan hati.

Pusat segala sesuatu pada akhirnya adalah cara pandang melalui akal budi kita. Sebagaimana Allah mengatakan kebaikan dan keburukan tergantung pada persepsi dan pra sangka hambaNya.

Jika tragedi saya maknai hukuman, selesailah hidup saya dan mati menanggung dosa. Jika tragedi saya maknai sebagai ujian, bersiaplah saya untuk menuntaskan agar lolos sebagai pemenang.

Maka, bagi saya tidak ada manusia yang gagal, tetapi manusia yang sedang menunggu giliran menjadi pemenang. Terus lah berlomba dalam kebaikan karena sesungguhnya penentu kemenangan yang sebenarnya adalah Tuhan.

ISLAMKAFFAH

Manisnya Gulali dalam Hati Jika Husnudzon

“WAHAI orang-orang yang beriman, jauhilah oleh kalian kebanyakan dari persangkaan (zhan) karena sesungguhnya sebagian dari persangkaan itu merupakan dosa.” (Al-Hujurat: 12)

Ayat di atas sangat jelas memerintahkan kita untuk menjauhi dzan atau prasangka. Selain ayat Alquran diatas, ada beberapa hadits yang mendukung hal tersebut.

Rasulullah SAW menegaskan dalam hadisnya, “Jauhilah olehmu prasangka. Sesungguhnya prasangka itu adalah perkataan yang paling dusta.” (Muttafaq alaih).

Sebenarnya apa itu prasangka?

Syekh Mahmud al-Mishri dalam kitab Mausuah min Akhlaqir-Rasul, menjelaskanAda empat macam prasangka yang ada dalamkehidupan kita sehari-hari. Pertama, prasangka yang diharamkan. Yaitu prasangka kepada Allah dan muslimin yang adil. Kedua, prasangka yang dibolehkan, yaitu yang terlintas dalam hati seorang Muslim kepada saudaranya. Hal ini dikarenakan adanya hal yang mencurigakan. Ketiga, prasangka yang dianjurkan, yaitu prasangka yang baik terhadap sesama Muslim. Prasangka jenis terakhir prasangka yang diperintahkan. Prasangka jenis ini dalam hal ibadah dan hukum yang belum ada nashnya.

 

 

Tentang prasangka kepada manusia, banyak orang yang begitu berat menjalani hidupnya gegara prasangka buruk terhadap sauadaranya. Setiap bertemu dengan orang lain yang terpikir adalah keburukan. Bila orang tersebut bertanya, yang terpikir adalah apa yang kira-kira akan dia lakukan setelah dia bertanya.

Ada pula jenis manusia seperti yang Syekh Mahmud al-Mishri jelaskan sebagai jenis prasangka yang pertama yaitu prasangka kepada Allah. Bentuknya adalah berupa pesimis yang berlebihan. Berprasangka buruk akan keadaan yang belum terjadi. Takut kalau Allah akan menimpakan hal buruk atas dirinya. Padahal Allah selalu sesuai prasangka hambanya.

Mereka yang selalu berprasangka buruk atas kondisi yang belum terjadi atau atas kondisi orang lain tidak bisa merasakan manis gulali dalam hati. Apapun seolah menjadi ancaman yang akan menjatuhkan dirinya. Akibatnya hidup terasa lebih berat untuk dijalani.

Maka, untukmu yang ingin merasakan manisnya gulali dalam hati, mari sama-sama belajar untuk husnudzon kepada siapapun, utamanya kepada Allah. Agar Allah turunkan ketenangan dalam hati. []

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2366176/manisnya-gulali-dalam-hati-jika-husnudzon#sthash.7V60Zvvq.dpuf