Mengapa Buku Nikah Diganti Kartu?

Kementerian Agama (Kemenag) melalui Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam (Dirjen Bimas) mencoba terobosan inovasi berupa penerbitan kartu nikah. Inovasi ini diklaim sejalan dengan peluncuran Sistem Informasi Manajemen Nikah Berbasis Wabsite (Simkah Web).

Ditjen Bimas Kemenag, Muhammadiyah Amin mengatakan pada tahap awal akan diluncurkan satu juta kartu nikah. Satu juta kartu nikah akan diterbitkan pada hari ini untuk pasangan yang tersebar di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung dan lain sebagainya.

“Pertama kali besok 12 November baru selesai cetak semua satu juta kartu nikah. Langkah ini sebagai bentuk inovasi dari Dirjen Bimas Kemenag. Pada akhir November cetak kartu nikah sudah berjalan di kota-kota besar lainnya sehingga pada 2020 sudah tidak ada lagi buku nikah,” ujarnya ketika dihubungi Republika, Ahad (11/11).

Menurutnya, kartu nikah berisi tentang informasi pernikahan yang bersangkutan seperti nama, nomor akta nikah, nomor perforasi buku nikah, tempat dan tanggal nikah. Di dalam kartu nikah tersebut, akan ada kode QR yang terhubung dengan aplikasi Simkah (Sistem Informasi Manajemen Nikah).

“Kartu nikah dilatarbelakangi oleh inovasi karena era digital, lalu buku nikah marak pemalsuan maka Simkah Web ini digunakan untuk meminimalisasi pemalsuan buku nikah. Lalu kartu nikah ini bersinergi dengan data-data kependudukan antara lain nama, alamat dan dll,” ucapnya.

Amin menjelaskan alasan penerbitan kartu nikah. Salah satunya semakin menjamurnya hotel syariah yang mensyaratkan adanya bukti nikah untuk pasangan yang hendak menginap.

“Perkembangan hotel syariah di negara kita berkembang maju ketika seorang tamu hotel syariah pasti diminta kependudukannya, ada enggakyang bawa buku nikah? Pasti enggak karena itu kartu nikah sangat praktis bisa di bawa kemana-mana seperti KTP,” ucapnya.

Amin juga menjelaskan, Simkah Web merupakan pengembangan dari aplikasi Simkah generasi pertama yang berbasis desktop. Aplikasi ini dirancang untuk mempermudah pengelolaan administrasi nikah dan rujuk pada KUA dengan dukungan validitas data yang terintegrasi dengan data Kependudukan dan Catatan Sipil.

Aplikasi yang telah diluncurkan oleh Bapak Menteri Agama pada 8 November 2018 merupakan tindaklanjut dari Nota Kesepahaman antara Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor: 470/5711/SJ dan Nomor 20 tahun 2015 Tentang Kerjasama Pemanfaatan Nomor Induk Kependudukan, Data Kependudukan Dan Ktp Elektronik Dalam Lingkup Kementerian Agama.

Keunggulan aplikasi Simkah Web:

  1. Mudah digunakan karena input data yang dilakukan cukup memasukan Nomor Induk Kependudukan (NIK) maka formulir nikah sudah terisi dengan data-data isian yang diperlukan dalam membuat akta nikah, buku nikah, dan kartu nikah.
  2. Aplikasi Simkah dilengkapi fitur untuk mencetak kartu nikah dan Survei Kepuasaan Masyarakat.
  3. Aplikasi Simkah menyediakan menu layanan publik yang dapat diakses secara online yaitu pendaftaran nikah.
  4. Aplikasi Simkah dapat diintegrasikan ke berbagai aplikasi layanan yang sesuai dengan kebutuhan seperti Aplikasi PNBP daring yang saat ini sedang dalam proses integrasi.
  5. Pelaporan data peristiwa nikah dengan variabel data yang diinput dapat ditampilkan dalam bentuk data statistik seperti data usia nikah, pendidian, dan pekerjaan.
  6. Buku Nikah dan Kartu Nikah yang akan diberikan kepada pasangan nikah diberi kode QR yang dapat dibaca dengan menggunakan barcode/QR scanner yang tersambung dengan aplikasi simkah untuk mengatasi maraknya pemalsuan buku nikah.

Atas alasan keunggulan di atas, Dirjen Bimas Kemenag memperkenalkan produk inovatif yaitu Kartu Nikah. Kartu Nikah berisi tentang informasi pernikahan yang bersangkutan seperti nama, nomor akta nikah, nomor perforasi buku nikah, tempat dan tanggal nikah.

“Kami juga melaporkan bahwa aplikasi Simkah Web ini sudah diujicobakan kepada KUA di Seluruh Provinsi sejak Juni 2018. Kami mengapresiasi provinsi yang sudah 100 persen menggunakan Simkah Web yaitu Prov DI Yogyakarta. Provinsi paling banyak melakukan aktivasi Simkah Web yaitu provinsi Jawa Barat,” ungkapnya.

Direktur Bina KUA dan Keluarga Sakinah, Mohsen mengatakan 49 persen KUA seluruh Indonesia telah mencetak Kartu Nikah sebanyak satu juta sebagai tahap pertama. “Setelah calon pengantin mengakses Sistem Informasi Manajemen NikahBerbasis Website (Simkah) Web, mereka dapat datang ke KUA dengan membawa persyaratan nikah dan mencetak kartu nikah,” jelas dia kepada Republika, Ahad (11/11).

Layanan pencetakan kartu nikah sudah tersedia di seluruh KUA di Indonesia. Kemenag telah memberikan KUA alat cetak tersebut.

Laman ini dapat diakses langsung oleh calon pengantin dari manapun untuk pendaftaran awal. Termasuk biaya yang dibebankan calon pengantin untuk akad nikah karena akan terhubungan dengan manajemen keuangan.

Sebanyak satu juta kartu nikah ini diprioritaskan bagi calon pengantin yang akan menikah pada 2018. Jika masih tersisa akan diberikan kepada pasangan suami istri yang membutuhkan kartu nikah.

Satu juta kartu nikah ini merupakan program tahap pertama. Setelahnya, Mohsen mengatakan, akan melakukan evaluasi terkait manfaat dan efektivitas tambahan dukungan dokumen pernikahan ini.

Menurut Mohsen, sejauh ini tanggapan masyarakat positif, karena memudahkan mereka terutama jika membutuhkan dokumen pernikahan. “Mereka tidak lagi perlu membawa buku nikah yang tebal, cukup kartu itu saja dapat dengan mudah disimpan di dompet dan dibawa kemanapun,” jelas dia.

Respons atas Kartu Nikah

Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Ace Hasan Syadzily menyambut baik inovasi yang dilakukan Kemenag tersebut. Karena, menurut dia, kartu nikah tersebut merupakan bagian dari upaya Kemenag untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat.

“Memang pernah kami bahas terkait dengan inovasi pembuatan buku nikah menjadi kartu nikah itu. Saya kira dari segi efisiensi penggunaan kartu nikah itu patut disambut dengan baik, patut didukung,” ujqr Ace saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (11/11).

Ace menuturkan, dalam kondisi tertentu biasanya masyarakat akan ditanyakan tentang status pernikahannya, sehingga masyarakat harus membawa buku nikah yang ukurannya cukup besar. Namun, dengan adanya kartu nikah tersebut, masyarakat akan lebih mudah menunjukkan status pernikahannya.

“Kalau punya kartu itu tinggal ditunjukkan saja. Jadi menurut saya patut didukung kebijakan tersebut,” ucapnya.

Dia mengatakan, dari segi anggaran sendiri, pembuatan kartu nikah tersebut tidak sebesar anggaran pembuatan KTP Elektronik. Karena, menurut dia, kartu nikah tersebut hanya merupakan kartu biasa seperti halnya kartu pelajar.

“Kartu itu kan tidak seperti kartu e-KTP yang memang membutuhkan anggaran yang cukup besar, karena kontennya macam-macam,” kata politikus Partai Golkar ini.

Berbeda dengan Ace, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menilai langkah pemerintah untuk menerbitkan kartu nikah sebagai buku nikah bukan hal yang mendesak. Sebab, buku nikah bukan layaknya Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang wajib di bawa ke mana-mana.

“Perlu diperjelas dahulu maksud dan tujuan apa? Menurut saya selama ini buku nikah sudah berfungsi dengan baik, di tempat yang dijaga oleh keluarga misal di brankas. Jadi penerbitan ini tidak mendesak untuk diganti,” ujar Wakil Sekretaris Jendral PBNU, Masduki Baidowi ketika dihubungi Republika, Ahad (11/11).

Menurutnya, jika rencana pemerintah ini terealisasi justru akan mempersulit masyarakat. Karena apabila berbentuk kartu, maka berpotensi hilang.

“Misalnya diganti dalam bentuk mirip ATM bisa di bawa ke mana-mana maka punya potensi mudah hilang,” ucapnya.

Untuk itu, ia meminta Kemenag mematangkan rencana ini secara detail baik tujuan dan maksudnya. Sebab, selama ini penyimpanan buku nikah yang dilakukan masyarakat sudah berjalan dengan baik.

“Saya tidak tahu adakah tujuan selain kepraktisan, kalau praktis memang lebih kecil, simpel dan mudah membuatnya karena sekarag eranya digital. Tetapi apa sebenarnya orang bawa buku nikah ke mana-mana? Kan tidak seperti KTP, maka ditanya gagasannya seperti apa, fungsinya,” ungkapnya.

REPUBLIKA

Diperas KUA Rp 2 juta, mualaf Inggris sebut penghulu jual ayat Allah

Merdeka.com – Belum juga lama di Indonesia, WN Inggris Gary William (33) sudah mempunyai beragam pengalaman pahit dengan birokrasi pemerintahan. Yang paling menusuk hatinya adalah saat dirinya dan sang istri yang berkewarganegaraan Indonesia mengurus pernikahan.

“Penghulunya bilang oh calonnya WNA langsung getok harga 2 juta. Aku sakit hati banget digituin. Persyaratannya saja kalah deh speech presiden,”keluh istri Gary, Illona mengawali ceritanya kepadamerdeka.com di kediamannya Bintaro, Minggu (22/6).

Saat meminta pengurangan biaya, petugas KUA di daerah Jawa Barat ini malah menyemprot Ilona, “masih mending kamu dikasih 2 juta, kemarin ada yang menikah dengan orang Swiss saya kasih 2,5 juta,” ujar illona menirukan ucapan petugas tersebut.

Parahnya lagi setelah persyaratan terpenuhi dokumen dan surat nikah Gary banyak salah. Bahkan Gary tercatat sebagai seorang WNI. “Dia meras kita. Kata Gary kita kan sesama muslim kenapa harus saling menyakiti apalagi dia menikahi kita dengan ayat Allah berarti dia menjual ayat Allah dong. Lah Gary kan istilahnya baru anak kemarin Gary sudah bilang begitu,” ucap Illona menggebu-gebu.

Gary yang memeluk Islam sejak 2011 dibuat pusing bahkan si penghulu minta Gary mengamplopkan uang tersebut dan menyampaikannya melalui kolong meja. Namun Ilona enggan menuruti permintaan oknum KUA tersebut.

“Mereka melihat saya orang barat yang pasti kaya, padahal saya cuma guru di sekolah. Dan itu enggak bagus,” ucap Gary singkat.

Kendati demikian, akhirnya dua sejoli ini menikah dan telah diberi keturunan. Anggota mualaf center ini, berharap agar muslim di Indonesia bisa mengamalkan nilai-nilai Islam dengan baik.