Keistimewaan Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam (Bag. 2)

Baca pembahasan sebelumnya Keistimewaan Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam (Bag. 1)

Keistimewaan ketiga, Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam memiliki syafaat ‘uzhma pada hari kiamat

Berkaitan dengan firman Allah Ta’ala,

عَسَى أَن يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَاماً مَّحْمُوداً

Mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.” (QS. Al-Isra’: 79)

Sahabat Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Al-maqam al-mahmud adalah maqam syafaat.” (Tafsir Ath-Thabari, 17: 527)

Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata, “Al-maqam al-mahmud adalah maqam syafaat pada hari kiamat.” (Tafsir Ath-Thabari, 17: 527)

Dalam sebuah hadis yang sangat panjang dalam Shahih Bukhari, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

“Aku pemimpin manusia pada hari kiamat, tahukah kalian mengapa? Allah akan mengumpulkan semua manusia, dari yang pertama hingga yang akhir dalam satu tanah lapang. Seorang penyeru akan menyeru mereka, pandangan menembus mereka, matahari mendekat, duka dan kesusahan manusia sampai pada batas yang tidak mampu mereka pikul. Orang-orang saling berkata satu sama lain, “Apakah kalian tidak melihat yang telah menimpa kalian? Apakah kalian tidak melihat siapa yang bisa memberi kalian syafaat kepada Rabb kalian?”

Orang-orang saling berkata satu sama lain, “Hendaklah kalian menemui Adam.” Mereka menemui Adam lalu berkata, “Engkau adalah bapak seluruh manusia, Allah menciptakanmu dengan tangan-Nya, meniupkan ruh-Nya padamu, dan memerintahkan para malaikat, lalu mereka sujud padamu. Berilah kami syafaat kepada Rabbmu. Apa Engkau tidak melihat kondisi kami? Apakah Engkau tidak melihat yang menimpa kami?” Adam berkata kepada mereka, “Rabbku saat ini benar-benar marah. Dia tidak pernah marah seperti itu sebelumnya dan tidak akan pernah seperti itu sesudahnya. Dulu Dia melarangku mendekati pohon, akan tetapi aku durhaka. Oh diriku, oh diriku, oh diriku. Pergilah kepada selainku. Pergilah ke Nuh.”

Mereka mendatangi Nuh lalu berkata, “Hai Nuh, Engkau adalah rasul pertama untuk penduduk bumi. Allah menyebutmu hamba yang sangat bersyukur, berilah kami syafaat kepada Rabb-mu. Apakah Engkau tidak melihat kondisi kami? Apakah Engkau tidak melihat yang menimpa kami?” Nuh berkata kepada mereka, “Rabbku saat ini benar-benar marah. Dia tidak pernah marah seperti itu sebelumnya dan tidak akan pernah seperti itu sesudahnya. Dulu aku pernah berdoa keburukan untuk kaumku. Oh diriku, oh diriku, oh diriku. Pergilah kepada selainku, pergilah ke Ibrahim.”

Mereka mendatangi Ibrahim lalu berkata, “Wahai Ibrahim, Engkau nabi Allah dan kekasih-Nya dari penduduk bumi, berilah kami syafaat kepada Rabbmu. Apakah Engkau tidak melihat kondisi kami? Apakah Engkau tidak melihat yang menimpa kami?” Ibrahim berkata kepada mereka, “Rabbku saat ini benar-benar marah. Dia tidak pernah marah seperti itu sebelumnya dan tidak akan pernah seperti itu sesudahnya. Dulu aku pernah bedusta tiga kali -Abu Hayyan menyebut ketiga-tiganya dalam hadis ini- Oh diriku, diriku, diriku, pergilah kepada selainku, pergilah ke Musa.”

Mereka menemui Musa, lalu berkata, “Wahai Musa, Engkau utusan Allah, Allah melebihkanmu dengan risalah dan kalam-Nya atas seluruh manusia. Berilah kami syafaat kepada Rabbmu. Apakah Engkau tidak melihat kondisi kami? Apakah Engkau tidak melihat yang menimpa kami? Musa berkata kepada mereka, “Rabbku saat ini benar-benar marah. Dia tidak pernah marah seperti itu sebelumnya dan tidak akan pernah seperti itu sesudahnya. Dulu aku pernah membunuh jiwa padahal aku tidak diperintahkan untuk membunuhnya. Oh diriku, diriku, diriku, pergilah kepada selainku, pergilah ke Isa.”

Baca Juga: Mengajarkan Sejarah Islam kepada Anak Sejak Usia Dini

Mereka mendatangi Isa lalu berkata, “Wahai ‘Isa, Engkau adalah utusan Allah, kalimat-Nya yang disampaikan ke Maryam, ruh dari-Nya, engkau berbicara pada manusia saat masih berada dalam buaian. Berilah kami syafaat kepada Rabbmu. Apakah Engkau tidak melihat kondisi kami? Apakah Engkau tidak melihat yang menimpa kami?” Isa berkata kepada mereka, “Rabbku saat ini benar-benar marah, Ia tidak pernah marah seperti itu sebelumnya dan tidak akan pernah seperti itu sesudahnya, namun ia tidak menyebut dosanya. Oh diriku, diriku, diriku, pergilah ke selainku, pergilah ke Muhammad.”

Mereka mendatangi Muhammad lalu berkata, “Wahai Muhammad, Engkau adalah utusan Allah, penutup para nabi, dosamu yang telah lalu dan yang kemudian telah diampuni. Berilah kami syafaat kepada Rabbmu. Apakah Engkau tidak melihat kondisi kami?”

Lalu aku pergi hingga sampai di bawah ‘Arsy, aku tersungkur bersujud kepada Rabbku, lalu Allah memulai dengan pujian dan sanjungan untukku yang belum pernah disampaikan kepada seorang pun sebelumku. Kemudian dikatakan, “Hai Muhammad, angkatlah kepalamu. Mintalah, pasti Engkau diberi. Berilah syafaat, nicaya Engkau diizinkan untuk memberi syafaat.”

Maka aku mengangkat kepalaku, aku berkata, “Wahai Rabb, umatku, wahai Rabb, umatku, wahai Rabb, umatku.” Ia berkata, “Hai Muhammad, masukkan orang yang tidak dihisab dari umatmu melalui pintu-pintu surga sebelah kanan dan mereka adalah sekutu semua manusia selain pintu-pintu itu.” Setelah itu beliau bersabda, “Demi Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya, jarak antara dua daun pintu-pintu surga seperti jarak antara Makkah dan Himyar atau seperti jarak antara Makkah dan Bashrah.” (HR. Bukhari no. 4712)

Baca Juga: Sejarah Penamaan “Muhammad” Untuk Nabi Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam

Keistimewaan keempat, Allah Ta’ala mengambil perjanjian atas seluruh rasul, agar mereka beriman dan membantu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika beliau diutus

Allah Ta’ala berfirman,

وَإِذْ أَخَذَ اللّهُ مِيثَاقَ النَّبِيِّيْنَ لَمَا آتَيْتُكُم مِّن كِتَابٍ وَحِكْمَةٍ ثُمَّ جَاءكُمْ رَسُولٌ مُّصَدِّقٌ لِّمَا مَعَكُمْ لَتُؤْمِنُنَّ بِهِ وَلَتَنصُرُنَّهُ قَالَ أَأَقْرَرْتُمْ وَأَخَذْتُمْ عَلَى ذَلِكُمْ إِصْرِي قَالُواْ أَقْرَرْنَا قَالَ فَاشْهَدُواْ وَأَنَاْ مَعَكُم مِّنَ الشَّاهِدِينَ

Dan (ingatlah) ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi, ‘Sungguh, apa saja yang Aku berikan kepadamu berupa kitab dan hikmah, kemudian datang kepadamu seorang rasul yang membenarkan apa yang ada padamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya.’ Allah berfirman, ‘Apakah kamu mengakui dan menerima perjanjian-Ku terhadap yang demikian itu?’ Mereka menjawab, ‘Kami mengakui.’ Allah berfirman, ‘Kalau begitu, saksikanlah (hai para nabi), dan Aku menjadi saksi (pula) bersama kamu.’” (QS. Ali Imran: 81)

As-Sudi rahimahullah berkata, “Tidaklah Allah Ta’ala mengutus Nabi sejak jaman Nuh ‘alaihis salaam, kecuali Allah mengambil perjanjian agar beriman kepada Muhammad dan menolongnya ketika Muhammad diutus dan mereka masih hidup dan agar kaumnya juga beriman dan menolongnya ketika Muhammad diutus dan mereka masih hidup.” (Tafsir Ath-Thabari, 6: 556)

Keistimewaan kelima, dihalalkannya ghanimah (harta rampasan perang), ditolong dengan dimasukkannya rasa takut ke dalam hati musuh beliau sejak sebulan perjalanan, dan bumi dijadikan sebagai tempat sujud dan suci

Diriwayatkan dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

أُعْطِيتُ خَمْسًا لَمْ يُعْطَهُنَّ أَحَدٌ مِنَ الأَنْبِيَاءِ قَبْلِي: نُصِرْتُ بِالرُّعْبِ مَسِيرَةَ شَهْرٍ، وَجُعِلَتْ لِي الأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا، وَأَيُّمَا رَجُلٍ مِنْ أُمَّتِي أَدْرَكَتْهُ الصَّلاَةُ فَلْيُصَلِّ، وَأُحِلَّتْ لِي الغَنَائِمُ، وَكَانَ النَّبِيُّ يُبْعَثُ إِلَى قَوْمِهِ خَاصَّةً، وَبُعِثْتُ إِلَى النَّاسِ كَافَّةً، وَأُعْطِيتُ الشَّفَاعَةَ

Aku diberikan lima perkara yang tidak diberikan kepada seorangpun dari nabi-nabi sebelumku: (1) aku ditolong melawan musuhku dengan ketakutan mereka sepanjang sebulan perjalanan; (2) bumi dijadikan untukku sebagai tempat sujud dan suci; maka di mana saja seorang laki-laki dari umatku mendapati waktu salat, hendaklah ia salat; (3) dihalalkan harta rampasan untukku; (4) para nabi sebelumku diutus khusus untuk kaumnya, sedangkan aku diutus untuk seluruh manusia; dan (5) aku diberikan (hak) syafaat.” (HR. Bukhari no. 438)

Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Zahir hadis ini menunjukkan bahwa masing-masing dari lima perkara yang disebutkan tersebut tidaklah diberikan kepada nabi sebelumnya, dan memang demikian.” (Fathul Baari, 1: 436)

Keistimewaan keenam, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memiliki jawami’ al-kalim

Dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

فُضِّلْتُ عَلَى الْأَنْبِيَاءِ بِسِتٍّ: أُعْطِيتُ جَوَامِعَ الْكَلِمِ

Aku diberi keutamaan atas para nabi dengan enam perkara, pertama, aku diberi jawami’ al-kalim, … “ (HR. Muslim no. 523)

Ibnu Syihab Az-Zuhri rahimahullah mengatakan,

وَبَلَغَنِي أَنَّ جَوَامِعَ الكَلِمِ: أَنَّ اللَّهَ يَجْمَعُ الأُمُورَ الكَثِيرَةَ، الَّتِي كَانَتْ تُكْتَبُ فِي الكُتُبِ قَبْلَهُ، فِي الأَمْرِ الوَاحِدِ، وَالأَمْرَيْنِ، أَوْ نَحْوَ ذَلِكَ

Telah sampai kepadaku bahwa jawami’ al-kalim adalah Allah Ta’ala mengumpulkan banyak perkara yang tertulis di kitab-kitab sebelumnya dalam satu atau dua perkara saja, atau semisal itu.” (Shahih Al-Bukhari, 9: 36)

Dengan kata lain, jawami’ al-kalim adalah kalimat yang ringkas, namun memiliki kandungan makna yang banyak (luas).

Keistimewaan ketujuh, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memiliki telaga Al-Kautsar

Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ

Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu Al-Kautsar.” (QS. Al-Kautsar: 1)

Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Allah Ta’ala memberikan keistimewaan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam berupa Al-Kautsar yang airnya menyuplai telaga beliau (yang ada di Mahsyar, pent.). Tidaklah dinukil bahwa selain beliau juga memiliki yang semisal telaga ini.” (Fathul Baari, 11: 467)

Berkaitan dengan telaga Al-Kautsar ini, silakan dibaca penjelasan lebih detail di tulisan kami sebelumnya di sini.

Keistimewaan ketujuh, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah penutup para nabi

Allah Ta’ala berfirman,

مَّا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِّن رِّجَالِكُمْ وَلَكِن رَّسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ وَكَانَ اللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيماً

Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Ahzab: 40)

Ibnu Katsir rahimahullah berkata,

فهذه الآية نص في أنه لا نبي بعده، وإذا كان لا نبي بعده فلا رسول [بعده] بطريق الأولى والأحرى؛ لأن مقام الرسالة أخص من مقام النبوة، فإن كل رسول نبي، ولا ينعكس. وبذلك وردت الأحاديث المتواترة عن رسول الله صلى الله عليه وسلم من حديث جماعة من الصحابة.

Ayat ini merupakan dasar hukum yang tegas yang menyatakan bahwa tidak ada lagi nabi setelah beliau. Dan apabila tidak ada Nabi sesudahnya, maka itu artinya lebih-lebih lagi tidak ada rasul [setelahnya]. Sebab kedudukan kerasulan itu lebih istimewa daripada kedudukan kenabian. Karena setiap rasul itu pasti nabi, dan tidak sebaliknya. Banyak hadis mutawatir dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melalui penuturan sejumlah sahabat yang telah menegaskan hal itu.” (Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, 6: 428)

[Bersambung]

***

Penulis: M. Saifudin Hakim

Sumber: https://muslim.or.id/75347-keistimewaan-rasulullah-muhammad-bag-2.html

Keistimewaan Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam (Bag. 1)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memiliki beberapa keistimewaan yang tidak dimiliki oleh para Nabi dan Rasul sebelumnya, yaitu:

Keistimewaan pertama, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah Nabi yang paling agung dan memiliki kedudukan paling tinggi di sisi Allah Ta’ala

Sesungguhnya Allah Ta’ala telah melebihkan atau mengistimewakan sebagian Rasul-Nya di atas sebagian Rasul yang lain. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,

تِلْكَ الرُّسُلُ فَضَّلْنَا بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ مِّنْهُم مَّن كَلَّمَ اللّهُ وَرَفَعَ بَعْضَهُمْ

Rasul-rasul itu Kami lebihkan sebagian (dari) mereka atas sebagian yang lain. Di antara mereka ada yang Allah berkata-kata (langsung dengan dia) dan sebagiannya Allah meninggikannya beberapa derajat.” (QS. Al-Baqarah: 253)

Allah Ta’ala juga berfirman,

وَلَقَدْ فَضَّلْنَا بَعْضَ النَّبِيِّينَ عَلَى بَعْضٍ

Dan sesungguhnya telah Kami lebihkan sebagian nabi-nabi itu atas sebagian (yang lain).” (QS. Al-Isra’: 55)

Allah Ta’ala telah menjadikan Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai Nabi dan Rasul yang paling agung. Dalam hadis tentang syafaat, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata,

أَنَا سَيِّدُ النَّاسِ يَوْمَ القِيَامَةِ

Aku adalah pemimpin seluruh manusia pada hari kiamat.” (HR. Bukhari no. 4712 dan Muslim no. 194)

Abu Ja’far Ath-Thahawi rahimahullah berkata, “Sesungguhnya beliau shallallahu ‘alaihi wasallam adalah penutup para Nabi, imam (pemimpin) bagi orang-orang yang bertakwa, dan pemimpin para Rasul.” (Al-‘Aqidah Ath-Thahawiyyah, hal. 38)

Al-Ajuri rahimahullah berkata, “Ketahuilah, semoga Allah merahmati kami dan kalian, sesungguhnya Allah Ta’ala telah memuliakan Nabi-Nya Muhammad dengan kemuliaan yang tertinggi, menyifati beliau dengan sifat yang paling baik, menggambarkan beliau dengan karakter yang paling indah, dan mendudukkannya pada kedudukan yang tertinggi.” (Asy-Syari’ah, 3: 1386)

Ibnu Abil ‘Iz Al-Hanafi rahimahullah berkata, “Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam itu mengabarkan kepada kita bahwa beliau adalah pemimpin anak keturunan Adam hanyalah karena kita tidak mungkin mengetahui hal itu, kecuali melalui berita yang disampaikan oleh beliau sendiri. Hal ini karena tidak ada lagi Nabi sepeninggal beliau yang akan mengabarkan kepada kita agungnya kedudukan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam di sisi Allah. Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengabarkan kepada kita tentang keutamaan para Nabi sebelum beliau, shallallahu ‘alaihim ajma’in.” (Syarh Al-‘Aqidah Ath-Thahawiyah, hal. 164)

Keistiwaan kedua, Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam diutus kepada seluruh umat manusia dan bangsa jin sekaligus

Sesungguhnya risalah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam itu bersifat umum, ini termasuk salah satu keistimewaan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Risalah yang dibawa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam itu memiliki dua keumuman:

Pertama, umum ditinjau dari kepada siapa risalah tersebut ditujukan. Risalah beliau mencakup seluruh manusia dan jin, tidak ada satu pun pengecualian.

Kedua, umum ditinjau dari kandungan risalah yang dibawa, karena mencakup semua yang dibutuhkan oleh umatnya, baik dari sisi pokok (ushul) maupun cabang (furu’) dalam agama.

Allah Ta’ala berfirman,

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا كَافَّةً لِّلنَّاسِ بَشِيراً وَنَذِيراً وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ

Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya, sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.” (QS. Saba’: 28)

Qatadah rahimahullah berkata, “Allah Ta’ala mengutus Muhammad kepada bangsa Arab dan bangsa non-Arab. Yang paling mulia di antara mereka adalah yang paling taat kepada beliau shallallahu ‘alaihi wasallam.” (Tafsir Ath-Thabari, 20: 405)

Ibnu Jarir Ath-Thabari rahimahullah berkata, “Allah Ta’ala mengatakan, ‘Tidaklah Kami mengutusmu wahai Muhammad hanya kepada orang-orang musyrik dari kaummu saja. Akan tetapi, Kami mengutusmu kepada umat manusia seluruhnya, baik bangsa Arab ataupun bangsa non-Arab, sebagai pembawa berita bagi siapa saja yang taat kepadamu, dan sebagai pemberi peringatan bagi siapa saja yang mendustakanmu. Akan tetapi, kebanyakan manusia tiada mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Ta’ala mengutusmu kepada seluruh umat manusia.’” (Tafsir Ath-Thabari, 20: 405)

Allah Ta’ala berfirman,

قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعاً

Katakanlah, ‘Hai manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua.’” (QS. Al-A’raf: 158)

Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Seruan ini ditujukan kepada bangsa Arab maupun non-Arab, ‘Sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua’, maksudnya seluruh manusia. Ini merupakan kemuliaan dan keagungan beliau shallallahu ‘laihi wasallam, bahwa beliau adalah penutup para Nabi, dan sesungguhnya beliau diutus kepada seluruh umat manusia.” (Tafsir Ibnu Katsir, 3: 489)

Abu Ja’far Ath-Thahawi rahimahullah berkata menegaskan keistimewaan ini, “Dan beliau diutus kepada seluruh jin dan manusia dengan membawa kebenaran dan petunjuk, (dan dengan membawa) cahaya dan penerang.” (Al-‘Aqidah Ath-Thahawiyah, hal. 39)

Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam itu diutus kepada ‘ats-tsaqolain’ (dua golongan, yaitu jin dan manusia, pent.) berdasarkan kesepakatan kaum muslimin.” (Majmu’ Al-Fataawa, 11: 303)

Adapun para Nabi yang lain, risalah mereka hanya khusus ditujukan kepada kaumnya saja. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,

وَمَا أَرْسَلْنَا مِن رَّسُولٍ إِلاَّ بِلِسَانِ قَوْمِهِ لِيُبَيِّنَ لَهُمْ

Kami tidak mengutus seorang rasul pun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya dia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka.” (QS. Ibrahim: 4)

Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Ini adalah sunnatullah yang berlaku bagi makhluk-Nya, bahwa sesungguhnya Allah tidaklah mengutus seorang Nabi kepada suatu kaum, kecuali dengan bahasa mereka. Maka setiap Nabi hanya khusus menyampaikan risalahnya kepada umatnya saja, tidak kepada selain mereka. Sedangkan Muhammad bin Abdillah memiliki keistimewaan bahwa risalahnya mencakup seluruh umat manusia.” (Tafsir Ibnu Katsir, 4: 477)

Di antara dalil yang menguatkan hal ini adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

وَكَانَ النَّبِيُّ يُبْعَثُ إِلَى قَوْمِهِ خَاصَّةً وَبُعِثْتُ إِلَى النَّاسِ عَامَّةً

Para nabi diutus khusus untuk kaumnya, sedangkan aku diutus untuk seluruh manusia.” (HR. Bukhari no. 335)

Juga sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam,

وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَا يَسْمَعُ بِي أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الْأُمَّةِ يَهُودِيٌّ وَلَا نَصْرَانِيٌّ ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ إِلَّا كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ

Demi Zat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, tidaklah seseorang dari umat ini, baik Yahudi dan Nasrani, mendengar tentangku, kemudian dia meninggal dan tidak beriman dengan agama yang aku diutus dengannya, kecuali dia pasti termasuk penghuni neraka.” (HR. Muslim no. 153)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga diutus kepada golongan jin. Allah Ta’ala berfirman,

وَإِذْ صَرَفْنَا إِلَيْكَ نَفَراً مِّنَ الْجِنِّ يَسْتَمِعُونَ الْقُرْآنَ فَلَمَّا حَضَرُوهُ قَالُوا أَنصِتُوا فَلَمَّا قُضِيَ وَلَّوْا إِلَى قَوْمِهِم مُّنذِرِينَ

Dan (ingatlah) ketika Kami hadapkan serombongan jin kepadamu yang mendengarkan Al-Qur’an, maka ketika mereka menghadiri pembacaannya, mereka berkata, ‘Diamlah kamu (untuk mendengarkannya).’ Ketika pembacaan telah selesai, mereka kembali kepada kaumnya (untuk) memberi peringatan.

قَالُوا يَا قَوْمَنَا إِنَّا سَمِعْنَا كِتَاباً أُنزِلَ مِن بَعْدِ مُوسَى مُصَدِّقاً لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ يَهْدِي إِلَى الْحَقِّ وَإِلَى طَرِيقٍ مُّسْتَقِيمٍ

“Mereka berkata, “Hai kaum kami, sesungguhnya kami telah mendengarkan kitab (Al-Qur’an) yang telah diturunkan sesudah Musa yang membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya lagi memimpin kepada kebenaran dan kepada jalan yang lurus.”

يَا قَوْمَنَا أَجِيبُوا دَاعِيَ اللَّهِ وَآمِنُوا بِهِ يَغْفِرْ لَكُم مِّن ذُنُوبِكُمْ وَيُجِرْكُم مِّنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ

Hai kaum kami, terimalah (seruan) orang yang menyeru kepada Allah dan berimanlah kepada-Nya. Niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa kamu dan melepaskan kamu dari azab yang pedih.

وَمَن لَّا يُجِبْ دَاعِيَ اللَّهِ فَلَيْسَ بِمُعْجِزٍ فِي الْأَرْضِ وَلَيْسَ لَهُ مِن دُونِهِ أَولِيَاء أُوْلَئِكَ فِي ضَلَالٍ مُّبِينٍ

Dan orang yang tidak menerima (seruan) orang yang menyeru kepada Allah, maka dia tidak akan melepaskan diri dari azab Allah di muka bumi dan tidak ada baginya pelindung selain Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Al-Ahqaf: 29-32)

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Kaum muslimin bersepakat bahwa Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam diutus kepada jin dan manusia. Sesungguhnya wajib atas bangsa jin untuk taat kepada beliau, sebagaimana umat manusia juga wajib taat kepada beliau.” (Thariqul Hijratain, hal. 417)

Ketika menjelaskan surah Al-Ahqaf ayat 31, Syekh Muhammad Al-Amin Asy-Syinqithi rahimahullah berkata, “Pemahaman langsung (baca: manthuq) dari ayat ini adalah bahwa siapa saja yang menerima seruan Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan beriman kepadanya dan beriman kepada ajaran kebenaran yang beliau bawa, maka Allah akan mengampuni dosanya dan melepaskannya dari azab yang pedih. Adapun pemahaman kebalikan (baca: mafhum mukhalafah) dari ayat ini bahwa siapa saja dari bangsa jin yang tidak menerima seruan beliau, tidak beriman kepadanya, maka Allah tidak mengampuninya dan tidak melepaskannya dari azab yang pedih, bahkan Allah akan menazabnya dan memasukkannya ke dalam neraka. Pemahaman ini dijelaskan dengan gamblang di ayat yang lain,

وَتَمَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ لأَمْلأنَّ جَهَنَّمَ مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ

Kalimat Tuhanmu (keputusan-Nya) telah ditetapkan, sesungguhnya Aku akan memenuhi neraka Jahannam dengan jin dan manusia (yang durhaka) semuanya.” (QS. Huud: 119)

Dan juga firman Allah Ta’ala,

وَلَكِنْ حَقَّ الْقَوْلُ مِنِّي لَأَمْلَأَنَّ جَهَنَّمَ مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ

Akan tetapi, telah tetaplah perkataan dari-Ku, ‘Sesungguhnya akan Aku penuhi neraka jahannam itu dengan jin dan manusia bersama-sama.’” (QS. As-Sajdah: 13) (Adhwaul Bayaan, 7: 226)

[Bersambung]

Penulis: M. Saifudin Hakim

Sumber: https://muslim.or.id/75212-keistimewaan-rasulullah-muhammad-bag-1.html