Keistimewaan Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam

Keistimewaan Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam (Bag. 1)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memiliki beberapa keistimewaan yang tidak dimiliki oleh para Nabi dan Rasul sebelumnya, yaitu:

Keistimewaan pertama, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah Nabi yang paling agung dan memiliki kedudukan paling tinggi di sisi Allah Ta’ala

Sesungguhnya Allah Ta’ala telah melebihkan atau mengistimewakan sebagian Rasul-Nya di atas sebagian Rasul yang lain. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,

تِلْكَ الرُّسُلُ فَضَّلْنَا بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ مِّنْهُم مَّن كَلَّمَ اللّهُ وَرَفَعَ بَعْضَهُمْ

Rasul-rasul itu Kami lebihkan sebagian (dari) mereka atas sebagian yang lain. Di antara mereka ada yang Allah berkata-kata (langsung dengan dia) dan sebagiannya Allah meninggikannya beberapa derajat.” (QS. Al-Baqarah: 253)

Allah Ta’ala juga berfirman,

وَلَقَدْ فَضَّلْنَا بَعْضَ النَّبِيِّينَ عَلَى بَعْضٍ

Dan sesungguhnya telah Kami lebihkan sebagian nabi-nabi itu atas sebagian (yang lain).” (QS. Al-Isra’: 55)

Allah Ta’ala telah menjadikan Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai Nabi dan Rasul yang paling agung. Dalam hadis tentang syafaat, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata,

أَنَا سَيِّدُ النَّاسِ يَوْمَ القِيَامَةِ

Aku adalah pemimpin seluruh manusia pada hari kiamat.” (HR. Bukhari no. 4712 dan Muslim no. 194)

Abu Ja’far Ath-Thahawi rahimahullah berkata, “Sesungguhnya beliau shallallahu ‘alaihi wasallam adalah penutup para Nabi, imam (pemimpin) bagi orang-orang yang bertakwa, dan pemimpin para Rasul.” (Al-‘Aqidah Ath-Thahawiyyah, hal. 38)

Al-Ajuri rahimahullah berkata, “Ketahuilah, semoga Allah merahmati kami dan kalian, sesungguhnya Allah Ta’ala telah memuliakan Nabi-Nya Muhammad dengan kemuliaan yang tertinggi, menyifati beliau dengan sifat yang paling baik, menggambarkan beliau dengan karakter yang paling indah, dan mendudukkannya pada kedudukan yang tertinggi.” (Asy-Syari’ah, 3: 1386)

Ibnu Abil ‘Iz Al-Hanafi rahimahullah berkata, “Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam itu mengabarkan kepada kita bahwa beliau adalah pemimpin anak keturunan Adam hanyalah karena kita tidak mungkin mengetahui hal itu, kecuali melalui berita yang disampaikan oleh beliau sendiri. Hal ini karena tidak ada lagi Nabi sepeninggal beliau yang akan mengabarkan kepada kita agungnya kedudukan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam di sisi Allah. Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengabarkan kepada kita tentang keutamaan para Nabi sebelum beliau, shallallahu ‘alaihim ajma’in.” (Syarh Al-‘Aqidah Ath-Thahawiyah, hal. 164)

Keistiwaan kedua, Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam diutus kepada seluruh umat manusia dan bangsa jin sekaligus

Sesungguhnya risalah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam itu bersifat umum, ini termasuk salah satu keistimewaan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Risalah yang dibawa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam itu memiliki dua keumuman:

Pertama, umum ditinjau dari kepada siapa risalah tersebut ditujukan. Risalah beliau mencakup seluruh manusia dan jin, tidak ada satu pun pengecualian.

Kedua, umum ditinjau dari kandungan risalah yang dibawa, karena mencakup semua yang dibutuhkan oleh umatnya, baik dari sisi pokok (ushul) maupun cabang (furu’) dalam agama.

Allah Ta’ala berfirman,

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا كَافَّةً لِّلنَّاسِ بَشِيراً وَنَذِيراً وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ

Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya, sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.” (QS. Saba’: 28)

Qatadah rahimahullah berkata, “Allah Ta’ala mengutus Muhammad kepada bangsa Arab dan bangsa non-Arab. Yang paling mulia di antara mereka adalah yang paling taat kepada beliau shallallahu ‘alaihi wasallam.” (Tafsir Ath-Thabari, 20: 405)

Ibnu Jarir Ath-Thabari rahimahullah berkata, “Allah Ta’ala mengatakan, ‘Tidaklah Kami mengutusmu wahai Muhammad hanya kepada orang-orang musyrik dari kaummu saja. Akan tetapi, Kami mengutusmu kepada umat manusia seluruhnya, baik bangsa Arab ataupun bangsa non-Arab, sebagai pembawa berita bagi siapa saja yang taat kepadamu, dan sebagai pemberi peringatan bagi siapa saja yang mendustakanmu. Akan tetapi, kebanyakan manusia tiada mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Ta’ala mengutusmu kepada seluruh umat manusia.’” (Tafsir Ath-Thabari, 20: 405)

Allah Ta’ala berfirman,

قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعاً

Katakanlah, ‘Hai manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua.’” (QS. Al-A’raf: 158)

Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Seruan ini ditujukan kepada bangsa Arab maupun non-Arab, ‘Sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua’, maksudnya seluruh manusia. Ini merupakan kemuliaan dan keagungan beliau shallallahu ‘laihi wasallam, bahwa beliau adalah penutup para Nabi, dan sesungguhnya beliau diutus kepada seluruh umat manusia.” (Tafsir Ibnu Katsir, 3: 489)

Abu Ja’far Ath-Thahawi rahimahullah berkata menegaskan keistimewaan ini, “Dan beliau diutus kepada seluruh jin dan manusia dengan membawa kebenaran dan petunjuk, (dan dengan membawa) cahaya dan penerang.” (Al-‘Aqidah Ath-Thahawiyah, hal. 39)

Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam itu diutus kepada ‘ats-tsaqolain’ (dua golongan, yaitu jin dan manusia, pent.) berdasarkan kesepakatan kaum muslimin.” (Majmu’ Al-Fataawa, 11: 303)

Adapun para Nabi yang lain, risalah mereka hanya khusus ditujukan kepada kaumnya saja. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,

وَمَا أَرْسَلْنَا مِن رَّسُولٍ إِلاَّ بِلِسَانِ قَوْمِهِ لِيُبَيِّنَ لَهُمْ

Kami tidak mengutus seorang rasul pun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya dia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka.” (QS. Ibrahim: 4)

Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Ini adalah sunnatullah yang berlaku bagi makhluk-Nya, bahwa sesungguhnya Allah tidaklah mengutus seorang Nabi kepada suatu kaum, kecuali dengan bahasa mereka. Maka setiap Nabi hanya khusus menyampaikan risalahnya kepada umatnya saja, tidak kepada selain mereka. Sedangkan Muhammad bin Abdillah memiliki keistimewaan bahwa risalahnya mencakup seluruh umat manusia.” (Tafsir Ibnu Katsir, 4: 477)

Di antara dalil yang menguatkan hal ini adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

وَكَانَ النَّبِيُّ يُبْعَثُ إِلَى قَوْمِهِ خَاصَّةً وَبُعِثْتُ إِلَى النَّاسِ عَامَّةً

Para nabi diutus khusus untuk kaumnya, sedangkan aku diutus untuk seluruh manusia.” (HR. Bukhari no. 335)

Juga sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam,

وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَا يَسْمَعُ بِي أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الْأُمَّةِ يَهُودِيٌّ وَلَا نَصْرَانِيٌّ ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ إِلَّا كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ

Demi Zat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, tidaklah seseorang dari umat ini, baik Yahudi dan Nasrani, mendengar tentangku, kemudian dia meninggal dan tidak beriman dengan agama yang aku diutus dengannya, kecuali dia pasti termasuk penghuni neraka.” (HR. Muslim no. 153)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga diutus kepada golongan jin. Allah Ta’ala berfirman,

وَإِذْ صَرَفْنَا إِلَيْكَ نَفَراً مِّنَ الْجِنِّ يَسْتَمِعُونَ الْقُرْآنَ فَلَمَّا حَضَرُوهُ قَالُوا أَنصِتُوا فَلَمَّا قُضِيَ وَلَّوْا إِلَى قَوْمِهِم مُّنذِرِينَ

Dan (ingatlah) ketika Kami hadapkan serombongan jin kepadamu yang mendengarkan Al-Qur’an, maka ketika mereka menghadiri pembacaannya, mereka berkata, ‘Diamlah kamu (untuk mendengarkannya).’ Ketika pembacaan telah selesai, mereka kembali kepada kaumnya (untuk) memberi peringatan.

قَالُوا يَا قَوْمَنَا إِنَّا سَمِعْنَا كِتَاباً أُنزِلَ مِن بَعْدِ مُوسَى مُصَدِّقاً لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ يَهْدِي إِلَى الْحَقِّ وَإِلَى طَرِيقٍ مُّسْتَقِيمٍ

“Mereka berkata, “Hai kaum kami, sesungguhnya kami telah mendengarkan kitab (Al-Qur’an) yang telah diturunkan sesudah Musa yang membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya lagi memimpin kepada kebenaran dan kepada jalan yang lurus.”

يَا قَوْمَنَا أَجِيبُوا دَاعِيَ اللَّهِ وَآمِنُوا بِهِ يَغْفِرْ لَكُم مِّن ذُنُوبِكُمْ وَيُجِرْكُم مِّنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ

Hai kaum kami, terimalah (seruan) orang yang menyeru kepada Allah dan berimanlah kepada-Nya. Niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa kamu dan melepaskan kamu dari azab yang pedih.

وَمَن لَّا يُجِبْ دَاعِيَ اللَّهِ فَلَيْسَ بِمُعْجِزٍ فِي الْأَرْضِ وَلَيْسَ لَهُ مِن دُونِهِ أَولِيَاء أُوْلَئِكَ فِي ضَلَالٍ مُّبِينٍ

Dan orang yang tidak menerima (seruan) orang yang menyeru kepada Allah, maka dia tidak akan melepaskan diri dari azab Allah di muka bumi dan tidak ada baginya pelindung selain Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Al-Ahqaf: 29-32)

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Kaum muslimin bersepakat bahwa Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam diutus kepada jin dan manusia. Sesungguhnya wajib atas bangsa jin untuk taat kepada beliau, sebagaimana umat manusia juga wajib taat kepada beliau.” (Thariqul Hijratain, hal. 417)

Ketika menjelaskan surah Al-Ahqaf ayat 31, Syekh Muhammad Al-Amin Asy-Syinqithi rahimahullah berkata, “Pemahaman langsung (baca: manthuq) dari ayat ini adalah bahwa siapa saja yang menerima seruan Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan beriman kepadanya dan beriman kepada ajaran kebenaran yang beliau bawa, maka Allah akan mengampuni dosanya dan melepaskannya dari azab yang pedih. Adapun pemahaman kebalikan (baca: mafhum mukhalafah) dari ayat ini bahwa siapa saja dari bangsa jin yang tidak menerima seruan beliau, tidak beriman kepadanya, maka Allah tidak mengampuninya dan tidak melepaskannya dari azab yang pedih, bahkan Allah akan menazabnya dan memasukkannya ke dalam neraka. Pemahaman ini dijelaskan dengan gamblang di ayat yang lain,

وَتَمَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ لأَمْلأنَّ جَهَنَّمَ مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ

Kalimat Tuhanmu (keputusan-Nya) telah ditetapkan, sesungguhnya Aku akan memenuhi neraka Jahannam dengan jin dan manusia (yang durhaka) semuanya.” (QS. Huud: 119)

Dan juga firman Allah Ta’ala,

وَلَكِنْ حَقَّ الْقَوْلُ مِنِّي لَأَمْلَأَنَّ جَهَنَّمَ مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ

Akan tetapi, telah tetaplah perkataan dari-Ku, ‘Sesungguhnya akan Aku penuhi neraka jahannam itu dengan jin dan manusia bersama-sama.’” (QS. As-Sajdah: 13) (Adhwaul Bayaan, 7: 226)

[Bersambung]

Penulis: M. Saifudin Hakim

Sumber: https://muslim.or.id/75212-keistimewaan-rasulullah-muhammad-bag-1.html