Kekuatan Istighfar: Penyebab Kemenangan dalam Perang

BETAPA banyak peperangan antara kaum Muslimin dan orang-orang kafir  yang sedang berlangsung pada saat ini, baik berupa perang urat syaraf, perang informasi, perang peradaban, perang pemikiran, maupun perang militer sebagaimana yang terjadi di Palestina, Libanon, Iraq, Afghanistan, Cechnya, Somalia, Sudan  dan lain-lainnya.

Para tentara Islam sangat memerlukan istighfar agar diberikan kekuatan oleh Allah dan dikuatkan kedudukan mereka. Allah berfiman :

وَكَأَيِّن مِّن نَّبِيٍّ قَاتَلَ مَعَهُ رِبِّيُّونَ كَثِيرٌ فَمَا وَهَنُواْ لِمَا أَصَابَهُمْ فِي سَبِيلِ اللّهِ وَمَا ضَعُفُواْ وَمَا اسْتَكَانُواْ وَاللّهُ يُحِبُّ الصَّابِرِينَوَمَا كَانَ قَوْلَهُمْ إِلاَّ أَن قَالُواْ ربَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَإِسْرَافَنَا فِي أَمْرِنَا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وانصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ

“Dan berapa banyaknya nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut (nya) yang bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar. Tidak ada doa mereka selain ucapan: “Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebih-lebihan dalam urusan kami dan tetapkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap kaum yang kafir.” (QS: Ali Imran : 146-147).

Dari sini, kita mengetahui bahwa kekalahan-kekalahan yang diderita kaum Muslimin dalam segala bidang, termasuk dalam bidang militer, karena banyaknya dosa yang mereka kerjakan. Sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala ketika menerangkan sebab kekalahan yang diderita kaum Muslimin dalam Perang Uhud :

وَلَقَدْ صَدَقَكُمُ اللّهُ وَعْدَهُ إِذْ تَحُسُّونَهُم بِإِذْنِهِ حَتَّى إِذَا فَشِلْتُمْ وَتَنَازَعْتُمْ فِي الأَمْرِ وَعَصَيْتُم مِّن بَعْدِ مَا أَرَاكُم مَّا تُحِبُّونَ مِنكُم مَّن يُرِيدُ الدُّنْيَا وَمِنكُم مَّن يُرِيدُ الآخِرَةَ ثُمَّ صَرَفَكُمْ عَنْهُمْ لِيَبْتَلِيَكُمْ وَلَقَدْ عَفَا عَنكُمْ وَاللّهُ ذُو فَضْلٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ

“Dan sesungguhnya Allah telah memenuhi janji-Nya kepada kamu, ketika kamu membunuh mereka dengan izin-Nya sampai pada sa’at kamu lemah dan berselisih dalam urusan itu dan mendurhakai perintah (Rasul) sesudah Allah memperlihatkan kepadamu apa yang kamu sukai. Di antaramu ada orang yang menghendaki dunia dan diantara kamu ada orang yang menghendaki akhirat. Kemudian Allah memalingkan kamu dari mereka untuk menguji kamu, dan sesungguhnya Allah telah mema’afkan kamu. Dan Allah mempunyai karunia (yang dilimpahkan) atas orang orang yang beriman.” (QS: Ali Imran : 152).

Allah juga berfirman :

إِنَّ الَّذِينَ تَوَلَّوْاْ مِنكُمْ يَوْمَ الْتَقَى الْجَمْعَانِ إِنَّمَا اسْتَزَلَّهُمُ الشَّيْطَانُ بِبَعْضِ مَا كَسَبُواْ وَلَقَدْ عَفَا اللّهُ عَنْهُمْ إِنَّ اللّهَ غَفُورٌ حَلِيمٌ

”Sesungguhnya orang-orang yang berpaling di antaramu pada hari bertemu dua pasukan itu, hanya saja mereka digelincirkan oleh syaitan, disebabkan sebagian kesalahan yang telah mereka perbuat (di masa lampau) dan sesungguhnya Allah telah memberi ma’af kepada mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.” (QS: Ali Imran : 155).

Dua ayat dari surat Ali Imran di atas, menerangkan kepada kita bahwa sebab utama kekalahan yang diderita kaum Muslimin pada perang Uhud adalah karena sebagian dari pasukan panah tidak taat kepada perintah Rasulullah ﷺ untuk tetap berada di atas bukit. Dan kalau diselidiki lebih jauh lagi, ternyata yang mendorong mereka menyelisihi perintah Rasulullah adalah keinginan mereka untuk ikut mengumpulkan harta rampasan perang. Allah mengungkapkannya dengan kalimat: ”minkum man yuridu dunya“ (sebagian dari kamu menginginkan dunia).

Kemudian pada ayat 155 dari Surat Ali Imran di atas, Allah menyebutkan bahwa orang-orang yang lari terbirit-birit pada Perang Uhud penyebabnya adalah dosa-dosa yang pernah mereka kerjakan pada masa lalu.  Berkata Ibnu Katsir  di dalam tafsirnya (2/146) :

ببعض ذنوبهم السالفة، كما قال بعض السلف: إن من ثواب الحسنة الحسنة بعدها، وإن من جَزَاء السيئةَ السيئة بعدها

“(Mereka digelincirkan syetan dan kalah) disebabkan karena dosa-dosa mereka yang terdahulu (sebelum berperang), sebagaimana perkataan para ulama salaf : “Sesungguhnya balasan dari perbuatan baik adalah kebaikan sesudahnya, dan sesungguhnya balasan perbuatan jelek adalah kejelekan sesudahnya,“ demikian kutip Ibnu Katsir.*/Dr. Ahmad Zain An-NajahPusat Kajian Fiqih (PUSKAFI)

HIDAYATULLAH

Kekuatan Istighfar: Dinaikkan Derajat di Dunia dan Akhirat

ORANG yang selalu istighfar, niscaya Allah akan meninggikan derajatnya di dunia dan di akherat. Tinggi derajatnya di dunia, karena orang yang selalu beristighfar akan selalu hati-hati dalam berbuat.

Seandainya ia terjatuh ke dalam suatu kesalahan ataupun dosa, segera ia ingat Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan memohon ampun kepada-Nya. Orang seperti ini akan disenangi dan dihormati oleh masyarakat sehingga secara otomatis derajatnya akan menjadi tinggi di mata mereka.

Tinggi derajatnya di akherat, karena Rasulullah ﷺ pernah bersabda:

إنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ لَيَرْفَعُ الدَّرَجَةَ لِلْعَبْدِ الصَّالِحِ فِي الْجَنَّةِ، فَيَقُولُ: يَا رَبِّ، أَنَّى لِي هَذِهِ؟ فَيَقُولُ: بِاسْتِغْفَارِ وَلَدِكَ لَكَ ”

Sesungguhnya Allah telah mengangkat derajat seorang hamba sholeh di syurga. Hamba tersebut bertanya kepada Allah: ”Wahai Rabb! kenapa derajat saya jadi terangkat? Allah berfirman: Itu, karena anakmu memohonkan ampun atas dosa-dosamu.” (HR: Ahmad dan al-Baihaqi dari hadist Abu Hurairah, Berkata al-Munawi: Berkata adz-Dzahabi di dalam al-Muhadzab: Sanadnya kuat. Berkata al-Haitsami: “Diriwayatkan oleh al-Bazzar dan athThabari dengan sanad yang para perawinya adalah perawi shahih, kecuali ‘Ashim bin Bahdalah dia adalah hasan haditsnya).

Berkata al-Munawi di dalam Faidhu al-Qadir Syarh al-Jami ash-Shaghir (2/429):

دل به على أن الاستغفار يحط الذنوب ويرفع الدرجات وعلى أنه يرفع درجة أصل المستغفر إلى ما لم يبلغها بعمله فما بالك بالعامل المستغفر ولو لم يكن في النكاح فضل إلا هذا لكفى ….وقيل إن الابن إذا كان أرفع درجة من أبيه في الجنة سأل أن يرفع أبوه إليه فيرفع وكذلك الأب إذا كان أرفع وذلك قوله سبحانه وتعالى (آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ لَا تَدْرُونَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعًا (

Dikatakan bahwa jika seorang anak lebih tinggi derajatnya dari bapaknya di Surga, maka anak itu akan meminta kepada Allah, agar bapaknya diangkat setara dengannya, dan demikian juga jika derajat bapaknya lebih tinggi dari anaknya. Itulah yang dimaksud di dalam firman Allah:

آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ لَا تَدْرُونَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعًا

“Bapak-bapak dan anak-anak laki-laki kalian, tidaklah kalian mengetahui siapa diantara mereka yang lebih bermanfaat bagi kalian.“ (QS: an-Nisa : 11 ).

Hadits di atas, secara tidak langsung memerintahkan kepada umat Islam agar selalu mendoakan orang tuanya, memohonkan ampun atas dosa-dosanya, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal dunia.  Berkata Ibnu Taimiyah di dalam Risalah al-Istighfar, (Manshurah, Dar Al Dakwah, 2006, hal : 72 ):

”Istighfar bisa memindahkan seorang hamba dari perbuatan yang jelek kepada perbuatan yang terpuji, memindahkannya dari suatu amalan yang belum sempurna menjadi sebuah amalan yang sempurna, dan meninggikan seorang hamba dari posisi yang rendah menuju posisi yang lebih tinggi darinya bahkan lebih lengkap.”*/Dr. Ahmad Zain An-Najah, MAPusat Kajian Fiqih Indonesia (PUSKAFI)

HIDAYATULLAH