Bangkit dari Kesedihan

Kesedihan hendaknya tidak berlarut-larut hingga melahirkan keburukan.

Manusia tidak akan terlepas dari teka-teki kehidupan yang istimewa. Teka-teki konstruktif yang lahir dari kasih sayang Sang Pencipta. Ada saatnya bersukacita, ada saatnya pula berdukacita. Semua itu hadir sebagai anugerah yang indah dari Yang Maha Mulia.

Dari Anas bin Malik RA ia mendengar bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari sifat gelisah, sedih, lemah, malas, kikir, pengecut, terlilit utang, dan dari kekuasaan.” (HR Bukhari).

Hadis ini menjelaskan tentang pentingnya bangkit dari kesedihan. Upaya pengelolaan diri agar dapat bersikap tepat dalam menghadapi setiap keterpurukan. Kesedihan hendaknya tidak berlarut-larut hingga melahirkan keburukan.

Rasulullah SAW telah mengajarkan kita agar bersikap optimistis dalam mengarungi kehidupan. Menegasikan sikap pesimistis, hingga melahirkan spirit optimal dalam menghadapi setiap keterpurukan. Ikhtiar, doa, dan tawakal secara maksimal karena-Nya menjadi kunci utama lahirnya solusi setiap permasalahan.

Sungguh, Allah melarang kita bersikap lemah dan menganjurkan kepada kita agar bersikap optimis. Sikap lemah hanya akan membuat diri kita berputus asa dan larut dalam kesedihan. Bahkan, hingga berprasangka buruk kepada-Nya.

Allah SWT berfirman, “Janganlah kamu bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita.” (QS at-Taubah: 40). 

Sikap optimistis melekat pada pribadi mukmin sejati. Menjadikan prasangka baik kepada-Nya sebagai modal elite dalam mengarungi peliknya kehidupan. Membuang jauh-jauh kesedihan yang akan melahirkan keputusasaan.

Dari Abu Hurairah RA ia mendengar bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Allah berfirman: Aku sesuai dengan prasangka hamba-Ku. Aku bersamanya ketika ia mengingat-Ku. Jika ia mengingatku saat sendirian, aku akan mengingatnya dalam diri-Ku. Jika ia mengingatku di dalam suatu kumpulan, aku akan mengingatnya di dalam kumpulan yang lebih baik dari pada itu (kumpulan malaikat).” (HR Bukhari dan Muslim).

Ketahuilah, kesedihan merupakan suatu hal yang paling disenangi oleh setan. Ibnu Al-Qoyyim pernah mengemukakan bahwa kesedihan adalah kondisi yang buruk dan tidak baik untuk hati kita. Suatu hal yang paling disenangi setan ialah membuat sedih setiap hamba-Nya. Hingga menghentikannya dari beramal baik dan menahannya dari kebiasaan baik.

Sungguh, Allah SWT tidak ingin melihat hamba-Nya bersedih, bahkan hingga larut dalam kesedihan. Ia senantiasa menjamin setiap ciptaan-Nya agar mendapatkan kebahagiaan. Allah SWT berfirman, “Kami tidaklah menurunkan Alquran ini kepadamu untuk membuatmu susah.” (QS Thaha: 2).

Karenanya, sungguh beruntunglah ia yang menjadikan Alquran sebagai solusi setiap kesedihan dan pedoman kebahagiaan dalam perjalanan kehidupan. Dari Ibnu Mas’ud RA ia mendengar bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang membaca satu huruf dari Alquran, maka baginya satu pahala kebaikan. Setiap satu pahala kebaikan dilipatgandakan menjadi sepuluh pahala kebaikan. Aku tidak berkata “Alif, lam, mim” itu satu huruf, tetapi alif satu huruf, lam satu huruf, dan mim satu huruf.” (HR Tirmidzi).

Wallahu a’lam.

OLEH MUHAMAD YOGA FIRDAUS

REPUBLIKA.id

Jangan Biarkan Kesedihan Menggerogotimu!

Saat ini kita bersama-sama sedang menghadapi masa krisis yang cukup sulit. Tapi jangan biarkan kesedihanmu semakin panjang, hatimu semakin sempit dan jalanmu terasa semakin gelap. Kita tak pernah tau apa yang akan terjadi besok, lantas mengapa kita gelisah dengan nasib kita di masa depan?

Yang perlu kita ingat adalah bahwa hanya Allah Swt yang mengetahui semua ini dan Dia lah Yang memiliki kasih sayang tertinggi bagi hamba-Nya.

Ingatlah selalu bahwa kesedihan adalah senjata setan untuk melemahkanmu dan membuatmu putus asa. Bukankah Allah Swt Berfirman :

إِنَّمَا ٱلنَّجۡوَىٰ مِنَ ٱلشَّيۡطَٰنِ لِيَحۡزُنَ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ

“Sesungguhnya pembicaraan rahasia itu termasuk (perbuatan) setan, agar orang-orang yang beriman itu bersedih hati.” (QS.Al-Mujadilah:10)

Maka jangan izinkan dirimu menjadi tawanan bagi kesedihan. Jangan izinkan setan menanamkan keputus asaan dalam hatimu. Karena itu bangkitlah dan berusahalah semaksimal mungkin, lalu pasrahkan semua urusanmu kepada Allah Swt.

Bila engkau bersedih, ingatlah musibah yang menimpa Nabi Yunus as dan bandingkan kondisimu dengan kondisi beliau!

Nabi Yunus as berada dalam perut ikan, ditengah gelapnya malam dan dalamnya lautan, namun dalam kondisi sesulit ini beliau tidak pernah putus harapan.

فَنَادَىٰ فِي ٱلظُّلُمَٰتِ أَن لَّآ إِلَٰهَ إِلَّآ أَنتَ سُبۡحَٰنَكَ إِنِّي كُنتُ مِنَ ٱلظَّٰلِمِينَ – فَٱسۡتَجَبۡنَا لَهُۥ وَنَجَّيۡنَٰهُ مِنَ ٱلۡغَمِّۚ وَكَذَٰلِكَ نُـۨجِي ٱلۡمُؤۡمِنِينَ

Maka dia berdoa dalam keadaan yang sangat gelap, ”Tidak ada tuhan selain Engkau, Mahasuci Engkau. Sungguh, aku termasuk orang-orang yang zhalim.”

Maka Kami kabulkan (doa)nya dan Kami selamatkan dia dari kedukaan. Dan demikianlah Kami menyelamatkan orang-orang yang beriman.

(QS.Al-Anbiya’:87-88)

Lalu apakah kita akan kehilangan harapan padahal kita dalam kondisi yang jauh lebih baik dan jauh lebih mudah ? Kita tidak terjebak dalam perut ikan atau di dasar lautan !

Tumbuhkan selalu harapanmu pada Allah Swt. Karena Dia lah satu-satunya tempat kembali dan tiada kasih sayang yang lebih besar dari kasih sayang-Nya.

Allah Swt selalu melihat kondisi dan kelemahanmu. Lalu kenapa kita tidak segera kembali dan bersandar kepada-Nya?

Semoga bermanfaat…

KHAZANAH ALQURAN

Tiada Tempat Bagi Kesedihan Di Hati Mukmin

Idealnya seorang mukmin selalu sadar bahwa ia tidak sendirian dalam mengatur kehidupannya. Disana ada Dzat yang Maha Kasih, yang memiliki Kuasa untuk menentukan dan mengatur kehidupannya.

Kesadaran ini sangat mahal harganya karena bila kita telah benar-benar meyakininya maka kehidupan kita akan dipenuhi dengan ketenangan dan ketentraman.

Ketika seorang ayah harus meninggalkan keluarganya untuk mencari nafkah dan ia tak berhenti khawatir dengan keadaan keluarganya, maka semua kekhawatiran itu akan sirna ketika ia mengingat firman-Nya :

فَٱللَّهُ خَيۡرٌ حَٰفِظٗاۖ وَهُوَ أَرۡحَمُ ٱلرَّٰحِمِينَ

“Maka Allah adalah penjaga yang terbaik dan Dia Maha Penyayang di antara para penyayang.” (QS.Yusuf:64)

Ketika seseorang sangat marah dan kecewa dengan tipu daya musuh yang menyerangnya, ia akan mengobati rasa sakit di hatinya dengan firman Allah swt :

قُلِ ٱللَّهُ أَسۡرَعُ مَكۡرًاۚ إِنَّ رُسُلَنَا يَكۡتُبُونَ مَا تَمۡكُرُونَ

Katakanlah, “Allah lebih cepat pembalasannya (atas tipu daya itu). Sesungguhnya malaikat-malaikat Kami menuliskan tipu dayamu.” (QS.Yunus:21)

Ketika semua teman dan kawan meninggalkannya dan tidak seorang pun yang mengulurkan tangan untuknya. Ia akan segera tenang ketika mengingat firman Allah swt :

فَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّ ٱللَّهَ مَوۡلَىٰكُمۡۚ نِعۡمَ ٱلۡمَوۡلَىٰ وَنِعۡمَ ٱلنَّصِيرُ

“Maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah pelindungmu. Dia adalah sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong.” (QS.Al-Anfal:40)

Dia pun sadar dan yakin bahwa Allah tidak mengizinkan orang lain ikut campur terhadap urusanku karena Allah punya cara yang lebih indah untuk menyelesaikannya.

Setiap kali bisikan setan datang untuk membuatnya sedih dengan apa yang terjadi di masa lalu dan membuatnya ketakutan dengan apa yang akan terjadi di masa depan, saat itu firman Allah yang penuh kesejukan ini akan mengusir semua kegelisahan dan rasa takut itu. Allah swt berfirman :

إِنَّ ٱلَّذِينَ قَالُواْ رَبُّنَا ٱللَّهُ ثُمَّ ٱسۡتَقَٰمُواْ تَتَنَزَّلُ عَلَيۡهِمُ ٱلۡمَلَٰٓئِكَةُ أَلَّا تَخَافُواْ وَلَا تَحۡزَنُواْ وَأَبۡشِرُواْ بِٱلۡجَنَّةِ ٱلَّتِي كُنتُمۡ تُوعَدُونَ

Sesungguhnya orang-orang yang berkata, “Tuhan kami adalah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat-malaikat akan turun kepada mereka (dengan berkata), “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu bersedih hati; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan kepadamu.” (QS.Fushilat:30)

Setiap kali kita dilanda rasa sedih, rindu, takut atau kecewa dengan yang di lakukan oleh orang lain. Ingatlah firman Allah :

ذَٰلِكُمُ ٱللَّهُ رَبِّي عَلَيۡهِ تَوَكَّلۡتُ وَإِلَيۡهِ أُنِيبُ

“Itulah Allah Tuhanku. Kepada-Nya aku bertawakal dan kepada-Nya aku kembali.” (QS.Asy-Syura:10)

Renungkan selalu ayat ini dengan penuh keyakinan bahwa Allah pasti akan menyelamatkanmu dan akan memberikan jalan keluar untukmu. Sebagaimana firman-Nya :

وَمَن يَتَوَكَّلۡ عَلَى ٱللَّهِ فَهُوَ حَسۡبُهُۥٓۚ إِنَّ ٱللَّهَ بَٰلِغُ أَمۡرِهِۦۚ قَدۡ جَعَلَ ٱللَّهُ لِكُلِّ شَيۡءٖ قَدۡرٗا

“Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan-Nya. Sungguh, Allah telah mengadakan ketentuan bagi setiap sesuatu.” (QS.Ath-Thalaq:3)

Tiada tempat bagi kesedihan di hati seorang mukmin, karena ia selalu memasrahkan semuanya kepada Allah.

Jadikan kepasrahan kita sebagai kendaraan untuk menjalani berbagai rintangan di kehidupan ini.

وَكَفَىٰ بِٱللَّهِ وَلِيّٗا وَكَفَىٰ بِٱللَّهِ نَصِيرٗا

“Cukuplah Allah menjadi pelindung dan cukuplah Allah menjadi penolong (bagimu).” (QS.An-Nisa’:45)

Semoga bermanfaat.

KHAZANAH ALQURAN

Allah tak Biarkan Hamba-Nya dalam Kesedihan

NAMAKU Fandi, ini kisahku saat aku sempat merasakan nikmatnya hidup di dunia ini. Saat aku masih bekerja di pelayaran, sebagai salah satu anak buah kapal pesiar tentu membuatku hidup bebas di laut lepas, mengelilingi laut Amerika, Afrika, dan Argentina.

Kehidupan di kapal pesiar jauh dari Tanah Air, dan keluarga membuatku bisa menikmati yang namanya surga dunia. Entah itu kapal sedang menepi di daratan atau sedang berlayar, aku, ABK (anak buah kapal) lainnya juga tidak ketinggalan para nakhoda kapal selalu dikelilingi perempuan-perempuan dari negara yang kami singgahi. Bisa dibilang hidupku saat itu tak bisa jauh dari dunia perempuan, tak ada masalah bagiku, toh aku juga masih pemuda lajang.

Aku sangat menikmati pekerjaan dan kehidupanku di kapal ini. Ah, rasanya aku tak ingin pulang dan mengakhiri semua kenikmatan ini. Kehidupan bebas, minuman keras, dan pola makan yang berantakan akhirnya memberhentikanku dari semua kenikmatan itu.

Awalnya, aku selalu merasa cepat lelah, dan fisikku semakin lama semakin tidak bertenaga rasanya. Hingga akhirnya aku memeriksakan kondisiku ke dokter di salah satu rumah sakit di Arab Saudi saat kapal menepi di daratan negara Islam itu. Hasil pemeriksaan dokter memberhentikanku dari pekerjaan, pihak perusahaan kapal tidak ingin memperkerjakan anggota yang mengidap penyakit atau sedang sakit. Dan diabetes mengeluarkanku dari pekerjaan itu, dari semua pelayaran sekaligus dari pelayaran dunia perempuan.

Aku terpuruk, galau dan putus asa. Di tengah kondisi kesehatanku yang sedang ngedrop dan tentunya membutuhkan biaya untuk berobat, aku malah sendiri, dibuang, dikeluarkan dari orang-orang yang selama ini ku anggap keluarga. Tapi semua yang terjadi adalah kebalikannya, walaupun saat itu penyakit diabetesku belum terlalu parah, mereka tetap memecatku. Dan ini menjadi pelajaran hidup yang sangat berharga buatku, sampai saat ini.

Aku berkelana mengelilingi sebagian daerah Arab Saudi. Berpikir untuk pulang? Ah, pikiran itu jauh dari benakku. Yang aku butuhkan saat itu adalah pekerjaan, sumber penghasilan untuk penyakitku, dan syukur-syukur bisa aku gunakan untuk pulang kembali ke Indonesia. Saat itu, hanya ibuku seorang diri yang kumiliki dan aku tidak tahu bagaimana kabarnya.

Alhamdulillah, Allah masih menyayangiku, dengan bantuan teman yang bekerja di sebuah hotel di negara Arab, aku pun akhirnya mendapat pekerjaan di hotel yang sama, sebagai room service. Bekerja di negara Arab, lambat laun merubah kepribadianku, walaupun tidak mudah untuk merubahnya. Ya, aku masih suka mencuri-curi kesempatan untuk membeli minuman keras, mencari kesempatan untuk mendapatkan wanita yang bisa menemani malamku. Sayangnya, semua itu sungguh sangat sulit aku dapatkan di sana. Tetap saja, penyakit ini tidak menyadarkanku dari kebodohan yang selama ini aku lakukan.

Waktu berlalu merubah kepribadianku, aku pun tak lagi mencari kesempatan untuk hal-hal seperti itu lagi. Aku mencoba untuk salat, Allah telah memanggil, dan lagi-lagi aku berat untuk melakukan itu. Karena selama di tengah pelayaran, sekalipun aku tak pernah melaksanakan salat. Tapi saat itu, aku benar-benar ingin merubah kehidupanku, dan kupaksakan untuk selalu salat tepat waktu dan berusaha untuk selalu berjemaah.

Bekerja di negara yang dipenuhi syariat Islam, membuatku terdorong untuk berkeinginan melaksanakan ibadah haji. Entahlah dari mana keinginan itu datang, tapi aku selalu merasa ada panggilan tersendiri dalam hati untuk berhaji.

Aku berusaha untuk bisa melaksanakan ibadah haji, sulit memang, apalagi surat-surat data diriku tidak begitu lengkap. Tapi keinginan itu semakin menggebu kala musim haji semakin dekat. Aku izin dari pekerjaanku dan mencoba ikut rombongan haji yang sedang bersiap berangkat menuju rumah Allah swt. Aku menyelipkan tubuhku yang kecil ini dari rombongan haji dari negara Afrika yang memiliki tubuh sangat besar. Akhirnya aku berhasil, dengan jalur yang tidak resmi. Tapi aku bersyukur bisa sampai di rumah-Nya, dimana semua umat muslim di seluruh dunia mengimpikan bisa sampai di tempat yang dijadikan kiblat kita dalam beribadah.

Selama menjalankan ibadah haji itu, hal yang pertama kali muncul dalam hati dan pikiran ku adalah wajah ibuku di Indonesia, ada apa gerangan? wajah ibu selalu ada kemanapun ku jatuhkan pandanganku. Aku semakin merindukan mu buu

Tepat di depan Ka’bah aku menangis sejadi-jadinya, semua hal yang kulakukan dalam hidupku sungguh tak ada manfaatnya, Ya Allah, sungguh hamba telah membuang-buang waktu menjalani kehidupan dariMu. Dan sungguh hamba telah rugi akan semua itu.

Tak lupa ku panjatkan untaian doaku untuk ibuku, sekalipun saat itu sama sekali aku tak tahu kabar berita beliau. Alhamdulillah, ibadah haji telah kuselesaikan, dan aku bertekad untuk kembali ke Indonesia, hidup bersama ibuku, menemaninya di masa tua beliau. Dan satu doa yang ku panjatkan saat berhaji, juga Allah kabulkan, alhamdulillah.

Setelah menyelesaikan semua urusan pekerjaanku di hotel, aku kembali ke Indonesia, kota Jakarta. Dan di sinilah doaku itu dibuka Allah jalannya, aku bertemu dengan wanita Indonesia, berdarah Palembang. Ia juga kembali ke Tanah Air setelah beberapa tahun hidup merantau di negeri Arab.

Perkenalan itu pun berlanjut hingga kami sampai ke Indonesia. Aku mulai sering berkomunikasi dengan Ratna, nama wanita berhijab berlesung pipi itu. Kami hanya berkomunikasi via handphone, dan SMS. Tapi aku tak ingin berlama-lama berada dalam lingkaran yang tak pasti itu. Hingga akhirnya, dengan bismillah ku berani kan diri meminang Ratna. Aku menanyakan kesediaan Ratna untuk hidup bersamaku, via telephone.

Tidak ada yang kusembunyikan dari Ratna saat aku memintanya mendampingi hidupku, semua hal tentangku, tentang masa laluku, juga tentang penyakit diabetes ku tak lupa ku ceritakan. Ratna menerimaku apa adanya, seperti halnya aku mencintainya.

Alhamdulillah, setelah melalui proses yang panjang dan sedikit rumit, karena jarak Jakarta-Palembang yang cukup jauh. Akhirnya, acara pernikahan sederhana itu berjalan khidmat. Tak ada kemewahan, tak ada pesta gemerlap, hanya aku, Ratna, ibuku dan sanak family dari masing-masing keluarga kami. Alhamdulillah, terima kasih ya Allah

Kehidupan rumah tanggaku berjalan seperti apa adanya, aku bekerja di salah satu perusahaan ekspedisi milik teman sekolahku dulu, dan istriku membuka warung kecil-kecilan di rumah demi membantu perekonomian kami. Karna posisiku bukanlah cukup kuat di perusahaan itu, hanya sopir barang, tak mengapa aku tetap mensyukurinya.

Kesibukanku sebagai sopir yang setiap hari mengantar dan menjemput barang, membuat tidak begitu peduli dengan pengobatan penyakit yang selama ini menemani hidupku. Diabetesku semakin parah, kali ini saat istriku tengah mengandung buah cinta kami.

Hingga kelahiran putri kecilku, anak pertama kami. Kondisiku tetap saja belum membaik, semua biaya pengobatanku, ku alihkan untuk proses persalinan Ratna. Kondisiku semakin parah, dan harus menggunakan tongkat untuk berjalan. Diabetes ini menggerogoti kaki kananku.

Tak ada yang bisa kulakukan, selain di rumah tidur dan istirahat, dan hanya bisa melihat istriku yang berpeluh keringat mengurusiku, anakku, ibuku dan warung kecilnya. Maafkan suami mu ini Ratna..

Aku sampai di titik dimana aku merasa kehidupanku ini tak lagi berarti, jangankan untuk istri dan anakku, untuk diriku sendiri pun aku tak bisa berbuat banyak. Apa gunanya hidup ku ini kalau hanya bisa berbaring di rumah di tengah kesibukan istriku yang tiada akhirnya. Aku benar-benar putus asa atas hidupku, dan terlintas dipikiran untuk mengakhiri hidup ini.

Aku tak memperdulikan obat-obatan yang selalu Ratna berikan padaku, aku tak lagi ingin makan apapun yang istriku sediakan, aku tak mau tahu dan tak ingin mendengar apapun itu untuk bisa sembuh. Karna ku tahu, diabetes ini tak ada harapan lagi untuk disembuhkan, lambat laun penyakit ini akan menghabisi tubuhku dan mengantarkanku kembali pada-Nya. Dan dalam benakku, aku hanya ingin mati!!

Hampir tiga bulan, aku berperilaku seperti itu, tak mempedulikan apapun. Bahkan beberapa meninggalkan kewajibanku sebagai hamba Allah swt. Pencipta kita tak akan meninggalkan kita, sekalipun kita meninggalkannya berulang-ulang. Begitulah Allah swt, ia tak pernah membiarkanku berada lama dalam kesedihan dan keputusasaan. Lewat Ratna, istriku terkasih, kutemukan kembali semangat hidupku.

Semua perhatian dan kasih sayang Ratna dalam mengurusku dan tak pernah meninggalkan salatnya bagaimanapun kesibukan menyita waktunya. Ratna tetap menyelipkan namaku dalam setiap doa dalam salatnya. Dan tak pernah kutemui kesedihan dan penyesalan di wajah istriku, ia selalu tersenyum, menghiburku, membahas perkembangan anak kami, sesekali mengajakku bercanda walaupun tak ada yang respon baik dari diriku. Rabb, seberapa hebatnya jiwa wanita yang Engkau pilihkan untukku. Aku bersyukur atas hadirnya Rabb, terimakasih.

Lama aku berpikir, mengapa aku melampiaskan kekesalan atas penyakit ini pada istriku dan anakku. Mengapa aku harus mengurung diri dan menutup semua kebaikan dalam diriku. Bukankah penyakit ini juga karena kesalahan ku di masa lalu. Lantas mengapa aku marah dan tidak menerima takdirnya.

Mulai dari hari itu, hari-hari yang penuh dengan perbincanganku dan pertanyaan-pertanyaanku dengan sang maha pemilik kehidupan ini, aku pun berubah. Dan Ratna menjadi salah satu alasan kuatku untuk berubah, dan lebih menerima penyakit ini.

Aku mulai semangat menjalani hidupku, entahlah mungin lebih pastinya menjalani sisa hidupku. Mau bagaimana pun kelak penyakit ini akan berakhir, aku hanya ingin melakukan hal terbaik untuk keluargaku, ibuku, dan bermanfaat untuk orang-orang di sekitarku. Selain menyibukkan diri membantu warung kecil istriku, aku juga menyempatkan waktu untuk membersihkan masjid, menjadi muadzin, dan mengantar-jemput Suci walau aku harus berjalan dengan tongkat, putri kecilku yang saat ini sudah mulai TK. Dan aku sangat menikmati semua rutinitasku saat ini. Tak ada lagi sosok Fandi yang berlarut dalam kesedihan. Kini hanya ada Fandi, Ratna dan si kecil Suci yang bersemangat menemani ayahnya yang berteman dengan diabetesnya.

“Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu penyakit dan sejenisnya, melainkan Allah akan menggugurkan bersamanya dosa-dosanya seperti pohon yang menggugurkan daun-daunnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim )
*[Chairunnisa Dhiee]

 

INILAH MOZAIK