MUI: Buku Lahirkan Ulama

Buku tak hanya melahirkan intelektual tapi juga ulama. Dengan membaca, para ulama bahkan jadi penggerak perubahan.

Ketua Majelis Ulama Indonesia KH Ma’ruf Amin mengapresiasi penyelenggaraan Islamic Book Fair (IBF) yang telah 16 tahun berlangsung. Kiai Ma’ruf berharap bahwa pameran ini menjadi tempat informasi buku-buku yang baik dan membawa maslahat. Agar masyarakat tahu mana buku yang baik dan tidak baik.

Melalui buku terjadi proses memengaruhi, bahkan ada gerakan penyesatan baik akidah maupun cara berpikir. Karena itu, Kiai Ma’ruf berharap IBF bisa menjadi sarana menangkal penyesatan akidah dan cara pemikiran. ”Sangat genting dan fundamental untuk membangun cara berpikir,” kata Kiai Ma’ruf di IBF 2017 di Balai Sidang Jakarta (JCC), Rabu (3/5).

Semua orang tahu, perubahan terjadi karena banyak membaca. Membaca sendiri melahirkan intelektual termasuk ulama. Apalagi, kesdaran untuk memerdekan Indonesia justru dimulai dari kesadaran para ulama. ”Karena itu, tema IBF untuk pembangunan peradaban melalu literasi islam sudah tepat,” ungkap Kiai Ma’ruf.

Ketika terjadi pemberontakan di Indonesia abad ke 19, mulanya karena perlawanan para ulama. Sejarawan menyatakan itu sebagai kebangkitan agama. Tapi menurut Kiai Ma’ruf, sebenarnya itu adalah kebangkitan Islam, bahkan lebih tepat lagi kebangkitan ulama.

”Banyak orang mengira bahwa perubahan itu terjadi ketika orang Indonesia banyak berhaji. Tapi setelah dilakukan penelitian, yang melakukan pemberontakan itu bukan orang yang melakukan haji,” kata Kiai Ma’ruf.

Banyak orang pergi haji, pulangnya tidak ada perubahan. Yang melakukan perubahan dulu adalah para ulama yang sekolah di Mekkah dan selama bertahun-tahun setelah mereka belajar kitab di sana. Saat pulang, barulah mereka tahu ada yang harus diubah dan mereka melakukan perlawanan.

Kebangkitan ulama ini yang kemudian menginspirasi lahirnya kebangkitan nasional menuju Indonesia merdeka. ”Jadi intelektual Muslim ini yang sebenarnya mulai gerakan kemerdekaan. Oleh karena mari kita mendorong supaya lebih banyak Muslim yang cerdas,” kata Kiai Ma’ruf.

Selama ini umat Islam dilecehkan seakan-akan umat Islam mudah diiming-iming uang. Makanya tak heran ada istilah kyai khas kalah oleh kyai kas.

IBF, kata Kiai Ma’ruf juga menjadi tempat untuk mempromosikan gemar membaca. Gemar membaca udah mulai, tapi belum diiringi gemar membeli buku. Padahal dengan membeli buku apalagi buku Islam, umat akan ikut menguatkan, mensinergikan, dan mengakselarsi gerakan ekonomi keumatan.

 

REPUBLIKA

Paradigma “Wasathiyah” Menjadi Ruh Setiap Gerakan MUI

Ketua Umum Dewan Pimpinan MUI Pusat KH Ma’ruf Amin menegaskan, paradigma Islam “wasathiyah” harus bisa menjadi ruh dari setiap gerakan MUI di semua tingkatan selama lima tahun ke depan.

“Paradigma wasathiyah dipandang penting seiring dengan semakin kuatnya indikasi bergesernya gerakan keislaman di negeri ini ke kutub ekstrim, baik yang ke kiri ataupun yang ke kanan,” kata Kiai Ma’ruf dalam pembukaan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) I di Jakarta (10-/11) malam.

Pergeseran ke kutub kiri memunculkan gerakan liberalisme, pluralisme dan sekularisme dalam beragama. Sedangkan pergeseran ke kutub kanan menumbuhkan radikalisme dan fanatisme sempit dalam beragama.

“Pergerakan kedua kutub ini disadari atau tidak, diakui atau tidak, merupakan gambaran pertarungan ideologi global yang menerjang di Indonesia. Dampaknya pertarungan tersebut telah memporak-porandakan bangunan keislaman yang selama ini telah dibangun oleh para ulama terdahulu di negeri ini,” tambahnya.

Islam wasathiyah sebagai paradigma perkhidmatan di lingkungan MUI diharapkan bisa mengembalikan gerakan keislaman di Indonesia sebagaimana yang dibangun ulama terdahulu. Yaitu keislaman yang mengambil jalan tengah (tawassuth), berkeseimbangan (tawazun), lurus dan tegas (i’tidal), toleransi (tasamuh), egaliter (musawah), mengedepankan musyawarah (syura), berjiwa reformasi (islah), mendahulukan yang prioritas (aulawiyah), dinamis dan inovatif (tathawwur wa ibtikar), dan berkeadaban (tahadhdhur).

Kiai Ma’ruf mengingatkan para pengurus MUI di semua tingkatan agar memahami dan menghayati paradigma Islam wasathiyah ini, sehingga dapat menjadi corong dalam menyampaikannya kepada umat. Setiap pengurus MUI harus mendakwahkan Islam wasathiyah kepada sebanyak mungkin umat Islam.

“Secara lebih sistematis, MUI akan menyiapkan kader-kader da’i di seluruh Indonesia untuk menjadi ujung tombak menyebarkan paradigma Islam wasathiyah ini. Sehingga pemahaman keislaman sebagaimana yang telah diletakkan oleh para ulama terdahulu di Indonesia bisa hadir kembali dan menjadi jati diri muslimin di Indonesia,” demikian KH Ma’ruf Amin.

 

sumber: MUI