Sempat Ramai Dipermasalahkan, Begini Rekomendasi MUI Tentang Pengeras Suara Masjid dan Musholla

Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan ketentuan pedoman penggunaan pengeras suara untuk masjid dan musholla. Hal itu merupakan salah satu rekomendasi yang dihasilkan dalam Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia yang telah berakhir pada Kamis (11/11/2021).

Dalam rekomendasi yang dibacakan oleh Ketua MUI Bidang Fatwa KH Asrorun Niam Sholeh disebutkan bahwa dalam aktifitas ibadah, ada jenis yang memiliki dimensi syiar, sehingga membutuhkan media untuk penyiaran, termasuk adzan.

MUI mengungkap bahwa dalam pelaksanaannya, perlu diatur kembali tentang pedoman penggunaan pengeras suara di masjid dan mushalla untuk mewujudkan kemaslahatan dan menjamin ketertiban serta mencegah mafsadah yg ditimbulkan.

Sebelumnya, pengeras suara adzan sempat dipermasalahkan oleh beberapa pihak. Di antaranya oleh Agence France-Presse (AFP), agensi berita internasional yang berpusat di Paris, Prancis, yang menyoroti suara azan di Jakarta dalam laporannya pada Oktober lalu yang berjudul ‘Ketakwaan atau gangguan kebisingan? Indonesia mengatasi reaksi volume azan’.

AFP sendiri menuliskan, azan dan masjid adalah dua hal yang dihormati di Indonesia, negara dengan mayoritas muslim terbesar di dunia. Mengkritisi azan dan masjid, ungkap media tersebut, bisa berujung pada tuduhan penistaan agama dengan ancaman 5 tahun penjaraan.

Dewan Masjid Indonesia (DMI) telah mengerahkan tim untuk mengatasi tata suara (sound system) masjid di seluruh Indonesia. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 48 Tahun 1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan mengatur soal tingkat kebisingan, termasuk untuk di tempat ibadah.

MUI menyebut bahwa Kemenag sendiri telah menerbitkan aturan sejak tahun 1978 untuk dipedomani setiap muslim, khususnya para pengurus masjid dan musholla. Agar lebih kontekstual, ungkap lembaga tersebut, perlu disegarkan kembali seiring dengan dinamika masyarakat.

MUI juga merekomendasikan adanya sosialisasi dan pembinaan kepada umat Islam, pengurus masjid dan mushollah dan masyarakat umum tentang pedoman penggunaan pengeras suara di masjid mushalla yang lebih maslahah.

Selain itu, MUI juga mendesak pemerintah untuk memfasilitasi infrastruktur masjid dan mushalla sebagai penyempurna kegiatan syiar keagamaan.*

HIDAYATULLAH

Ini Empat Seruan MUI Berpuasa di Tengan Wabah

Tinggal hitungan hari ummat Islam akan melaksanakan ibadah puasa sebulan penuh.

Ramadhan merupakan momentum menguatkan hubungan hablum minallah dan hablum minnas. Tinggal hitungan jari, seluruh ummat Islam di dunia, termasuk Indonesia akan menjalankan ibadah shaum sebulan penuh.

Sekretaris Komisi Fatwa MUI HM Asrorun Niam Sholeh mengatakan, menjelang Ramadhan 1441 H ini, MUI menyampaikan Marhaban Yaa Ramadhan. “Semoga umat Islam diberi kekuatan untuk melaksanakan ibadah, baik ibadah mahdlah maupun ibadah ghairu mahdlah. Puasa harus menjadi momentum umat Islam untuk meningkatkan hubungan ilahiyyah dan mengeratkan hubungan insaniyah,” ujarnya.

Untuk itu MUI menyeru empat hal yang  dilakukan ummat Islam saat menjalankan ibadah puasa di tengah pandemi virus corona saat ini. Keempat hal itu adalah sebagai berikut:

1.Meningkatkan keimanan, mengajak umat Islam untuk menjadikan Ramadhan tahun ini sebagai momentum muhasabah meningkatkan keimanan, ketaqwaan, keikhlasan, dan mendekatkan diri kepada Allah SWT (taqarrub ila Allah), serta secara khusyu’ berzikir, bermunajat, memperbanyak membaca Alquran dan berdoa kepada Allah Azza wa Jalla agar pendemik Covid-19 dan wabah lainnya segera diangkat dan dihilangkan dari negara tercinta Indonesia.

Asrorun mengajak, kepada masyarakat yang berada di kawasan terdampak, untuk bersama membangun kebiasaan baru dalam beribadah menyesuaikan dengan kondisi pandemik dengan: menjadikan rumah sebagai pusat kegiatan ibadah, ibadah mahdlah dan ghair mahdlah. Kebiasaan ibadah di masjid dan mushalla saat tarawih, tilawah, kita geser syiar itu di kediaman masing. “Kita terangi rumah kita dengan ibadah dan tilawah,” seru Asrorun.

Tarawih di Rumah bersama keluarga inti. Menurutnya, ada dua manfaat Ibadah di Rumah. Pertama mencegah penyebaran penyakit, kedua memperkuat hubungan kekerabatan, ketiga perubahan kebiasaan ini tidak mengurangi satu senti pun ketaatan kita kepada Allah SWT.

“Ini adalah tuntunan yang diajarkan dalam Islam. Menjaga agama dan menjaga jiwa adalah dua komponen utama dalam Maqashid syariat, atau tujuan pembangunan hukum Islam. Tidak dibenarkan melaksanakan ibadah yang menimbulkan terancamnya jiwa,” katanya.

Asrorun menyampaikan, meski semua kegiatan ibadah digeser ke rumah masing-masing, masjid tetap menjadi pusat penyiaran, penanda waktu, adzan, dan pengumuman-pengumuman keagamaan. Muadzdzin dan Takmir masjid tetap mengumandangkan adzan, pusat infromasi kegiatan keagamaan, pusat informasi pencegahan dan penanggulangan covid.

“Masjid bisa dijadikan posko penanggulangan, hingga jika dimungkinkan, menjadi pusat isolasi mandiri,” katanya.

Serua kedua, MUI mengajak umat Islam menjaga imunitas dengan melakukan beberapa hal di antaranya: A. Berperilaku hidup bersih dan sehat. Puasa dan qiyamulail bida mendatangkan manfaat terhadap kesehatan.

B. Makan makanan yang seimbang.nMenyegerakan berbuka, dengan yang manis dan memperbanyak air putih, namun tetap tidak berlebihan. Dna mengakhirkan sahur, Tasahharu Fa Inna Fis Sahuuri Barakah.

C. Sahur bersama keluarga juga dapat mendatangkan Tasahharu Fa Inna Fis Sahuuri Barakah.

D.Memperbanyak Dzikir. Menurutnya, dzikir melahirkan ketenangan. Ketenangan adalah separuh obat untuk sembuh. Ibnu Sina, Ahli Kedokteran Muslim mengingatkan “Ketenangan adalah separuh obat, dan Kepanikan adalah separuh penyakit.

Dzikir jugabmelahirkan kedekatan dengan Allah “fadzkuruuni Adzkurkum… “

Dzikir mengantarkan pada kewaspadaan, kewaspadaan akan melahirkan kehati-hatian. “Sak beja-bejaning wong kang lali, isih bejo wong kang eling lan waspodo”

Seruan ketiga MUI mengajak umat Islam untuk menjaga keamanan diri dan orang lain, dengan cara melaksanakan Ibadah dengan Tetap mematuhi Protocol kesehatan sehingga bisa memutus mata rantai penyebaran Covid-19.

Tetangga merasa tenang dan tenteram dengan kewaspadaan dan kehati-hatian kita. Mengimbau umat Islam untuk lebih meningatkan amal shalih, salah satunya dengan membantu fakir-miskin dan dhu’afa.

“Terutama di daerah sekitar ia tinggal, melalui penyaluran zakat, infak, dan shadaqah,” katanya.

Seruan kempat MUI, mengajak umat berdoa dan mengaminkan doa. Karena tidak ada suatu peristiwa yang lepas dari kehendak Allah SWT. Kita terdiam dengan ikhlas dan sabar. Ud’uni astajib lakum.

Selain itu MUI juga mendorong para pengelola media massa, khususnya TV dan radio, agar mempersiapkan berbagai acara siaran Ramadhan yang sejalan dengan nilai-nilai al-akhlaq al-karimah dan semangat gotong royong, saling membantu dan berlomba dalam kebaikan.

“Sehingga tercipta di tengah masyarakat religiusitas dan kebersamaan untuk menghadapi dampak terjadinya pendemik covid-19,” katanya.

REPUBLIKA

MUI Terbitkan Pedoman Dakwah, Ini 4 Terobosannya

Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengesahkan sekaligus menerbitkan pedoman dakwah bagi para pelaku dakwah di Indonesia, Selasa (12/09/2017) di Jakarta.

Lewat pedoman dakwah ini, MUI memberikan empat terobosan baru. Yaitu, penetapan kriteria dan kompetensi pelaku dakwah; penetapan konten dakwah Islam yang berwawasan wasathiyahdalam bingkai ahlusunnah wal jamaah; serta penetapan model dan metode dakwah yang aktual, dinamis, dan bertanggung jawab.

Kemudian, terobosan keempat adalah penetapan adanya Dewan Etik Dakwah Nasional yang mengarahkan konten, dan mengawasi perilaku para dai dan lembaga penyiaran dakwah agar sesuai dan senafas dengan wawasan dakwah wasathiyah, baik tingkat nasional maupun lokal.

“Dengan adanya pedoman ini, Komisi Dakwah MUI memohon seluruh dai, aktivis dakwah, serta seluruh umat Islam untuk menyebarluaskan dan betul-betul menjadikannya pedoman dalam setiap aktivis dakwah,” demikian keterangan dilansir MUI.

Penelusuran hidayatullah.com pada dokumen yang dilampirkan, pedoman dakwah tersebut ditandatangani oleh Ketua Umum MUI KH Ma’ruf Amin dan Sekretaris Jenderal Dr Anwar Abbas di Jakarta, 5 September 2017 lalu.

Tim Perumus Pedoman Dakwah MUI ini adalah KH Abdusshomad Buchori, Drs Sholahudin Al-Aiyub, KH Cholil Nafis, Fahmi Salim Lc, Drs Risman Mukhtar, Drs Ahmad Zubaidi, dan Dr Samsul Maarif.

Dokumen berjudul Pedoman Dakwah Komisi Dakwah MUI se-Indonesia ini terdiri dari 16 halaman. Dokumen tersebut bisa diunduh di sini.*

 

HIDAYATULLAH

MUI Ajak Umat Islam Keluar dari Zona Nyaman

Anggota Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Muhammad Hidayat mengajak umat Islam untuk keluar dari zona nyaman, sehingga mampu membuat perubahan dalam hidupnya.

Hal ini disampaikan Hidayat dalam acara Tiens Indonesia di Britama Sport Mall, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Ahad (21/1). Perhelatan akbar tahunan tersebut dihadiri oleh sekitar 3.000 distributor Tiens yang berasal dari seluruh daerah di Indonesia.

Kegiatan ini mengangkat tagline Power Up From Zero to Hero “Saya mengajak kepada kita semua untuk keluar dari zona nyaman,” kata Hidayat dalam acara tersebut.

Menurut Hidayat, 17 Tahun berdirinya Tiens Indonesia merupakan waktu yang sangat strategis untuk melangkah lebih baik. Menurut dia, Tiens merupakan perusahaan yang memiliki sisi kemanusian yang lebih luas.

“Jangan anda membuat batasan sendiri di saat anda mau membuat sesuatu, karena ini akan meminimalkan potensi dan kepercayaan diri,” kata Hidayat.

Hidayat mengatakan, untuk mendapatkan kesuksesan tidak hanya perlu mengubah sesuatu, tapi juga harus menciptakan kesempatan. Karena, menurut dia, kesempatan-kesempatan yang diciptakan akan melahirkan rencana strategis. “Duplikasikan orang yang belum berhasil menjadi orang yang berhasil,” katanya.

Hidayat berharap Tiens ke depannya tepat memegang prinsip syariah dalam menjual produk-produknya dan mampu menghadapi tantangan dan hambatan yang ada.

“Semoga Tiens tetap memegang prinsip syariah. Mudah-mudahan Tiens bisa memberikan kesempatan besar kepada seluruh keluarga besarnya untuk menjadi orang yang beriman dan bertaqwa,” kata dia.

Sementara itu, CEO of Tiens Asia Tenggara Wendy Li menjelaskan bahwa generasi milenial saat ini memiliki banyak kelebihan. Menurut dia, generasi milenial saat ini mampu mengembangkan teknologi dan eksis dalam berbagai macam sosial media. Menurut dia, potensi ini sangat bagus untuk ke depannya.

“Ini sangat bagus untuk bisa menyebarkan bisnis Tiens dengan cepat, lebih fleksibel untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan dan perkembangan jaman, memiliki jiwa aktif, enerjik dan pantang menyerah,” kata Wendy.

 

REPUBLIKA

Dasar-Dasar Penetapan Produk Halal

Lembaga Pengkajian Pangan Obat-Obatan dan Kosmetika (LPPOM) Majelis Ulama Indonesia (MUI) merupakan lembaga yang mengeluarkan sertifikasi halal bagi sebuah produk. Keberadaan sertifikasi halal sangat membantu umat Islam untuk memastikan bahwa makanan dan minuman yang dikonsumsi atau barang yang digunakan dapat dipastikan kehalalannya.

Namun, tahukah Anda dasar-dasar apa yang digunakan oleh LPPOM MUI dalam mengeluarkan fatwa halal? MUI melalui komisi fatwa pernah mengeluarkan tentang penetapan produk halal, yakni pada 2009.

Alquran surah al-Baqarah (2): 168 adalah rujukan MUI pentingnya mengeluarkan fatwa. Ayat tersebut ber bunyi, Hai sekalian manusia!Makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan; karena sesungguhnya setan itu adalah musuh nyata bagimu,.

Kemudian surah al-Baqarah (2):172 juga menjadi rujukan dari MUI. Ayat tersebut berbunyi Hai orang yang beriman! Makan lah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada- Nya kamu menyembah,. MUI juga merujuk kepada ayat Alquran lainnya, yaitu al-Maidah (5): 88 dan an-Nahl (16):114. Surat-surat Alquran tersebut merupakan ayat yang mengharuskan manusia mengonsumsi yang halal.

Selain itu, MUI merujuk kepada be berapa alquran kehalalan makhluk Allah secara umum. Seperti surah al- Baqarah (2): 29 yang berbunyi Dia- lah Allah yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu..,.

Firman Allah tentang beberapa jenis makanan (dan minuman) yang diharamkan juga menjadi rujukan dari MUI. Di antaranya surah al-Baqarah (2): 173 yang berbunyi Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Akan tetapi, barang siapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang,.

Hadis-hadis nabi yang berkaitan dengan kehalalan dan keharaman sesuatu yang dikonsumsi juga menjadi rujukan MUI. Di antara hadis riwayat Muslim, yaitu Yang halal itu sudah jelas dan yang haram pun sudah jelas;dan di antara keduanya ada hal-hal yang musyta-bihat(syubhat, samar- samar, tidak jelas halal-haramnya), kebanyakan manusia tidak mengetahui hukumnya. Barang siapa hati-hati dari perkara syubhat, sungguh ia menye lamatkan agama dan harga dirinya.

Selain Alquran dan hadis, MUI juga merujuk kepada kaidah-kaidah fikih, di antaranya yang berbunyi Hukum asal sesuatu yang bermanfaat adalah boleh dan hukum asal sesuatu yang berbahaya adalah haram. Pedoman dasar dan rumah tangga MUI periode 2000-2005 juga menjadi dasar mengapa MUI harus mengeluarkan fatawa tentang produk halal.

 

REPUBLIKA

MUI akan Bentuk Akademi Dakwah

Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menutup kegiatan Halaqah Dakwah Nasional di Jakarta pada Selasa (14/11) malam. Ketua Komisi Dakwah MUI, KH Cholil Nafis mengatakan bahwa dalam halaqah ini telah dirumuskan Program Akademi Dakwah untuk memberikan standarisasi kepada para dai di Indonesia.

“Kita memang tidak membuat rekomendasi khusus, tapi kita membuat Akademi Dakwah. Dan itu sudah disepakati untuk dilaksanakan 2018,” ujar Kiai Cholil kepada Republika.co.id, Rabu (15/11).

Ia menuturkan, Akademi Dakwah diperlukan untuk membuat para dai di Indonesia bisa mensyiarkan Islam Wasathiyah (tengah), yaitu Islam moderat yang tidak bertentangan dengan NKRI.

“Ciri khas dari Akaedemi Dakwah ini, kan kita sudah ketemu profil Islam Wasathiyah. Di antaranya adalah bagaimana kita bisa mengaplikasikan nilai-nilai budaya dalam konteks beragama,” ucapnya.

Selain itu, menurut dia, para dai lulusan akademi ini nantinya akan menjadi partner pemerintah dalam penyiaran ajaran Islam ala Indonesia, sehingga para dai harus berkomitmen terhadap NKRI. “Kita ini kan sudah membuat peta dakwah, kedua kita sudah bikin pedomannya. Nah sekarang kita mengarah kepada Akademi Dakwah,” katanya.

Ia menjelaskan, nantinya ada sekitar 40 dai yang akan distandardisasi dalam angkatan pertama Akademi Dakwah. Para dai harus terlebih dahulu mengikuti pelatihan di tingkat nasional, kemudian akan disebar ke provinsi untuk mempraktekkan cara berdakwah yang sesuai dengan Islam Wasathiyah.

Setelah itu, para dai yang dianggap telah mempunyai kompetensi dan mendapatkan sertifikat akan dikirimkan ke luar negeri untuk menjadi dai yang mempunyai standar Internasional. “Tahun depan kita sudah memulai pelatihan dai Internasional. Misalnya, di Mesir nanti seminggu pelatihan, di Oman, Turki. Nanti ada studi komparasi untuk mengenal isu-isu Internasional,” jelasnya.

REPUBLIKA

MUI: Tidak Ada Kata Toleransi pada LGBT dan Aliran Sesat

Mendengar masih adanya kalangan yang salah mengartikan toleransi, Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI Pusat, KH Cholil Nafis Lc MA PhD membantu meluruskannya.

Menurutnya, toleransi itu bisa dilakukan pada hal-hal yang tidak merusak agama dan hukum. Tapi kalau pada hal-hal yang menyimpang, kata dia, tidak bisa ditoleransi. Contohnya lesbian, homoseksual, biseksual, dan transgender atau biasa diistilahkan LGBT.

Dosen Pascasarjana Universitas Indonesia ini menegaskan, tidak ada satupun agama yang membenarkan LGBT.

Dalam UU Perkawinan No 1 Tahun 1974 pun, kata dia, perkawinan itu harus dengan beda jenis, bukan sesama jenis.

“Penyimpangan seperti ini harus diamputasi,” ujar Kiai Cholil saat dihubungi hidayatullah.com di Jakarta, Kamis (02/11/2017).

Penyimpangan seperti aliran sesat juga tidak boleh ditoleransi, tambahnya. Sebab merusak agama. Karena itu, fatwa aliran sesat harus disampaikan kepada masyarakat bahwa ini tidak boleh diikuti. Tujuannya agar kemurnian agama dan akidah umat Islam terjaga.

Ia heran jika yang menyampaikan fatwa tersebut dianggap intoleran.

“Memberi tahu (fatwa) kok intoleransi? Wong memfatwakan saja sudah bagian dari menjaga prinsip,” ucapnya. “Jadi sesuatu menodai kehormatan agama dan manusia itu tidak ada kata toleransi.”Andi

 

HIDAYATULLAH

 

Mau Nikah Siri, Ini Untung Ruginya Kata MUI…

Situs nikahsirri.com membuat beberapa pihak tidak nyaman kerena kontennya menyinggung eksistensi perempuan. Situs besutan Aris Wahyudi itu juga minim sekali pengetahuan tentang nikah siri menurut pandangan Islam.

“Ini beda dengan nikah siri yang dimaksudnya di media tadi, yang seakan-akan mengandung unsur di situ ada penipuan, potensial terjadi trafficking, penjual anak dan perempuan terjadi di di situ,” kata Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail PBNU Kiyai Haji Abdul Moqsith Ghazali saat diskusi dengan tema “Perlindungan Perempuan dan Anak Terhadap Kejahatan Di Internet” di Jl. Adityawarman, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (28/9).

Ghazali menuturkan, jika ada kiai, ustaz atau tokoh agama Islam di kampung-kampung melakukan nikah siri bukan berarti untuk eksploitasi terhadap pasangan yang baru dinikahinya. Akan tetapi, hal itu karena keterbatasan kemampuan dalam berapa hal.

“Itu karena keterbatasan akses kampung ke KUA yang terlalu jauh. Dan dari sudut pembiyaan tidak mampu untuk melakukan pernikahan secara tercatat karena ada biaya dan lain sebagainya,” katanya.

Ghazali menuturkan, sebenarnya di dalam Islam tidak dikenal yang namanya nikah siri. Malah, Islam sangat menganjurkan setiap pernikahan mesti tercatat di lembaran negara.

Hal itu, kata Ghazali, sesuai Pasal 4 Kompilasi Hukum Islam, bahwa pernikahan dinyatakan sah apabila dilaksanakan sesuai hukum Islam seperti diatur didalam Undangan-undang Perkawinan Nomo 1 Tahun 1974. “Kenapa nikah siri dikenal di Indonesia itu, untuk membedakan antara nikah yang dicatatkan kepada negara dengan nikah yang tak tercatatkan kepada negara,” katanya.

Meski siri yang artinya rahasia, tetapi pada hakikatnya pernikahan rahasia itu dipublikasikan. Karena ada saksi dan wali serta tetangga yang menyaksikan. Hanya saja pernikahan itu tidak tercatat di negara, karena keterbatasan akses dan pertimbangan lain.

Ghazali menuturkan, banyak sekali kerugian pernikahan tidak tercatat di lembaran negara. Misalnya, anak dari hasil pernikahan siri itu tidak bisa memiliki catatan sipil atau akte kelahiran. Karena, syarat untuk mengajukan akte harus ada akte nikah.

“Kita menyaksikan ada banyak anak yang tidak memiliki akte kelahiran, sehingga aksesnya mendapatkan pendidikan dan pelayanan kesehatan sulit terpenuhi,” katanya.

Untuk itu, kata dia, kenapa Islam selalu menyarankan agar pernikahan mesti tercatat di negara. Meski demikian, kata dia, kepada pihak yang sudah menikah siri tidak perlu khawatir ketika anaknya lahir tidak mendapatkan hak-hak pencatat sipil asal kedua belah pihak segera mengajukan pengesahan ke pengadilan.

“Bahwa telah terjadi pernikahan tahun sekian, saksinya ini, walinya ini, yang menikahkan ini. Itu bisa dilakukan,” katanya.

 

REPUBLIKA

 

 

—————————————————————-
Artikel keislaman di atas bisa Anda nikmati setiap hari melalui smartphone Android Anda. Download aplikasinya, di sini!

MUI minta hiburan malam ditertibkan selama Ramadhan

Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Padang, Sumatera Barat (Sumbar) meminta pemerintah kota (Pemkot) setempat menertibkan tempat hiburan malam selama bulan suci Ramadhan.

“Saya ingin Pemkot Padang menertibkan tempat hiburan malam selama Ramadhan. Hal ini sebagai antisipasi terhadap perilaku menyimpang masyarakat yang dapat merusak nilai ibadah selama bulan itu,” kata Ketua Umum MUI Kota Padang, Duski Samad di Padang, Selasa (02/05/2017).

Ia menambahkan walaupun surat edaran tentang penertiban atau penutupan ini belum dikeluarkan, pihaknya akan terus mendorong supaya hal ini menjadi bahan tindak lanjut bagi pemkot setempat.

Mengenai penertiban, ia menjelaskan hal ini terkait dengan jam beroperasi tempat hiburan tersebut, namun lebih bagus ia menyarankan untuk ditutup saja selama bulan suci Ramadhan .

“Ini menyangkut moralitas masing-masing individu, bukan lagi persoalan agama. Karena itu kami ingin adanya kesadaran diri dari berbagai pihaknya untuk bisa menjaga sikap,” ujarnya.

Jika penertiban ini tidak dapat mengatasi, ia mengemukakan lebih baik adakan penutupan pada tempat-tempat tersebut.

Ia mengharapkan untuk pihak terkait seperti pemilik tempat hiburan dan masyarakat lainnya untuk dapat menerima imbauan penutupan ini.

Selain itu, MUI juga meminta aparat penegak hukum untuk menindak tegas berbagai bentuk pelanggaran hukum yang dapat mengganggu kekhidmatan dalam menjalan ibadah puasa seperti peredaran minuman keras, tempat hiburan malam dan praktik prostitusi.

“Masyarakat juga jangan melakukan pemborosan yang mendatangkan kemudharatan bagi diri sendiri,” ujarnya.

 

RIMVNEWS

Paradigma “Wasathiyah” Menjadi Ruh Setiap Gerakan MUI

Ketua Umum Dewan Pimpinan MUI Pusat KH Ma’ruf Amin menegaskan, paradigma Islam “wasathiyah” harus bisa menjadi ruh dari setiap gerakan MUI di semua tingkatan selama lima tahun ke depan.

“Paradigma wasathiyah dipandang penting seiring dengan semakin kuatnya indikasi bergesernya gerakan keislaman di negeri ini ke kutub ekstrim, baik yang ke kiri ataupun yang ke kanan,” kata Kiai Ma’ruf dalam pembukaan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) I di Jakarta (10-/11) malam.

Pergeseran ke kutub kiri memunculkan gerakan liberalisme, pluralisme dan sekularisme dalam beragama. Sedangkan pergeseran ke kutub kanan menumbuhkan radikalisme dan fanatisme sempit dalam beragama.

“Pergerakan kedua kutub ini disadari atau tidak, diakui atau tidak, merupakan gambaran pertarungan ideologi global yang menerjang di Indonesia. Dampaknya pertarungan tersebut telah memporak-porandakan bangunan keislaman yang selama ini telah dibangun oleh para ulama terdahulu di negeri ini,” tambahnya.

Islam wasathiyah sebagai paradigma perkhidmatan di lingkungan MUI diharapkan bisa mengembalikan gerakan keislaman di Indonesia sebagaimana yang dibangun ulama terdahulu. Yaitu keislaman yang mengambil jalan tengah (tawassuth), berkeseimbangan (tawazun), lurus dan tegas (i’tidal), toleransi (tasamuh), egaliter (musawah), mengedepankan musyawarah (syura), berjiwa reformasi (islah), mendahulukan yang prioritas (aulawiyah), dinamis dan inovatif (tathawwur wa ibtikar), dan berkeadaban (tahadhdhur).

Kiai Ma’ruf mengingatkan para pengurus MUI di semua tingkatan agar memahami dan menghayati paradigma Islam wasathiyah ini, sehingga dapat menjadi corong dalam menyampaikannya kepada umat. Setiap pengurus MUI harus mendakwahkan Islam wasathiyah kepada sebanyak mungkin umat Islam.

“Secara lebih sistematis, MUI akan menyiapkan kader-kader da’i di seluruh Indonesia untuk menjadi ujung tombak menyebarkan paradigma Islam wasathiyah ini. Sehingga pemahaman keislaman sebagaimana yang telah diletakkan oleh para ulama terdahulu di Indonesia bisa hadir kembali dan menjadi jati diri muslimin di Indonesia,” demikian KH Ma’ruf Amin.

 

sumber: MUI