Mencuri Waktu

Beragam sikap orang dalam menyikapi waktu.

Beragam sikap orang dalam menyikapi waktu. Ada yang sangat efisien dan optimal dalam menggunakan waktu, ada yang biasa-biasa saja, ada pula yang justru menghambur-hamburkan waktu dalam kesia-siaan. Sikap inilah yang melahirkan kesan seseorang terhadap waktu menjadi berbeda. Ada yang menangkap waktu yang dijalaninya cukup lama, ada yang sedang-sedang saja, ada pula yang merasakan waktu itu amat cepat berlalu dan terkesan begitu sempit dalam kehidupannya.

Kesan terakhir ini biasa dirasakan oleh orang-orang yang sehari-harinya begitu sibuk dalam menunaikan tugas-tugasnya sehingga jatah waktu yang dimilikinya seolah-olah tidak cukup untuk menangani berbagai kewajiban yang tak pernah selesai. Maka, “mencuri waktu” menjadi formula yang paling niscaya dalam me nyiasati semua itu. Prinsip “me nyelam sambil minum air” menjadi relevan sekali.

Dalam hal ini, Rasulullah telah memberikan banyak contoh yang ma nis sekali perihal “mencuri waktu” ini. Ketika Rasulullah dikejar-kejar oleh kafir Quraisy, beliau masih sem pat menunaikan tugas dakwah, yaitu mengislamkan Abu Buraidah dan kaumnya yang berjumlah 70 orang.

Padahal, pemimpin kaum ini keluar justru untuk memburu Rasulullah dan Abu Bakar dengan harapan dapat meraih hadiah yang ditawarkan oleh orang-orang Quraisy. Namun, begitu Abu Buraidah berjumpa dengan Nabi dan diajak bicara, dia malah memeluk Islam. Kemudian, ia melepas kerudung kepalanya seraya mengikatkannya di tombaknya, lalu dijadikan sebagai bendera, seraya berseru bahwa pemimpin yang membawa keamanan dan perdamaian telah datang untuk memenuhi dunia dengan keadilan.

Perihal “mencuri waktu” ini, kita juga bisa belajar dari Nabi Yusuf ‘Alaihissalam. Meski ia telah mendekam dalam penjara, lantaran dituduh—maaf—berselingkuh dengan istri al-Aziz, ia tetap bisa menjalankan tugas sucinya, yaitu mengajarkan prinsip tauhid melalui jawaban yang diberikan kepada dua teman sepenjaranya yang bertanya tentang takwil mimpi.

Ujarnya: “Hai kedua penghuni penjara, manakah yang baik, tuhantuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah Yang Maha Esa lagi Mahaperkasa?” (Yusuf: 39). Dalam arena kehidupan kita yang luas ini, tentu begitu banyak model kegiatan yang bisa kita terapkan dari hanya satu waktu. Misalnya ketika masuk masjid, waktunya hanya sekali, tetapi kita bisa meraih banyak pahala dengan serangkaian niat yang kita pancangkan: niat shalat jamaah, niat taklim, iktikaf, silaturahim, dan lain-lain. ¦ 

Oleh: Makmum Nawawi

KHAZANAH REPUBLIKA