Hukum Membongkar Kuburan untuk Kepentingan Autopsi

Autopsi mayat adalah prosedur untuk mencari tahu tentang sebab, cara, kapan, dan bagaimana seseorang meninggal. Karena suatu kecurigaan, terkadang sebuah makam terpaksa dibongkar untuk kepentingan autopsi. Lantas, bagaimana hukum membongkar kuburan untuk kepentingan autopsi?

Mengenai hukum autopsi sendiri, ulama membolehkan untuk membedah seluruh tubuh jenazah atau sebagian tubuhnya untuk menentukan penyebab kematian, mengidentifikasi identitas, atau untuk mengetahui jenis penyakit jenazah. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam kitab Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu berikut,

يجوز التشريح عند الضرورة أو الحاجة بقصد التعليم لأغراض طبية أو لمعرفة سبب الوفاة وإثبات الجناية على المتهم بالقتل ونحو ذلك لأغراض جنائية إذا توقف عليها الوصول فى أمر الجناية للأدلة الدالة على وجوب العدل فى الأحكام حتى لا يظلم بريئ ولا يفلت من العقاب مجرم أثيم

Artinya : “Boleh melakukan otopsi jenazah ketika sangat dibutuhkan untuk tujuan medis, atau untuk mengetahui sebab kematian, menentukan bentuk pidana yang diduga karena dibunuh atau lainnya jika hal itu bisa memberikan bukti yang valid dalam masalah hukum sehingga orang yang salah tidak terzalimi dan pelaku kriminal tidak bisa menghindar dari hukuman.”

Kebolehan melakukan autopsi ini dapat menjadi udzur kebolehan untuk membongkar dan memindahkan kuburan. Udzur tersebut diperlukan karena pada dasarnya seseorang diharamkan untuk memindahkan kuburan kecuali dalam kondisi tertentu. Sebagaimana disebutkan dalam keterangan Safinatun Naja, (halaman 53) berikut ini

ينبش الميت لأربع خصال: للغسل إذا لم يتغير ولتوجيهه إلى القبلة وللمال اذا دفن معه وللمرأة اذا دفن جنينها معها وأمكنت حياته

 Artinya: “Mayit yang telah dikubur boleh digali kembali dengan empat alasan: untuk memandikannya bila kondisinya masih belum berubah, untuk menghadapkannya ke arah kiblat, karena adanya harta yang ikut terkubur bersamanya, dan bila si mayat seorang perempuan yang di dalam perutnya terdapat janin yang dimungkinkan masih hidup.”

Selain itu, disebutkan juga dalam kitab Al-Sirajul Wahhaj keterangan berikut ini:

و كذلك يحرم نقله بعد دفنه الا لضرورة

Artinya : “Begitu juga haram memindahkan jenazah setelah dikuburkan kecuali karena darurat.”

Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa membongkar kuburan untuk kepentingan autopsi itu boleh karena terdapat udzur. Udzur tersebut diperlukan karena pada dasarnya seseorang diharamkan untuk memindahkan kuburan kecuali dalam kondisi tertentu. Demikian. Wallahu a’lam.

BINCANG SYARIAH

Cara Meminta Maaf kepada Orang yang Sudah Wafat

MENURUT mazhab Syafi’i, jika kita pernah menzalimi seseorang, kita harus meminta maaf dan menyebutkan sebabnya. Oleh karena itu, seseorang yang menggunjing orang lain dan ingin meminta maaf haruslah menyebutkan ucapannya dan siapa saja yang bersamanya dikarenakan untuk tujuan yang berbeda.

Sehingga pemberian maaf tidak akan berpengaruh bila tidak diketahui sebabnya. Berbeda dengan mazhab Maliki dan Hanafi yang menyatakan bahwa tidak wajib memerinci secara detail ketika meminta maaf.

Jika terdapat kesulitan dalam meminta maaf, seperti orang yang digunjing telah meninggal atau sulit menemuinya karena lama tak berjumpa, hendaklah beristighfar untuknya.

Begitu pula jika gunjingannya tidak dapat disampaikan maka cukup adanya penyesalan dan istighfar untuknya. Bila keadaannya seperti itu bahkan tidak diperbolehkan mengungkapkannya. Ibnu Al-Mubarak berkata, “Janganlah kamu mengganggunya dua kali.”

Jika pelaku telah menyesali dan beristighfar untuknya, itu cukup baginya meskipun setelah itu gunjingan itu didengar oleh orang yang digunjingkan. Hal ini berdasarkan riwayat Ibnu ‘Adiy, “Jika seseorang di antara kalian menggunjing saudaranya, hendaklah beristighfar untuknya. Sesungguhnya itu merupakan penebusnya.”

INILAH MOZAIK