Jangan Suka Melaknat (Bag. 2)

Berhati-Hati dalam Melaknat

An-Nawawi rahimahullah berkata,

“Ketahuilah bahwa melaknat seorang muslim yang terjaga (kehormatannya) itu haram berdasarkan ijma’ kaum muslimin. Namun boleh melaknat orang-orang yang memiliki sifat tercela, seperti ucapanmu, “Laknat Allah untuk orang-orang dzalim, laknat Allah untuk orang-orang kafir, laknat Allah untuk orang-orang Yahudi dan Nasrani, laknat Allah untuk orang-orang fasik, laknat Allah untuk tukang gambar (makhluk bernyawa, pen.), dan semacamnya.” (Al-Adzkar, hal. 303)

Hukum Melaknat dengan Bahasa General

Terdapat beberapa hadits yang menunjukkan bolehnya melaknat dengan bahasa general. 

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَعَنَ اللهُ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى، اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ

“Laknat Allah untuk orang-orang Yahudi dan Nashrani, mereka menjadikan kuburan para Nabi mereka sebagai masjid.” (HR. Bukhari no. 435, 436 dan Muslim no. 529)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَعَنَ اللهُ مَنْ ذَبَحَ لِغَيْرِ اللهِ، وَلَعَنَ اللهُ مَنْ آوَى مُحْدِثًا، وَلَعَنَ اللهُ مَنْ لَعَنَ وَالِدَيْهِ، وَلَعَنَ اللهُ مَنْ غَيَّرَ الْمَنَارَ

“Laknat Allah untuk orang yang menyembelih untuk selain Allah, dan laknat Allah untuk orang yang melindungi penjahat (buron) [1], laknat Allah untuk orang yang melaknat kedua orang tuanya, dan laknat Allah untuk orang yang memindahkan (mengubah) tanda patok batas tanah.” (HR. Muslim no. 1978)

Hukum Melaknat dengan Menyebut Person Tertentu

Adapun melaknat dengan menyebutkan nama person tertentu (misalnya, “Laknat Allah untuk si fulan A si pencuri itu”), maka terdapat perselisihan pendapat di antara ulama apakah diperbolehkan ataukah tidak. Sebagian ulama membolehkan, sebagian yang lain tidak membolehkannya. 

An-Nawawi Asy-Syafi’i rahimahullah mengatakan,

“Adapun melaknat person tertentu yang melakukan maksiat, seperti Yahudi, Nashrani, orang zalim, pezina, tukang gambar, pencuri, pemakan riba, maka makna yang ditangkap dari hadits-hadits di atas menunjukkan bahwa hal itu tidaklah haram. Namun Al-Ghazali rahimahullah mengisyaratkan haramnya hal tersebut, kecuali pada orang-orang yang kita ketahui bahwa dia meninggal di atas kekafiran, seperti Abu Lahab, Abu Jahal, Fir’aun, Haman, dan orang-orang semisal mereka. Al-Ghazali berkata, “Karena laknat itu berarti (berdoa) menjauhkan seseorang dari rahmat Allah Ta’ala. Sedangkan kita tidak mengetahui bagaimana kondisi akhir hidup orang fasik atau orang kafir ini. Al-Ghazali juga berkata, “Yang mendekati kalimat laknat adalah mendoakan kejelekan untuk orang lain, meskipun orang zalim. Seperti ucapan seorang yang terzalimi, “Semoga Allah tidak memberikan badan yang sehat untukmu, semoga Allah tidak menyelamatkanmu, dan ucapan semisal itu.” (Al-Adzkar, hal. 304)

Setelah membawakan perkataan An-Nawawi di atas, Syaikh Sa’id bin ‘Ali bin Wahf Al-Qahthani rahimahullah menguatkan pendapat Al-Ghazali dengan berkata,

“Yang benar, wallahu a’lam, adalah pendapat Al-Ghazali yang mengatakan bahwa tidak boleh melaknat orang-orang yang telah diketahui memiliki maksiat tertentu, kecuali pada orang tertentu yang kita ketahui bahwa dia mati di atas kekafiran. Hal ini karena kita tidak mengetahui bagaimana akhir hidup orang fasik atau orang kafir ini. Betapa banyak kita melihat atau betapa banyak kita mendengar orang-orang yang terjerumus dalam maksiat dan kekafiran, kemudian Allah Ta’ala beri hidayah dan menutup hidupnya dengan kebaikan. Mereka menjadi penolong kebenaran setelah sebelumnya menjadi penolong kebatilan.” (Afaatul Lisaan, hal. 94)

Pendapat ini juga dikuatkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah, dengan alasan yang sama, yaitu adanya kemungkinan orang tersebut untuk bertaubat.

Namun, wallahu a’lam, pendapat yang benar dalam masalah ini adalah pendapat ulama yang menyatakan bolehnya melaknat person tertentu sekalipun, namun dengan syarat bahwa mereka memang berhak untuk mendapatkan laknat. Jika tidak, maka yang mendoakan laknat tersebut telah berbuat kezaliman.

Dari sahabat Jabir radhiyallahu ‘anhu, ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat seekor keledai yang diberi cap (diberi tanda atau wasm) mukanya [2], beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 

لَعَنَ اللهُ الَّذِي وَسَمَهُ

“Laknat Allah untuk orang yang melakukannya.” (HR. Muslim no. 2117)

Hadits di atas menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat person tertentu, yaitu orang yang memberi cap (wasm) pada binatang tersebut. Tentu bahasa di atas mengarah kepada person pelakunya, bukan laknat secara umum (general).

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda setelah sebagian suku Arab membantai sahabat-sahabatnya terbaiknya secara licik dan culas,

اللهُمَّ الْعَنْ لِحْيَانَ، وَرِعْلًا، وَذَكْوَانَ، وَعُصَيَّةَ عَصَتِ اللهَ وَرَسُولَهُ

“Ya Allah, laknatlah bani Lihyan, bani Ri’l, bani Dzakwaan dan bani ‘Ushayyah. Mereka telah durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya.” (HR. Muslim no. 675)

Hadits di atas juga menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat secara spesifik, dengan menyebutkan kabilah-kabilah Arab yang telah membantai sahabat terbaik Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. 

Wallahu Ta’ala a’lam. [3]

[Selesai]

***

Penulis: M. Saifudin Hakim

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/51763-jangan-suka-melaknat-bag-2.html

Jangan Suka Melaknat (Bag. 1)

Salah satu akhlak buruk yang harus kita jauhi adalah suka melaknat. Laknat adalah (berdoa) menjauhkan orang lain dari rahmat Allah Ta’ala. Sifat suka melaknat merupakan akhlak tercela yang dapat mengurangi kesempurnaan iman. 

Hadits-Hadits Tentang Larangan Melaknat

Dari sahabat Tsaabit bin Adh-Dhakhak radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَلَعْنُ الْمُؤْمِنِ كَقَتْلِهِ

“Melaknat seorang mukmin itu seperti membunuhnya.” (HR. Bukhari no. 6105 dan Muslim no. 110)

Yang dimaksud dengan “seperti” dalam hadits di atas adalah sama-sama perbuatan dosa, meskipun level dosanya tentu saja berbeda di antara dua perbuatan dosa tersebut.

Dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَا يَنْبَغِي لِصِدِّيقٍ أَنْ يَكُونَ لَعَّانًا

“Tidak selayaknya orang yang jujur itu suka melaknat.” (HR. Muslim no. 2597)

Dari sahabat Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَا يَكُونُ اللَّعَّانُونَ شُفَعَاءَ وَلَا شُهَدَاءَ، يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Sesungguhnya para pelaknat itu tidak akan dapat menjadi syuhada’ (orang-orang yang menjadi saksi) dan tidak pula dapat memberi syafa’at pada hari kiamat kelak.” (HR. Muslim no. 2598)

Dari sahabat Samurah bin Jundub radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَا تَلَاعَنُوا بِلَعْنَةِ اللَّهِ، وَلَا بِغَضَبِ اللَّهِ، وَلَا بِالنَّارِ

“Janganlah saling melaknat dengan laknat Allah, jangan pula dengan murka-Nya, jangan pula dengan neraka.” (HR. Abu Dawud no. 4906 dan Tirmidzi no. 1976) [1]

Jenis-Jenis Ucapan Laknat

Dari hadits yang diriwayatkan dari sahabat Samurah bin Jundub radhiyallahu ‘anhu di atas, kita bisa memahami bahwa ada dua jenis ucapan laknat.

Ucapan Laknat yang Sharih

Ucapan laknat yang sharih (jelas-jelas mengucapkan laknat). Misalnya ucapan seseorang, “Semoga laknat Allah ditimpakan kepada si fulan.”

Ucapan Laknat Kinayah

Ucapan laknat kinayah (kiasan). Maksudnya, teks atau kalimatnya memang tidak mengatakan laknat, tetapi secara makna, sama saja dengan melaknat. Misalnya ucapan seseorang, “Murka Allah atasmu” atau “Semoga Engkau masuk neraka.”

Dari sahabat Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا لَعَنَ شَيْئًا صَعِدَتِ اللَّعْنَةُ إِلَى السَّمَاءِ فَتُغْلَقُ أَبْوَابُ السَّمَاءِ دُونَهَا، ثُمَّ تَهْبِطُ إِلَى الْأَرْضِ فَتُغْلَقُ أَبْوَابُهَا دُونَهَا، ثُمَّ تَأْخُذُ يَمِينًا وَشِمَالًا، فَإِذَا لَمْ تَجِدْ مَسَاغًا رَجَعَتْ إِلَى الَّذِي لُعِنَ، فَإِنْ كَانَ لِذَلِكَ أَهْلًا وَإِلَّا رَجَعَتْ إِلَى قَائِلِهَا

“Jika seorang hamba melaknat sesuatu, maka laknat itu akan naik ke langit, dan tertutuplah pintu-pintu langit di bawahnya. Kemudian laknat itu akan turun lagi ke bumi, namun pintu-pintu bumi telah tetutup. Laknat itu kemudian bergerak ke kanan dan ke kiri. Jika tidak mendapatkan tempat berlabuh, ia akan menghampiri orang yang dilaknat, jika orang itu memang layak dilaknat. Namun jika tidak, maka laknat itu akan kembali kepada orang yang melaknat.” (HR. Abu Dawud no. 4905, dinilai hasan oleh Al-Albani) 

Dari sahabat Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ada seseorang yang melaknat angin karena selendangnya diterbangkan oleh angin tersebut. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَا تَلْعَنْهَا، فَإِنَّهَا مَأْمُورَةٌ، وَإِنَّهُ مَنْ لَعَنَ شَيْئًا لَيْسَ لَهُ بِأَهْلٍ رَجَعَتِ اللَّعْنَةُ عَلَيْهِ

“Janganlah Engkau melaknatnya, karena sesungguhnya dia diperintah (oleh Allah). Sungguh, orang yang melaknat sesuatu padahal dia tidak pantas mendapatkan laknat, maka laknat tersebut akan kembali kepada dirinya sendiri.” (HR. Abu Dawud no. 4908, Tirmidzi no. 1978) [2]

Dari sahabat ‘Imran bin Hushain radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam suatu perjalanan, ada seorang wanita Anshar yang tengah mengendarai unta. Namun, unta yang sedang dikendarainya itu memberontak dengan tiba-tiba. Lalu dengan serta-merta wanita itu melaknat untanya. Ketika Rasulullah mendengar ucapan wanita itu, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda, 

خُذُوا مَا عَلَيْهَا وَدَعُوهَا، فَإِنَّهَا مَلْعُونَةٌ

“Turunkanlah beban di atas unta dan lepaskanlah unta tersebut, karena ia telah dilaknat.”

‘Imran berkata, “Sepertinya sekarang saya melihat unta tersebut berjalan di tengah-tengah manusia, tanpa ada seorang pun yang mengganggunya.” (HR. Muslim no. 2595)

Dari sahabat Abu Barzah Al Aslami radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, “Pada suatu ketika, seorang budak wanita sedang mengendarai unta dengan membawa perbekalan kaumnya. Lalu wanita tersebut melewati pegunungan yang sempit, hingga ketika dia melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dia berkata, “Hus, hus, Ya Allah, laknatlah unta ini!”

Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 

لَا تُصَاحِبْنَا نَاقَةٌ عَلَيْهَا لَعْنَةٌ

“Kita tidak boleh menyertai unta yang (didoakan) mendapatkan laknat Allah.” (HR. Muslim no. 2596)

[Bersambung]

***

Penulis: M. Saifudin Hakim

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/51737-jangan-suka-melaknat-bag-1.html