Antara Pragmatis dan Idealis dalam Mencari Nafkah di Zaman Now

Suatu hari saya pesan ojol untuk mengantar kita sekeluarga ke kantor travel, kita mau mudik.

Beberapa menit datanglah mobil, dan kita masuk..

Sayapun ambil duduk di dekat sopir.. maklum kita mau basa-basi menghilangkan kebisuan didalam perjalanan. Dan obrolan ini tentu sudah jama’ bagi pengguna ojol, dan tentu saja driver udah kesekian kali menjawab pertanyaan yg sama dari para penumpang.

Saya rangkumkan obrolan kita kali ini:

Saya: “Sudah berapa tahun nyopir ginian?”

Sopir: “Yah udah setahunan…”

Saya: “Ini sampingan atau utama?”

Sopir: “Dulu sampingan, sekarang utama.”

Saya: “Loh..emang dulu kerja apa mas?”

Sopir: “Saya itu dulu sebenarnya programer, kuliah jurusan komputer.. ya kita bikin script-script atau program apalah..fleelancer gitu.”

Saya: “Loh kenapa g diterusin..”

Sopir: “Makin hari ke hari..setelah punya anak saya baru paham bagaimana memperjuangkan kebutuhan mereka…dulu saya sempat idealis kuliah komputer dah lama, dan terjun lama juga di dunia IT, tapi kok gitu-gitu aja. Sementara saya lihat teman-teman yang nggak punya ijazah, asal bisa nyopir aja penghasilannya sudah berlipat-li[at daripada profesi saya..

Saya sudah tinggalkan itu dunia IT, saya menikmati seperti ini.. nyantai dan yang penting kebutuhan keluarga terpenuhi.”

Saya: “Tapi itu apa tidak eman-eman skillnya mas.. diganti aja skill IT nya buat sampingan, driver jadi pekerjaan utama?”

Sopi: “Kalau sudah berkaitan dengan ekonomi keluarga tentu kita harus realistis mas..apalagi sekarang saingan udah banyak, anak-anak SMK aja udah jago-jago..
Saya hanya memikirkan bagaimana anak-anak saya bisa mendapat pendidikan yang layak..dan dapur bisa mengepul.”

Saya: “Ehhm begitu…sekarang menikmati pekerjaan ini?

Sopir: “Bener.. idealis itu perlu, tapi pragmatis itu juga solusi ketika menghadapi masa sulit.. selama halalwhy not?

Dari obrolan ini kita bisa menyimpulkan bahwanya ada banyak jalan kita mencari rejeki. Dan tentu saja Anda bisa lihat pada akhir dialog, dimana ada kata yang yang saya bold yaitu Halal. Disinilah kita akan bermain untuk mencari rejeki demi mencukupi kebutuhan keluarga.

Oleh: Abu Najmah Minanurrohman

Read more https://pengusahamuslim.com/6739-antara-pragmatis-dan-idealis-dalam-mencari-nafkah-di-zaman-now.html

Rasulullah tak Berdiam Diri Ketika di Rumah

DIRIWAYATKAN pada saat itu Rasulullah baru tiba dari perang Tabuk, banyak sahabat yang ikut beserta Nabi dalam peperangan ini. Tidak ada yang tertinggal kecuali orang-orang yang berhalangan dan ada uzur.

Ketika mendekati kota Madinah, di salah satu sudut jalan, Rasulullah bersua dengan seorang tukang batu. Ketika itu Rasulullah melihat tangan buruh tukang batu tersebut melepuh, kulitnya merah kehitam-hitaman seperti terpanggang matahari.

Rasulullah bertanya, “Kenapa tanganmu kasar sekali? “Si tukang batu menjawab, “Ya Rasulullah, pekerjaan saya ini membelah batu setiap hari, dan belahan batu itu saya jual ke pasar, lalu hasilnya saya gunakan untuk memberi nafkah keluarga saya, karena itulah tangan saya kasar.”

Rasul pun menggenggam tangan itu, dan menciumnya seraya bersabda, “Hadzihi yadun la tamatsaha narun abada”, inilah tangan yang tidak akan pernah disentuh oleh api neraka selama-lamanya.

Begitulah tentang gambaran betapa mencari nafkah adalah hal yang sangat mulia. Terutama hal ini diwajibkan kepada seorang laki-laki sebagai kepala keluarga. Namun begitu, bukan berarti ketika sampai di rumah hanya bisa berleha-leha, dan menyerahkan semua pekerjaan rumah kepada istri serta banyak kegiatan di luar saja. Rasulullah sendiri juga orang ‘rumahan’.

Ketika sedang di rumahnya Muhammad SAW adalah seorang manusia seperti manusia lainnya sebagaimana kata Aisyah: “Rasulullah SAW membersihkan bajunya, memberi minum kambingnya, dan melayani dirinya sendiri.”

Aisyah juga berkata: “Rasulullah SAW menjahit baju dan sandalnya sendiri.” Ketika ditanyakan kepada Aisyah, “apa yang Rasulullah SAW lakukan dalam keluarganya?” Aisyah menjawab: “Rasulullah SAW memenuhi kebutuhan keluarganya. Apabila waktu salat tiba, beliau keluar untuk salat.”

Dalam sebuah riwayat dikatakan: “Rasulullah SAW menjahit sandal dan bajunya sebagaimana seseorang di antara kamu berbuat di rumahnya.”

Aisyah berkata: Rasulullah SAW adalah selembut-lembut manusia dan semulia-mulia manusia. Beliau tertawa juga tersenyum.”

Dari Anas ra., ia berkata : “Aku tidak pernah melihat seseorang yang lebih menyayangi keluarganya dari Rasulullah SAW.” Aisyah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda: “sebaik-baik kamu adalah yang paling baik kepada keluarganya dan aku adalah orang yang paling baik kepada keluargaku.”

Abu Hurairah ra berkata: “Rasulullah SAW sama sekali tidak pernah mencela makanan. Jika beliau suka, beliau memakannya. Jika tidak suka, beliau meninggalkannya.”

 

INILAH MOZAIK