Menyembunyikan Kebenaran, Bisa Menjadi Terhalangnya Hidayah

Sombong dan menyembunyikan kebenaran, bisa menjadi terhalangnya hidayah yang datang dari Allah Azza Wa Jalla

KEBODOHAN, kesombongan dan menyembunyikan kebenaran, bisa menjadi penyebab terhalangnya seseorang mengenal Islam dan terhalangnya hidayah. Apalagi jika  ia memiliki rasa benci.

Patut disesalkan, adanya kebodohan terhadap hakikat Islam yang tengah melanda kaum Muslimin akhir-akhir ini. Bahkan di antara mereka ada yang berkata, “Apabila aku bertaubat kepada Allah Azza wa Jalla, dan kembali ke jalan Allah Azza wa Jalla kemudian beramal shaleh maka rezeki akan menjadi sempit bagiku dan akan mempersulit pekerjaanku. Jika aku kembali dalam kemaksiatan dan mengikuti kemauan hawa nafsuku justru rezeki akan mengalir kepadaku dan banyak orang yang membantuku.”

Ini adalah tipe orang yang beribadah kepada Allah Azza wa Jalla semata-mata karena perut dan hawa nafsunya. Tidakkah ia membaca Allah telah berfirman,

وَمِنَ النَّاسِ مَن يَعْبُدُ اللهَ عَلَى حَرْفٍ فَإِنْ أَصَابَهُ خَيْرٌ اطْمَأَنَّ بِهِ وَإِنْ أَصَابَتْهُ فِتْنَةٌ انقَلَبَ عَلَى وَجْهِهِ خَسِرَ الدُّنْيَا وَاْلأَخِرَةَ ذَلِكَ هُوَ الْخُسْرَانُ الْمُبِينُ

“Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi; maka jika memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu, dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana, berbaliklah ia ke belakang. Rugilah ia di dunia dan di akhirat. Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata.” (QS: Al Hajj: 11).

Orang yang tidak mengamalkan ilmunya juga terhalang dari hidayah. Terkadang seseorang memiliki pengetahuan yang sempurna, akan tetapi dia meninggalkannya karena kegersangan hatinya. Allah Azza wa Jalla berfirman,

وَلَوْ عَلِمَ اللهُ فِيهِمْ خَيْرًا لأَسْمَعَهُمْ وَلَوْ أَسْمَعَهُمْ لَتَوَلَّوْا وَّهُم مُّعْرِضُونَ

“Kalau kiranya Allah mengetahui kebaikan ada pada mereka, tentulah Allah menjadikan mereka dapat mendengar. Dan jikalau Allah menjadikan mereka dapat mendengar, niscaya mereka pasti berpaling juga, sedang mereka memalingkan diri dari apa yang mereka-mereka dengar itu.”  (QS: Al-Anfaal: 23).

Seperti tanah yang keras yang dibasahi air, maka hal itu tidak dapat menjadikan tumbuhnya tanaman lantaran tanah tersebut tidak dapat menerima (menyerap) air. Ketika hati itu keras, maka tidak dapat menerima nasehat sedangkan hati yang paling jauh dari Allah Azza wa Jalla adalah hati yang keras.

Demikian halnya ketika hati itu sakit, maka tidak ada kekuatan padanya dan tekad pun menjadi lemah, sehingga ilmu tidak berpengaruh terhadapnya. Sifat mereka sebagaimana yang Allah Azza wa Jalla sifatkan,

وَإِذَا ذُكِرَ اللهُ وَحْدَهُ اشْمَأَزَّتْ قُلُوبُ الَّذِينَ لاَيُؤْمِنُونَ بِاْلأَخِرَةِ وَإِذَا ذُكِرَ الَّذِينَ مِن دُونِهِ إِذَا هُمْ يَسْتَبْشِرُونَ

“Dan apabila nama Allah saja yang disebut, kesal hati orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat; dan apabila nama sembahan-sembahan selain Allah yang disebut, tiba-tiba mereka bergirang hati.” (QS: Az Zumar: 45).

Sombong menjauhkan hidayah

Demikian juga sifat hasad dan sombong terhalang dari hidayah. Kesombongan menyebabkan iblis tak sudi mentaati Allah Azza wa Jalla.

Kesombongan juga menyebabkan orang-orang Yahudi tidak mau beriman kepada Rasulullah ﷺ, padahal mereka mengenal Nabi,  menyaksikannya dan mengenali pula tanda-tanda kenabian beliau. 

Allah Azza wa Jalla berfirman,

الَّذِينَ ءَاتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَعْرِفُونَهُ كَمَا يَعْرِفُونَ أَبْنَآءَهُمْ وَإِنَّ فَرِيقًا مِّنْهُمْ لَيَكْتُمُونَ الْحَقَّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ

“Orang-orang yang telah Kami beri Al-Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya sebagian di antara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui.”  (QS: Al Baqarah: 147).

Seringkali manusia dihadapkan pada dua pilihan, antara tunduk kepada kebenaran atau jabatan. Lalu dia lebih condong kepada kedudukan sebagai  pejabat dengan segala fasilitasnya.

Sebagaimana keadaan Heraklius di akhir perbincangannya dengan dengan Abu Sufyan dia mengatakan, “Jika apa yang engkau katakan itu benar, niscaya dia akan menguasai tanah yang aku injak ini, dan kalau saja aku bisa selamat untuk menemuinya niscaya dengan susah payah aku akan menjumpainya, kalau saja aku berada di sisinya, niscaya akan aku basuh kedua telapak kakinya.”

Maksudnya adalah dia tidak kuasa untuk menjumpai Nabi karena ia takut akan nasib hidupnya dan khawatir akan kehilangan jabatannya sebagai raja. Dan tiada yang selamat dari penyakit ini melainkan orang dijaga oleh Allah Azza wa Jalla semacam raja Najasyi.

Inilah penyakit yang menjangkiti Fir’aun beserta antek-anteknya. Allah Azza wa Jalla berfirman,

فَقَالُوا أَنُؤْمِنُ لِبَشَرَيْنِ مِثْلِنَا وَقَوْمُهُمَا لَنَا عَابِدُونَ

“Dan mereka berkata: ”Apakah (patut) kita percaya kepada dua orang manusia seperti kita (juga), padahal kaum mereka (Bani Israil) adalah orang-orang yang menghambakan diri kepada kita?” (QS: Al Mukminun: 47).

Diriwayatkan bahwa tatkala Fir’aun hendak mengikuti Musa dan membenarkannya dia bermusyawarah dengan Haman sebagai menterinya. Maka Haman berkata, ”Apakah tuan ingin menjadi hamba yang menyembah kepada selain tuan setelah tadinya orang lain yang menyembah tuan?” Maka Fir’aun memilih riyasah (jabatan) daripada hidayah.”

Adapun penyebab datangnya hidayah ada beberapa, di antaranya doa, Al Qur’an, para Rasul dan bashirah akal. Sebagaimana sembuhnya seseorang dari sakitnya adalah karena adanya sebab, maka demikian pula halnya dengan hidayah.

Orang yang sakit ketika dia merasa sakit mendorong dirinya untuk mendatangi dokter karena ingin mencari sembuh  dan sehat. Demikian pula dengan hidayah, tiada penghalang darinya melainkan sebab-sebab di atas yang membutakan hati sekalipun tidak buta matanya.

Semoga Allah Azza wa Jalla mengaruniakan hidayah-Nya kepada kita, sehingga kita tetap istiqamah senantiasa menghindari penghalang hidayah dan membuka mata hati untuk meraih ridha-Nya. Wallahu a’lam bishawab.*/Bagya Agung Pranawa, penulis pengajar fakultas hukum UII, Yogyakarta

HIDAYATULLAH