Hukum Menggunakan Obat Kuat

Sebagian laki-laki ada yang terkena penyakit lemah syahwat dan tentu ini sangat mengganggu keharmonisan rumah tangga. Mengingat hubungan seksual suami istri adalah kebutuhan primer dan pokok. Solusi yang terpikirkan oleh sebagian laki-laki adalah minum obat kuat. Tentu minum obat kuat bukanlah solusi paling utama karena secara umum lemah syahwat bisa disembuhkan dengan pola hidup sehat secara fisik dan psikis serta melatih otot-otot tertentu.

Terkait hukum fikihnya, apakah boleh hukumnya minum obat kuat? Perhatikan fatwa Syabakah Islamiyah asuhan Syekh Abdullah Al-Faqih berikut:

فلا حرج في استعمال الدواء المذكور إذا كان – كما قال السائل- لا يترتب على استعماله ضرر ، ولم يكن في تركيبته شيء محرم؛ لأن سرعة القذف تعتبر مرضا يفوت حسن معاشرة الزوجة المأمور به شرعا

Tidak mengapa menggunakan obat tersebut (obat kuat) -sebagaimana yang ditanya oleh penanya- selama obat tersebut tidak menimbulkan bahaya dan tidak mengandung bahan yang haram. Lemah syahwat dianggap penyakit dan dapat menghilangkan keharmonisan rumah tangga yang diperintahkan dijaga oleh syariat.” (Fatwa no. 183499)

Secara ilmu medis obat kuat sebenarnya digunakan sebagai jalan terakhir untuk mengembalikan kepercayaan diri. Tetap saja pengobatan utama adalah dengan mengatur pola hidup seperti olahraga rutin untuk mengembalikan stamina karena berhubungan badan juga termasuk olahraga dan gerakan. Terutama melatih otot-otot sekitar panggul, perut, bokong dan sekitar, serta melakukan senam kegel. Tidak lupa mengatur pola makanan yang sehat sehat dan psikis yang sehat, jauh dari stres, cemas, dan depresi.

Minum obat kuat juga harus dengan pengawasan dokter karena obat ini memiliki efek samping serius apabila tidak digunakan sesuai dosis dan indikasi. Semisal gangguan jantung dan pembuluh darah dan dapat mengantarkan kepada heart attack (serangan jantung).

Salah satu thibbun nabawi yang dijelaskan ulama bisa menambah kekuatan jimak dan mengobati lemah syahwat adalah ‘ud al-hindi (pohon gaharu).

Sebagaimana hadis,

عَلَيْكُمْ بِهَذَا الْعُودِ الْهِنْدِيِّ فَإِنَّ فِيهِ سَبْعَةَ أَشْفِيَةٍ

Manfaatkanlah ‘ud India (pohon garu) ini, karena ada tujuh faidah yang menyembuhkan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Ibnu Hajar Al-Asqalani menjelaskan tujuh hal tersebut salah satunya adalah menguatkan jimak, beliau berkata,

وَقَدْ ذَكَرَ الْأَطِبَّاءُ مِنْ مَنَافِعِ الْقُسْطِ : أَنَّهُ يُدِرُّ الطَّمْثَ وَالْبَوْلَ وَيَقْتُلُ دِيدَانَ الْأَمْعَاءِ وَيَدْفَعُ السُّمَّ وَحُمَّى الرِّبْعِ وَالْوِرْدِ وَيُسَخِّنُ الْمَعِدَةَ وَيُحَرِّكُ شَهْوَةَ الْجِمَاعِ

Para tabib menyebutkan tujuh manfaat dari qistul hindi yaitu melancarkan haid, kencing, membunuh cacing usus, menetralkan racun, demam lanjutan, menghangatkan lambung, dan menguatkan syahwat jimak.” (Fathul Bari 10/149)

Demikian juga Ibnu Muflih menyebutkan beberapa makanan yang dapat menguatkan kekuatan jimak seperti:

الحلبة والفستق والخروب وبذر البطيخ وغيرها

Hilbah, fustuk (jenis kacang), pohon khorub, biji semangka, dan lain-lainnya.” (lihat Adab Syari’iyyah karangan Ibnu Muflih (3/7), 2/370, 375)

Dari berbagai makanan, tumbuhan, dan herbal tersebut, hal terpenting adalah dosis yang tepat sesuai dengan usia, umur, berat badan, dan lain-lainnya.

Perhatikan hadis berikut,

أَنَّ رَجُلاً أَتَى النَّبِيَّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: أَخِي يَشْتَكِي بَطْنَهُ. فَقَالَ: اِسْقِهِ عَسَلاً. ثُمَّ أَتَاهُ الثَّانِيَة فَقَالَ: اسْقِهِ عَسَلاً. ثُمَّ أَتَاهُ الثَّالِثَة فَقَالَ: اسْقِهِ عَسَلاً. ثُمَّ أَتَاهُ فَقَالَ: فَعَلْتُ. فَقَالَ: صَدَقَ اللهُ وَكَذَبَ بَطْنُ أَخِيْكَ، اسْقِهِ عَسْلاً. فَسَقَاهُ فَبَرَأَ

Ada seseorang menghadap Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Ia berkata, ‘Saudaraku mengeluhkan sakit pada perutnya (dalam riwayat lainnya: sakit diare).’

Nabi berkata, ‘Minumkan ia madu!’

Kemudian orang itu datang untuk kedua kalinya.

Nabi berkata, ‘Minumkan ia madu!’

Orang itu datang lagi pada kali yang ketiga.

Nabi tetap berkata, ‘Minumkan ia madu!’ Setelah itu, orang itu datang lagi dan mengatakan, ‘Aku telah melakukannya (namun belum sembuh juga malah bertambah mencret).’

Nabi bersabda, ‘Allah Mahabenar dan perut saudaramu itu dusta. Minumkan lagi madu.’

Orang itu meminumkannya lagi, maka saudaranya pun sembuh.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini dijelaskan oleh seorang tabib dan ulama besar Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullah. Beliau menekankan perlunya dosis dan sesuai dengan penyakitnya (indikasi). Beliau berkata,

وفي تكرار سقيه للعسل معنىً طبي بديع وهو: أن الدواء يجب أن يكون له مقدار وكمية بحسب حال الداء

Memberikan minum madu dengan berulang kali menunjukkan mengenai ilmu kedokteran, yaitu obat harus sesuai dosis  dan jumlahnya sesuai dengan keadaan penyakitnya.” (Thibbun Nabawi hal 29, Darul Hilal)

Demikian juga penjelasan dari Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah, beliau menjelaskan dengan lebih rinci bahwa obat sesuai dosisnya dengan umur, kebiasaan, kombinasinya dengan apa saja, dan lain-lainnya. Beliau berkata,

فقد اتفق الأطباء على أن المرض الواحد يختلف علاجه باختلاف السن والعادة والزمان والغذاء المألوف والتدبير وقوة الطبيعة…لأن الدواء يجب أن يكون له مقدار وكمية بحسب الداء إن قصر عنه لم يدفعه بالكلية وإن جاوزه أو هي القوة وأحدث ضررا آخر

Seluruh tabib telah sepakat bahwa pengobatan suatu penyakit berbeda-beda, sesuai dengan perbedaan umur, kebiasaan, waktu, jenis makanan yang biasa dikonsumsi, kedisiplinan, dan daya tahan fisik karena obat harus sesuai kadar dan jumlahnya dengan penyakit. Jika dosisnya berkurang, maka tidak bisa menyembuhkan dengan total dan jika dosisnya berlebih, dapat menimbulkan bahaya yang lain.” (Fathul Baari  10/169-170, Darul Ma’rifah)

Demikian semoga bermanfaat

@ Lombok, pulau seribu Masjid

Penyusun: Raehanul Bahraen

© 2022 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/76468-hukum-menggunakan-obat-kuat.html

Mengonsumsi Obat Kuat dalam Tinjauan Hukum Islam

Melakukan hubungan seksual merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan berumah tangga. Hubungan intim sejatinya akan membuat rumah tangga kian harmonis. Pasalnya, itu  termasuk dalam kebutuhan zahir dan batin bagi pasangan suami istri. Tidak salah kemudian, pelbagai cara dilakukan oleh pasangan yang sudah menikah untuk menggapai kepuasan seksual.

Dalam berhubungan seksual—sebagai suami—, ia bertugas di ranjang untuk memberikan kepuasan hasrat seksual bagi istrinya. Sudah tak rahasia lagi, dalam berhubungan ranjang si istri harus sampai klimaks atau orgasme. Bila tidak akan, akan membuat pasangan perempuan sedih. Dan emosinya tak terkontrol. Murung.  Dan berpikiran yang tidak-tidak.

Durasi dan ukuran alat vital penting dalam hubungan intim. Pasalnya, banyak perselisihan sebab suami mengalami ejekulasi dini. Tak sedikit istri yang selingkuh. Musababnya, pasangannya gagal dalam memberikan kebutuhan ranjangnya. Untuk itu, bagi pasangan penting untuk memperhatikan durasi dalam bercinta. Pun sama pentingnya memperhatikan ukuran vital.

Untuk itu, demi memuaskan pasangan terkadang suami mengosumsi pil kuat. Adapun obat itu untuk menunjukkan keperkasaan dan kejantanan suami di depan istri. Di samping itu, tentunya untuk memperlama durasi dan menegangkan Mr.P suami. Agar ibadah ranjang kian khusuk.

Nah dalam Islam, bagaimana hukum mengosumsi obat kuat dalam tinjauan syariat? Apakah itu sesuatu yang diperbolehkan? Atau sesuatu yang terlarang?

Menurut Syekh Abdul Hamid al Syarwani dalam Kitab Hawasyi Syarwani Tuhfatul Muhtaj bi Syarhi al Minhaj, bahwa sunat hukumnya menggunakan obat kuat ketika bersetubuh dengan istri. Namun dengan cacatan, penggunaan obat kuat itu harus sesuai dengan peraturan dokter. Pasalnya, bila tak berdasarkan resep dokter, dikhawatirkan menimbulkan efek negatif.  Tak dibenarkan obat kuat yang belum ada izin edarnya.

Selain itu, Syekh Abdul Hamid Syarwani mengatakan—alasan kesunahan meminum obat kuat— sebab tujuan dari penggunaan obat kuat tersebut agar menimbulkan keharmonisan dalam rumah tangga suami dan istri. Lebih lagi, dengan mengosumsi obat kuat itu akan mempermudah mendapatkan keturunan. Inilah tujuan yang dibenarkan dalam mengkomsumsi obat kuat.

Syekh Syarwani dalam kitab Hasiyah Syarwani, jilid VII  halaman 217 mengatakan;

و يندب التقوي له بادوية مباحة مع رعاية القوانين الطبية و مع قصد صالح كعفة او نسل لانه وسيلة لمحبوب فليكن محبوبا و كثيرون يخطئون ذلك فيتولد منه امور ضارة جدا

Artinya; Hukumnya sunah memakai obat kuat yang dibolehkan (ada izin edar) beserta memperhatikan pelbagai aturan medis (baca; dokter) dan juga pemakaian obat kuat tersebut dengan tujuan baik, seperti menjaga keharmonisan rumah tangga atau tujuan untuk memperoleh keturunan. Karena meminum obat kuat itu merupakan alternatif untuk dicintai, maka seyogianya suami mencintai istrinya. Akan tetapi banyak manusia yang salah dalam pemakaiannya dan itu menimbulkan bahaya yang sangat besar.

Sementara itu dalam kitab Jāmi’ul Ahkāmi, Jilid III, halaman 124, memfatwakan boleh hukumnya suami menggunakan obat kuat sebelum melaksanakan hubungan seksual. Kebolehan itu bila seoarang suami bertujuan untuk menyenangkan si istri. Dan juga memberikan kenikmatan seksual bagi si istri.

وان رأى الرجل من نفسه عجزا عن اقامة حقها في مضطجعها اخذا من الادوية التي تزيد في باهه وتقوي شهوته حتى يعفها. اھ

Artinya: Jika seorang suami melihat/ merasa dirinya lemah dalam menunaikan hak istrinya dalam melaksanakan hubungan seksual, meminum ia obat yang mampu meningkatkan harga dirinya dan menguatkan gairahnya, sehingga ia menyenangkan istrinya.

Demikianlah mengosumsi pil persangsang dalam hubungan seksual tinjauan hukum Islam. Semoga bermanfaat. 

BINCANG SYARIAH