Mengonsumsi Obat Kuat dalam Tinjauan Hukum Islam

Melakukan hubungan seksual merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan berumah tangga. Hubungan intim sejatinya akan membuat rumah tangga kian harmonis. Pasalnya, itu  termasuk dalam kebutuhan zahir dan batin bagi pasangan suami istri. Tidak salah kemudian, pelbagai cara dilakukan oleh pasangan yang sudah menikah untuk menggapai kepuasan seksual.

Dalam berhubungan seksual—sebagai suami—, ia bertugas di ranjang untuk memberikan kepuasan hasrat seksual bagi istrinya. Sudah tak rahasia lagi, dalam berhubungan ranjang si istri harus sampai klimaks atau orgasme. Bila tidak akan, akan membuat pasangan perempuan sedih. Dan emosinya tak terkontrol. Murung.  Dan berpikiran yang tidak-tidak.

Durasi dan ukuran alat vital penting dalam hubungan intim. Pasalnya, banyak perselisihan sebab suami mengalami ejekulasi dini. Tak sedikit istri yang selingkuh. Musababnya, pasangannya gagal dalam memberikan kebutuhan ranjangnya. Untuk itu, bagi pasangan penting untuk memperhatikan durasi dalam bercinta. Pun sama pentingnya memperhatikan ukuran vital.

Untuk itu, demi memuaskan pasangan terkadang suami mengosumsi pil kuat. Adapun obat itu untuk menunjukkan keperkasaan dan kejantanan suami di depan istri. Di samping itu, tentunya untuk memperlama durasi dan menegangkan Mr.P suami. Agar ibadah ranjang kian khusuk.

Nah dalam Islam, bagaimana hukum mengosumsi obat kuat dalam tinjauan syariat? Apakah itu sesuatu yang diperbolehkan? Atau sesuatu yang terlarang?

Menurut Syekh Abdul Hamid al Syarwani dalam Kitab Hawasyi Syarwani Tuhfatul Muhtaj bi Syarhi al Minhaj, bahwa sunat hukumnya menggunakan obat kuat ketika bersetubuh dengan istri. Namun dengan cacatan, penggunaan obat kuat itu harus sesuai dengan peraturan dokter. Pasalnya, bila tak berdasarkan resep dokter, dikhawatirkan menimbulkan efek negatif.  Tak dibenarkan obat kuat yang belum ada izin edarnya.

Selain itu, Syekh Abdul Hamid Syarwani mengatakan—alasan kesunahan meminum obat kuat— sebab tujuan dari penggunaan obat kuat tersebut agar menimbulkan keharmonisan dalam rumah tangga suami dan istri. Lebih lagi, dengan mengosumsi obat kuat itu akan mempermudah mendapatkan keturunan. Inilah tujuan yang dibenarkan dalam mengkomsumsi obat kuat.

Syekh Syarwani dalam kitab Hasiyah Syarwani, jilid VII  halaman 217 mengatakan;

و يندب التقوي له بادوية مباحة مع رعاية القوانين الطبية و مع قصد صالح كعفة او نسل لانه وسيلة لمحبوب فليكن محبوبا و كثيرون يخطئون ذلك فيتولد منه امور ضارة جدا

Artinya; Hukumnya sunah memakai obat kuat yang dibolehkan (ada izin edar) beserta memperhatikan pelbagai aturan medis (baca; dokter) dan juga pemakaian obat kuat tersebut dengan tujuan baik, seperti menjaga keharmonisan rumah tangga atau tujuan untuk memperoleh keturunan. Karena meminum obat kuat itu merupakan alternatif untuk dicintai, maka seyogianya suami mencintai istrinya. Akan tetapi banyak manusia yang salah dalam pemakaiannya dan itu menimbulkan bahaya yang sangat besar.

Sementara itu dalam kitab Jāmi’ul Ahkāmi, Jilid III, halaman 124, memfatwakan boleh hukumnya suami menggunakan obat kuat sebelum melaksanakan hubungan seksual. Kebolehan itu bila seoarang suami bertujuan untuk menyenangkan si istri. Dan juga memberikan kenikmatan seksual bagi si istri.

وان رأى الرجل من نفسه عجزا عن اقامة حقها في مضطجعها اخذا من الادوية التي تزيد في باهه وتقوي شهوته حتى يعفها. اھ

Artinya: Jika seorang suami melihat/ merasa dirinya lemah dalam menunaikan hak istrinya dalam melaksanakan hubungan seksual, meminum ia obat yang mampu meningkatkan harga dirinya dan menguatkan gairahnya, sehingga ia menyenangkan istrinya.

Demikianlah mengosumsi pil persangsang dalam hubungan seksual tinjauan hukum Islam. Semoga bermanfaat. 

BINCANG SYARIAH