Inilah Hadits-Hadits Tentang Keutamaan Memanah (Bagian 2)

3. Abdullah bin Maslamah telah memberitahukan kepada kami, Hatim bin Ismail telah memberitahukan kepada kami, dari Yazid bin Abi Ubaid, dia mengatakan, aku mendengar Salamah bin Al-Akwa’ Radhiyallahu Anhu berkata,

Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah melewati beberapa orang dari Bani Aslam yang sedang berlomba (memanah), lantas Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

“Memanahlah kalian wahai Bani Ismail, sebab sesungguhnya nenek moyang kalian adalah seorang memanah. Memanahlah kalian dan aku akan bersama Bani Fulan.”

Salamah mengatakan, “Lalu salah satu dari dua kelompok itu menahan tangan mereka (untuk berhenti berlatih memanah), maka Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bertanya,

“Kenapa kalian tidak berlatih memanah?”

Mereka menjawab, “Bagaimana mungkin kami akan berlatih sedangkan engkau bersama mereka?”

Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam pun bersabda, “Memanahlah kalian, karena aku akan bersama kalian semua.” (HR. Al-Bukhari)

4. Sa’id bin Manshur telah memberitahukan kepada kami, Abdullah bin Al-Mubarak telah memberitahukan kepada kami, Abdurrahman bin Yazid bin Jabir telah memberitahukan kepadaku, Abu Sallam telah memberitahukan kepadaku dari Khalid bin Zaid dari Uqbah bin Amir, dia mengatakan,

Aku telah mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

“Sesungguhnya Allah Azza wa jalla memasukkan 3 orang ke dalam surga karena satu anak panah, yaitu

(1) Pengrajin anak panah yang ketika proses pembuatannya hanya mengharapkan kebaikan darinya; (2) pemanahnya (3) dan orang yang mengambilkan anak panah untuk pemanah.

Hendaklah kalian memanah dan berkuda. Jika kalian memanah, maka itu lebih aku sukai daripada kalian berkuda.

Tidak ada permainan yang diperbolehkan selain tiga hal, yaitu seorang laki-laki yang melatih kudanya (untuk berjihad di jalan Allah); laki-laki yang bersenda gurau dengan istrinya, dan laki-laki yang memainkan busur dan anak panahnya.

Siapa saja yang meninggalkan panahan setelah mengetahuinya karena tidak suka padanya, sungguh ia telah meninggalkan nikmat atau kufur terhadap nikmat.

(HR. Abu Dawud)

Status hadits terakhir ini dhaif (lemah) menurut Syaikh Al-Albani, namun maknanya selaras dengan hadits shahih, sehingga dapat dijadikan motivasi untuk belajar memanah. Semoga bermanfaat. Aamiin.

Abu Syafiq/BersamaDakwah