Ulanglah Sejarahmu Wahai Pedagang Muslim!!!

Pendahuluan:

Alhamdulilah, shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.

Sejarah setiap umat dan bangsa adalah modal awal bagi terwujudnya pembangunan masa depan mereka yang cerah. Tatkala suatu bangsa telah melupakan sejarah masa lalu mereka, maka itu pertanda kehancuran mereka telah tiba saatnya. Ketahuilah bahwa pada sejarah setiap bangsa pasti menyimpan banyak pelajaran berharga, padahal sejarah tidak pernah lupa atau salah ingatan.

Wajar bila Allah Ta’ala memerintahkan anda untuk menimba pelajaran dari orang-orang yang telah mendahului anda. Bagaimana mereka mencapai kejayaan dan mengapa kehancuran menimpa mereka.

(قَدْ خَلَتْ مِن قَبْلِكُمْ سُنَنٌ فَسِيرُواْ فِي الأَرْضِ فَانْظُرُواْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذَّبِينَ)

“Sungguh telah berlalu sebelummu sunnah-sunnah (kebiasaan) Allah, maka berjalanlah engkau di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang mendustakan rasul.” Ali Imran 137.

Pedagang Mengislamkan Nusantara.

Saudaraku! Sudahkan anda menggali berbagai mutiara hikmah dari sejarah nenek moyang kita? Profesi dan status yang anda sandang saat ini tidak sepantasnya menghalangi anda dari menggali mutiara hikmah dari nenek moyang anda.

Nenek moyang kita konon begitu terkesan dan terpikat oleh akhlaq mulia para pedagang yang singgah di bumi nusantara ini. Begitu kuat simpati nenek moyang kita dengan akhlaq para pedagang muslim, sampai-sampai mereka berani dan rela meninggalkan agama yang mereka anut sedari dahulu kala. Dalam waktu yang relatif singkat, bangsa kita yang sebelumnya beragama Hindu dan Buda berubah menjadi beragama Islam.

Belumkah tiba saatnya anda bertanya: begitu hebatkah karismatik para pedagang itu, sehingga mereka berhasil mengislamkan bumi Nusantara? Metode apakah yang mereka gunakan sehingga berhasil menebarkan syari’at Allah, padahal sudah barang tentu mereka juga sibuk dengan perniagan mereka?

Sejarah masuknya agama Islam ke negri kita tercinta Indonesia sungguhlah unik dan menakjubkan.

Betapa tidak, kala itu masyarakat setempat beragamakan hindu dan budha dan di bawah kekuasaan kerajaan-kerajaan hindu dan budha pula. Walau demikian, semua itu tidak dapat menghadang laju pergerakaan para penyebar syi’ar Islam. Dan yang menambah sejarah ini semakin unik ialah, nenek moyang kita dengan suka rela memeluk agama Islam tanpa paksaan dan iming-iming materi. Bahkan sebaliknya, dengan keputusan mereka untuk masuk Islam ini berarti mereka menyatakan siap menanggung segala resiko dan tantangan yang bakal mereka hadapi.

Anda bisa bayangkan, kira-kira bagaimana sikap para pendeta, biksu dan pemuka agama hindu dan buda tatkala mengetahui pilihan masyarakatnya? Bayangkan pula pula betapa besar kemurkaan raja-raja kala itu akibat dari sikap masyarakatnya yang berbondong-bondong masuk Islam dan meninggalkan agama rajanya.

Jadilah Pedagang Penyebar Islam.

Tindakan sering kali lebih cepat menyampaikan pesan dibanding seribu ucapan. Bahkan tindakan mampu memberikan kesan yang tidak mungkin ditumbuhkan oleh tutur kata. Ini membuktikan betapa pentingnya peranan teladan yang baik dalam kehidupan umat manusia secara umum dan umat muslim secara khusus begitu. Wajar bila Islam menekankan agar lisan anda selaras dengan tindakan anda, dan tentu tindakan anda selaras dengan iman yang tertanam kokoh dalam dada.

(يا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ {2}كَبُرَ مَقْتًا عِندَ اللَّهِ أَن تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ)

“Wahai orang-orang yang beriman, mengapa engkau mengatakan sesuatu yang tidak engkau kerjakan. Sangat besar kebencian Allah bila engkau mengatakan suatu ucapan yang tidak engkau kerjakan.” As Shaf 2-3

Anda mengaku beriman kepada Allah, dan hari akhir, akan tetapi sudahkah tindakan anda mencerminkan akan keimanan tersebut? Anda percaya bahwa menepati janji, amanah, dan jujur adalah suatu kepastian dalam agama anda. Namun sudahkah itu semua tercermin dalam perilaku anda selama ini ?

Wajar bila Nabi ‘alaihissalam dalam banyak kesempatan menjadikan akhlaq mulia dan santun anda sebagai bukti iman anda.

(مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلاَ يُؤْذِ جَارَهُ ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ)

“Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya ia tidak mengganggu tetangganya. Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya ia menghormati tamunya. Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir hendaknya ia bertutur kata yang baik atau bila tidak kuasa, maka hendaknya ia berdiam diri.” Muttafaqun ‘alaih

Pada hadits lain beliau bersabda:

-فَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يُزَحْزَحَ عَنِ النَّارِ وَيَدْخُلَ الْجَنَّةَ فَلْتَأْتِهِ مَنِيَّتُهُ وَهُوَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَلْيَأْتِ إِلَى النَّاسِ الَّذِى يُحِبُّ أَنْ يُؤْتَى إِلَيْهِ رواه مسلم

“Barang siapa mendambakan untuk dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke surga, hendaknya ia mati dalam keadaan beriman kepada Allah dan hari akhir, dan hendaknya ia memperlakukan orang lain sebagaimana ia suka bila mereka memperlakukannya dengan cara itu.” Riwayat Muslim

Suatu hari, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melntasi para pedagang yang sedang berniaga. Tidak ingin kehilangan momentum bagus ini, maka beliau segera memanfaatkannya untuk menyampaikan etika pokok para pedagang muslim. Dengan suara yang lantang, beliau menegaskan kepada mereka:

(يا معشر التجار! فاستجابوا لرسول الله  ورفعوا أعناقهم وأبصارهم إليه، فقال: (إن التجار يبعثون يوم القيامة فجارا، إلا من اتقى الله وبر وصدق) رواه الترمذي وابن حبان والحاكم وصححه الألباني

“Wahai para pedagang! Spontan mereka menyimak apa yang akan disampaikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka mengangkat leher dan pandangan mereka kepada beliau. Lalu beliau bersabda: “Sesungguhnya kelak pada hari qiyamat, para pedagang akan dibangkitkan sebagai orang-orang fajir (jahat) kecuali pedagang yang bertaqwa kepada Allah, berbuat baik dan berlaku jujur.” Riwayat At Timizy, Ibnu Hibban, Al Hakim dan dishahihkan oleh Al Albany.

Untuk lebih menekankah pesannya ini, Nabi ‘alaihissalam mencontohkan dalam praktek nyata bagaimana seyogyanya para pedagang menjalankan perniagaannya:

عن عبد المجيد بن وهب قال: قال لي العداء بن خالد بن هوذة: ألا نقرئك كتابا كتبه لي رسول الله  ؟ قلت: بلى. فأخرج لي كتابا، فإذا فيه: (هذا ما اشترى العداء بن خالد بن هوذة من محمد رسول الله  اشترى منه عبدا أو أمة لا داء ولا غائلة ولا خبثة بيع المسلم للمسلم) رواه الترمذي وابن ماجة وحسنه الحافظ ابن حجر العسقلاني

“Abdul Majid bin Waheb, mengkisahkan, bahwa Al ‘Addaa’ bin Khalid bin Hauzah berkata kepadaku: Sudikah engkau aku bacakan kepadamu surat yang dituliskan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untukku? Aku-pun menjawab: Tentu. Kemudian ia mengeluarkan secarik surat, dan ternyata isinya: “Inilah penjualan Al ‘Addaa’ bin Khalid bin Hauzah kepada Muhammad Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia (Al ‘Addaa’) menjual kepadanya (Nabi ) seorang budak laki-laki atau budak perempuan. Budak yang tiada berpenyakit, berperangai buruk, tidak pula ada pengelabuhan, sebagaimana lazimnya penjualan seorang muslim kepada orang muslim lainnya.” Riwayat At Tirmizi, Ibnu Majah, dan dinyatakan hasan oleh Al Hafizh Ibnu Hajar Al ‘Asqalany.

Menurut hemat anda, bila para pedagang muslim mematuhi petuah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas, akankah ada orang yang tidak simpatik dengannya? Mungkinkah hati nurani para pelanggan tidak terpikat dengan tutur kata anda yang lembut, senyum anda yang mencerminkan ketulusan batin dan sikap anda yang jujur?

Pada kesempatan lain, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi contoh lain dari, beliau bersabda:

(رَحِمَ اللَّهُ رَجُلاً سَمْحًا إِذَا بَاعَ ، وَإِذَا اشْتَرَى ، وَإِذَا اقْتَضَى( رواه البخاري

“Semoga Allah senantiasa merahmati orang yang senantiasa berbuat mudah ketika ia menjual, membeli dan ketika menagih.” Riwayat Bukhari.

Saudaraku! Sebagai pedagang, apa perasaan anda tatkala memiliki pelanggan atau relasi yang berperangai sebagaimana di paparkan di atas? Mungkinkah anda kuasa untuk menahan badai simpati yang bergemuruh dalam hati anda? Kuasakah anda untuk tidak mendengarkan tutur katanya, bila ia sedang berbicara? Dan mungkinkah anda untuk tidak mempercayainya?
Wajar bila nenek moyang kita semua terpikat dan dengan suka rela meninggalkan agama nenek moyang mereka yang telah mereka anut berabad-abad lamanya. Dengan jiwa yang besar dan hati yang tulus, nenek moyang kita menerima agama yang disyi’arkan oleh para pedagang muslim kala itu. Semua itu berkat keluhuran budi pekerti dan ketulusan hati para pedagang muslim yang singgah di negri kita kala itu.

Fakta Pedagang Muslim Di Zaman Ini.

Pedagang muslim zaman dahulu telah berhasil menebarkan syi’ar Allah dan mengislamkan penduduk Nusantara. Nah bagaimana dengan pedagang muslim zaman sekarang? Saya yakin anda mengetahui bagaimana fakta pilu yang di jalani oleh banyak dari pedagang muslim. Segala cara mereka tempuh guna mengeruk keuntungan sesaat, walau harus mengorbankan akhiratnya.

Saudaraku! Belumkah tiba saatnya bagi anda untuk kembali membuktikan bahwa upaya mendapatkan keuntungan niaga tidaklah menghalangi anda untuk bisa berdakwah dan menebarkan syi’ar Allah. Tidakkah anda terpanggil untuk meneladani nenek moyang anda terdahulu yang telah berhasil mengislamkan penduduk nusantara?

Bila pedagang terdahulu berhasil mengislamkan orang hindu dan buda dengan melalui perniagan mereka, maka tidakkah anda kuasa “mengislamkan” orang Islam dengan perniagaan anda pula? Buktikan kepada dunia luas bahwa syari’at islam anda mampu menjadikan anda mengeruk keuntungan dan menjadikan bisnis anda lancar. Anda berbahagia dengan keuntungan anda dan masyarakatpun damai sejahtera dengan perniagaan anda.

Semoga paparkan singkat ini menggugah iman dan semangat anda untuk menyingsingkan baju dan membulatkan tekad untuk berniaga dapat memancarkan iman dan amal shaleh pada perniagaan anda.

Sumber: Majalah Cetak Pengusaha Muslim Indonesia

Read more https://pengusahamuslim.com/3475-ulanglah-sejarahmu-wahai-pedagang-muslim-1851.html

Al-Mudharabah (Bagi Hasil) Sebagai Solusi Perekonomian Islam

PRODUK AL-MUDHARABAH (BAGI HASIL) DALAM ISLAM SEBAGAI SOLUSI PEREKONOMIAN ISLAM

Oleh: Said Yai, MA

Alhamdulillah. Allah sudah mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, termasuk di dalamnya permasalahan ekonomi, baik skala mikro (kecil) ataupun skala makro (besar).

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ

“Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (QS An-Nahl: 89)

Allah subhanahu wa ta’ala juga mengatur seluruh permasalahan yang berhubungan dengan pengembangan usaha bisnis, investasi dan pembagian keuntungan, sehingga umat ini bisa menjalankan usahanya tanpa harus berkecimpung dalam riba dan dosa.

Di antara produk Islam di dalam bidang ekonomi adalah Al-Mudharabah (bagi hasil). Al-Mudharabah ini bisa menjadi salah satu solusi untuk bisnis skala kecil maupun besar, terlebih lagi untuk orang-orang yang:

  1. Punya skill (kemampuan) dan pengalaman tetapi tidak punya modal.
  2. Punya modal yang uangnya ‘menganggur’ di bank tetapi tidak memiliki skill (kemampuan) dan pengalaman dan tetapi juga menginginkan keuntungan.
  3. Orang yang tidak punya kedua hal di atas, tetapi bisa diajak bekerja dan bekerjasama.

Ketiga kekuatan ini apabila digabungkan, insya Allah akan menjadi kekuatan yang besar untuk ‘mendongkrak’ perekonomian Islam.

Di zaman nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hal ini sudah biasa dikenal. Di dalam fiqh, bagi hasil disebut Al-Mudharabah atau Al-Muqaradhah. Hal ini diperbolehkan dan disyariatkan. Di antara dalilnya adalah sebuah atsar dari Hakim bin Hizam radhiallahu ‘anhu:

عَنْ حَكِيمِ بْنِ حِزَامٍ أَنَّهُ كَانَ يَدْفَعُ الْمَالَ مُقَارَضَةً إِلَى الرَّجُلِ وَيَشْتَرِطُ عَلَيْهِ أَنْ لاَ يَمُرَّ بِهِ بَطْنَ وَادٍ وَلاَ يَبْتَاعُ بِهِ حَيَوَانًا وَلاَ يَحْمِلَهُ فِى بَحْرٍ فَإِنْ فَعَلَ شَيْئًا مِنْ ذَلِكَ فَقَدْ ضَمِنَ ذَلِكَ الْمَالَ قَالَ فَإِذَا تَعَدَّى أَمْرَهُ ضَمَّنَهُ مَنْ فَعَلَ ذَلِكَ.

“Diriwayatkan dari Hakim bin Hizam, dulu beliau menyerahkan harta untuk diusahakan sampai ajal tertentu. Beliau memberi syarat pada usahanya agar jangan melewati dasar wadi (sungai kering), jangan membeli hewan dan jangan dibawa di atas laut. Apabila pengusahanya melakukan satu dari ketiga hal tersebut, maka pengusaha tersebut wajib menjamin harta tersebut. Apabila pengusahanya menyerahkan kepada yang lain, maka dia menjamin orang yang mengerjakannya.”[1HR Ad-Daruquthni dalam Sunananya no. 3033 dan Al-Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kubra VI/111 no. 11944. Syaikh Al-Albani men-shahih-kannya dalam Al-Irwa’ no. 1472.]

Bagaimana sebenarnya aturan Al-Mudharabah dalam Islam? Apa saja persyaratan yang harus terpenuhi agar Al-Mudharabah tidak terjatuh kepada perbuatan riba dan dosa?

Insya Allah soal-soal tersebut akan dijawab pada artikel ini.

Al-Mudharabah (bagi hasil) memiliki lima unsur penting (rukun), yaitu:

  1. Al-Mudhaarib (pemilik modal/investor) dan Al-‘Amil (pengusaha bisnis)
  2. Shighatul-aqd (yaitu ucapan ijab dan qabul/serah terima dari investor ke pengusaha)
  3. Ra’sul-maal (modal)
  4. Al-‘Amal (pekerjaan)
  5. Ar-Ribh (keuntungan)

Di dalam Al-Mudharabah, Al-Mudhaarib (investor) menyerahkan ra’sul-maal (modal) kepada Al-‘Amil (pengusaha) untuk berusaha, kemudian keuntungan dibagikan kepada investor dan pengusaha dengan prosentase (nisbah) yang dihitung dari keuntungan bersih (ar-ribh).

Pengusaha tidak mengambil keuntungan dalam bentuk apapun sampai modal investor kembali 100 %. Jika modalnya telah kembali, barulah dibagi keuntungannya sesuai prosentase yang disepakati.

Di dalam Al-Mudharabah kedua belah pihak selain berpotensi untuk untung, maka kedua belah pihak berpotensi untuk rugi. Jika terjadi kerugian, maka investor kehilangan/berkurang modalnya, dan untuk pengusaha tidak mendapatkan apa-apa.

Apabila terjadi kerugian, maka investor tidak boleh menuntut pengusaha apabila pengusaha telah benar-benar bekerja sesuai kesepakatan dan aturan, jujur dan amanah.

Investor bisa menuntut pengusaha apabila ternyata pengusaha:

  • Tafrith (menyepelekan bisnisnya dan tidak bekerja semestinya), seperti: bermalas-malasan, menggunakan modal tidak sesuai yang disepakati bersama.
  • Ta’addi (menggunakan harta di luar kebutuhan usaha), seperti: modal usaha dipakai untuk membangun rumah, untuk menikah dll.

Inilah garis besar permasalahan dalam Al-Mudharabah. Dan selanjutnya akan penulis rinci satu persatu.

A. Investor dan Pengusaha

Investor dan pengusaha adalah orang-orang yang diperbolehkan di dalam syariat untuk menggunakan harta dan bukan orang yang dilarang dalam menggunakan harta, seperti: orang gila, anak kecil yang belum mumayyiz, orang yang dibatasi penggunaan hartanya oleh pengadilan dan lain-lain.

Anak yang belum baligh tetapi sudah mumayyiz boleh menjadi investor atau pengusaha, meskipun ada perselisihan pendapat dalam hal ini.

B. Akad

Akad Al-Mudharabah membutuhkan kejelasan dari kedua belah pihak. Dan kejelasan tersebut tidak diketahui kecuali dengan lafaz atau tulisan. Oleh karena itu, ijab-qabul (serah terima) modal, harus terpenuhi hal-hal berikut:

– Adanya kesepakatan jenis usaha

– Adanya keridhaan dari kedua belah pihak

– Diucapkan atau ditulis dengan lafaz yang jelas dan bisa mewakili keinginan investor maupun pengusaha

Karena akad ini adalah akad kepercayaan, maka sebaiknya akad tersebut tertulis dan disaksikan oleh orang lain. Apalagi di zaman sekarang ini, banyak orang yang melalaikan amanat yang telah dipercayakan kepadanya.

C. Modal

Para ulama mensyaratkan empat syarat agar harta bisa menjadi modal usaha. Keempat syarat tersebut yaitu:

– Harus berupa uang atau barang-barang yang bisa dinilai dengan uang

Para ulama berijma’ bahwa yang dijadikan modal usaha adalah uang. Tetapi mereka berselisih pendapat tentang kebolehan menggunakan barang-barang yang dinilai dengan uang. Pendapat yang kuat adalah pendapat yang mengatakan hal tersebut diperbolehkan. Karena sebagian orang tidak memiliki uang dan sebagian lagi hanya memiliki barang, padahal barang tersebut di dalam usaha juga sangat dibutuhkan sehingga harus mengeluarkan uang untuk mengadakannya.

Sebagai contoh adalah ruko (rumah toko). Ruko di tempat yang strategis sangat prospek untuk membuka lahan usaha. Ruko tersebut dihitung harga sewanya, misalkan, satu tahun sebesar Rp 40 juta, maka secara akad dia berhak memiliki saham senilai Rp 40 juta.

– Harus nyata ada dan bukan hutang

Seorang investor tidak boleh mengatakan, “Saya berinvestasi kepadamu Rp 10 juta tetapi itu hutang saya dan nanti saya bayar.”

– Harus diketahui nilai harta tersebut

Modal yang dikeluarkan harus diketahui nilainya dan tidak boleh mengambang. Misalkan ada seseorang berinvestasi Rp 100 juta, yang lain berinvestasi 1000 sak semen dan yang lain berinvestasi batu bata 100 ribu bata, maka semuanya harus dinominalkan dulu dengan uang. Misalkan 1000 sak semen dihargai dengan Rp 80 juta. Dan 100 ribu bata dengan Rp 70 juta. Sehingga diketahui perbandingan masing-masing modal yang dikeluarkan oleh investor agar bisa dibagi secara adil ketika mendapatkan keuntungan.

– Harus diserahkan kepada pengusaha

Modal dari investor harus diserahkan kepada pengusaha, sehingga modal tersebut bisa diusahakan. Modal tersebut tidak boleh ditahan oleh investor.

D. Jenis Usaha

Tidak ada pembatasan jenis usaha di dalam Al-Mudharabah. Al-Mudharabah bisa terjadi pada perdagangan, eksploitasi hasil bumi, properti, jasa dan lain-lain. Yang paling penting usaha tersebut adalah usaha yang halal menurut syariat Islam.

E. Keuntungan

Para ulama mensyaratkan tiga syarat dalam pembagian keuntungan

– Harus ada pemberitahuan bahwa modal yang dikeluarkan adalah untuk bagi hasil keuntungan, bukan dimaksudkan untuk pinjaman saja.

– Harus diprosentasekan keuntungan untuk investor dan pengusaha

Keuntungan yang diperoleh juga harus jelas, misal untuk investor 40% dan pengusaha 60%, 50% – 50%, 60% – 40%, 5 % – 95% atau 95% – 5%. Hal ini harus ditetapkan dari awal akad.

Tidak diperkenankan membagi keuntungan 0% – 100% atau 100% – 0%.

Besar prosentase keuntungan adalah bebas, tergantung kesepakatan antara kedua belah pihak.

– Keuntungan hanya untuk kedua belah pihak

Tidak boleh mengikut sertakan orang yang tidak terlibat dalam usaha dengan prosentase tertentu. Misal A adalah investor dan B adalah pengusaha. Si B mengatakan, “Istri saya si C harus mendapatkan 10 % dari keuntungan.” Padahal istrinya tidak terlibat sama sekali dalam usaha. Apabila ada orang lain yang dipekerjakan maka diperbolehkan untuk memasukkan bagian orang tersebut dalam prosentase keuntungan.

Kapankah pembagian keuntungan dianggap benar?

Keuntungan didapatkan apabila seluruh modal investor telah kembali 100%. Jika modal investor belum kembali seluruhnya, maka pengusaha tidak berhak mendapatkan apa-apa.

Oleh karena itu, Al-Mudharabah memiliki resiko menanggung kerugian untuk kedua belah pihak. Untuk investor dia kehilangan hartanya dan untuk pengusaha dia tidak mendapatkan apa-apa dari jerih payahnya.

Sebagai contoh, di akhir pembagian hasil, pengusaha hanya bisa menghasilkan 80% modal, maka 80% tersebut harus diserahkan seluruhnya kepada investor dan pengusaha tidak mendapatkan apa-apa.

Apakah boleh pengusaha mengambil jatah perbulan dari usahanya?

Apabila hal tersebut masuk ke dalam perhitungan biaya operasional untuk usaha, maka hal tersebut tidak mengapa, contoh: uang makan siang ketika bekerja, uang transportasi usaha, uang pulsa telepon untuk komunikasi usaha, maka hal tersebut tidak mengapa.

Tetapi jika dia mengambil keuntungan untuk dirinya sendiri, maka hal tersebut tidak diperbolehkan.

Sebelum modal kembali dan belum mendapatkan keuntungan maka usaha tersebut beresiko rugi. Oleh karena itu, tidak diperkenankan pengusaha mengambil keuntungan di awal, karena pengusaha dan investor tidak mengetahui apakah usahanya nanti akan untung ataukah rugi.

Bagaimana solusinya agar pengusaha yang tidak memiliki pekerjaan sampingan selain usaha tersebut bisa mendapatkan uang bulanan untuk hidupnya?

Apabila pengusaha berhutang kepada simpanan usaha tersebut sebesar Rp 3 juta/bulan, misalkan, dan hal tersebut disetujui oleh investor, maka hal tersebut diperkenankan.

Hutang tersebut harus dibayar. Hutang tersebut bisa dibayar dari hasil keuntungan nantinya.

Apabila pengusaha berhutang Rp 10 juta, misalkan, dan ternyata pembagian keuntungannya dia mendapatkan Rp 15 juta, maka Rp 15 juta langsung dipergunakan untuk membayar hutangnya Rp 10 juta. Dan pengusaha berhak mendapatkan Rp 5 juta sisanya.

Akan tetapi, jika tenyata pembagian keuntungannya hanya Rp 8 juta, berarti hutang pengusaha belum terbayar seluruhnya. Pengusaha masih berhutang Rp 2 juta kepada investor.

Dan yang perlu diperhatikan dan ditekankan pada tulisan ini, dalam Al-Mudharabah, keuntungan didapatkan dari prosentase keuntungan bersih dan bukan dari modal.

Adapun yang diterapkan di lembaga-lembaga keuangan atau perusahan-perusahaan yang menerbitkan saham, keuntungan usaha didapatkan dari modal yang dikeluarkan, dan modal yang diinvestasikan bisa dipastikan keamanannya dan tidak ada resiko kerugian, maka jelas sekali ini adalah riba.

Setelah membaca paparan di atas, tentu kita akan mengetahui hikmah yang sangat besar di dalam syariat kita. Bagaimana syariat kita mengatur agar jangan sampai terjadi kezaliman antara pengusaha dengan investor, jangan sampai terjadi riba dan jangan sampai perekonomian Islam melemah sehingga tergantung dengan orang-orang kafir.

Coba kita bayangkan jika seluruh usaha baik kecil maupun besar menerapkan sistem bagi hasil ini, maka ini akan menjadi solusi yang sangat hebat agar terhindar dari berbagai macam riba yang sudah membudaya di masyarakat kita.

Ini juga menjadi solusi bagi orang-orang yang tidak memiliki modal sehingga bisa memiliki usaha mandiri dan ini juga menjadi solusi untuk orang-orang yang tidak memiliki pekerjaan, sehingga bisa membuka lapangan pekerjaan untuk masyarakat.

Sungguh indah syariat Islam, karena dia berasal dari Allah subhanahu wa ta’ala.

Demikian. Mudahan bermanfaat.

Maraji’:

  • Al-Mudharabah fi Asy-Syari’ati Al-Islamiyah. Abdullah bin Hamd bin ‘Utsman Al-Khuwaithir. Kunuz Isybilia.
  • As-Sunan Al-Kubra. Abu Bakr Ahmad bin Al-Husain Al-Baihaqi. Majlis Dairatil-Ma’arif.
  • Sunan Ad-Daruquthni. Abul-Hasan ‘Ali bin ‘Umar Ad-Daruquthni.
  • Syarhul-Mumti’. Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin.
  • Dan lain-lain.

 

Read more https://pengusahamuslim.com/3833-al-mudharabah-bagi-hasil-sebagai-solusi-perekonomian-islam.html

Kuasai Online Marketing untuk Meningkatkan Omzet

Online marketing merupakan suatu teknik pemasaran yang paling banyak dilakukan di era digital ini. Dulu, online marketing hanya sebatas menarik pengunjung sebanyak-banyaknya ke halaman website. Seiring berkembangnya teknologi, online marketing tidak hanya berpusat pada website saja, namun juga email marketing dan social media marketing.

Maraknya jual-beli online juga membuat parapebisnis kewalahan untuk belajar dan men-upgrade pengetahuan dirinya. Kursus dan seminar mereka datangi untuk menguasai online marketing. Mengapa? Karena dengan menguasai online marketing, para pebisnis dapat meningkatkan omzet nya secara signifikan. Bagi Anda yang membaca artikel ini, Anda sangat beruntung karena mendapat ilmu gratis. Simak baik-baik, ya! Berikut langkah-langkah kuasai online marketing untuk meningkatkan omzet bisnis Anda :

  1. Update di social media secara konsisten. Rutinlah berbagi foto tentang produk atau jasa Anda, kata-kata motivasi, sedang ada diskon maupun event yang akan Anda laksanakan. Jangan lupa untuk mengunggah foto yang telah di-edit terlebih dahulu agar follower Anda tertarik dan memberikan respon. Anda dapat mengunggah foto minimal dua kali dalam sehari untuk meningkatkan bisnis Anda melalui social media seperti Facebook maupun Instagram.
  2. Pelajari Email Marketing. Gunakan strategi email marketing dan gunakan aplikasi email otomatis. Setiap jenis bisnis memerlukan layanan email otomatis untuk memaksimalkan strategi email marketing nya. Seperti restoran yang selalu mengirimkan email otomatis apabila memiliki menu terbaru, Anda juga harus mulai menyusun rencana seperti itu. Caranya yaitu dengan membangun list/database email yang Anda miliki melalui aplikasi email otomatis dan menyusun konten apa saja yang akan Anda kirimkan. Jangan lupa untuk menyisipkan link yang mengarahkan pembaca email Anda untuk menuju konten website Anda.
  3. Buat website dengan alamat domain pribadi. Banyak orang yang melakukan pencarian terlebih dahulu melalui internet mengenai barang yang ia butuhkan. Sebagai pebisnis online, pastikan jasa atau produk yang Anda miliki mudah ditemukan oleh calon pelanggan seperti ini. Anda bisa menggunakan jasa pembuatan website ataupun toko online untuk memudahkan orang-orang tersebut menemukan jasa atau produk yang Anda tawarkan. Mereka bisa melihat testimoni produk dan jasa Anda secara langsung melalui tampilan website Anda.Pastikan bahwa jasa pembuatan website atau toko online yang Anda pilih memiliki fitur Search Engine Optimization yang lengkap dan mudah digunakan.
  4. Gunakan iklan berbayar.Dengan menggunakan iklan berbayar seperti Google AdwordsFacebook Ads atau Instagram Ads, Anda dapat menargetkan kepada siapa produk atau jasa Anda akan diiklankan sehingga tak hanya meningkatkan pemasaran bisnis online Anda, namun juga dapat mempengaruhi penjualan Anda. Dari iklan berbayar, Anda dapat memiliki database untuk target market Anda selanjutnya.

Menerapkan langkah online marketing untuk meningkatkan omzet bisnis di atas adalah salah satu cara untuk tetap bisa mendapat omzet walaupun persaingan jual beli online sangat sengit. [Zahir/PM]

Read more https://pengusahamuslim.com/6750-kuasai-online-marketing-untuk-meningkatkan-omzet.html

Mulai Usaha, Jangan Hanya Mikir Modal

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Terlebih dahulu, izinkan saya bercerita…

Diantara upaya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menguatkan persaudaraan sesama muslim adalah dengan mempersaudarakan antara muhajirin dan anshar. Mereka bisa saling menanggung antara satu dengan yang lainnya. Mengingat kondisi kaum muslimin muhajirin yang tiba di kota Madinah, kebanyakan mereka tidak memiliki harta dan keluarga.

Diantara cara Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam melakukan at-Taakhi (mempersaudarakan) adalah dengan melihat latar belakang masing-masing sahabat. Kuatnya ikatan iman, sampai para kaum anshar menawarkan siap berbagi dengan sahabat muhajirin.

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu menceritakan, bahwa ketika orang anshar dipersaudarakan dengna muhajirin, masyarakat anshar menyampaikan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

اقْسِمْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ إِخْوَانِنَا النَّخِيلَ . قَالَ « لاَ » . فَقَالُوا تَكْفُونَا الْمَئُونَةَ وَنُشْرِكُكُمْ فِى الثَّمَرَةِ . قَالُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا

“Silahkan anda bagi kebun kurma kami dengan kawan-kawan kami Muhajirin”

“Tidak.” Jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Orang anshar menawarkan, “Kalau begitu, kalian cukupi kebutuhan pengelolaan kebun kami, nanti kami libatkan kalian untuk bagi hasil buahnya.”

Jawab Muhajirin, “Siap, kami dengar dan kami taat.” (HR. Bukhari 2325).

Mereka bisa salin tolong menolong dalam materi, perhatian, memberi nasehat, membangun rasa cinta karena iman. bahkan sampai diantara mereka siap mewariskan hartanya kepada saudaranya Muhajirin jika mereka meninggal. Namun ini dilarang oleh Allah, karena ahli waris yang lebih berhak dalam masalah ini. Allah jelaskan ini dalam firman-Nya,

وَالَّذِينَ آمَنُوا مِنْ بَعْدُ وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا مَعَكُمْ فَأُولَئِكَ مِنْكُمْ وَأُولُوا الْأَرْحَامِ بَعْضُهُمْ أَوْلَى بِبَعْضٍ فِي كِتَابِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

“Orang-orang yang beriman sesudah itu kemudian berhijrah serta berjihad bersamamu maka orang-orang itu termasuk golonganmu (juga). Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat) di dalam kitab Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. al-Anfal: 75)

Disebutkan dalam sebagian referensi bahwa para sahabat yang dipersaudarakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mencapai 90 sahabat. Diantaranya,

Persaudaraan Abu Bakar as-Shiddiq dengan Kharijah bintu Zuhair

Umar bin Khatab dengan Itban bin Malik. Umar dan Itban bahkan gantian (tanawub) dalam menghadiri majlis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu mereka saling tukar hasil kajian.

Abu Ubaidah bin Jarrah dengan Muadz bin Jabal

Az-Zubair bin Awam dengan Salamah bin Sallamah bin Waqsy

Thalhah bin Ubaidillah dengan Ka’ab bin Malik

Salman al-Farisi dengan Abu Darda..

Radhiyallahu ‘anhum ajma’in…

Antara Abdurrahman bin Auf dengan Sa’d bin Rabi’ radhiyallahu ‘anhuma.

Tatkala Abdurrahman hijrah ke Madinah, beliau dipersaudarakan dengan Sa’ad bin Ar-Rabi’.

Semangat persaudaraan Sa’ad bin ar-Rabi’ dengan Abdurrahman sampai membuat beliau menawarkan separuh harta dan istrinya kepada Abdurrahman.

Akan tetapi, Abdurrahman menolak dan berkata,

بَارَكَ اللَّهُ لَكَ فِي أَهْلِكَ وَمَالِكَ دُلَّنِي عَلَى السُّوقِ

“Semoga Allah memberkahi keluarga dan harta kekayaanmu. Tunjukkan saja letak pasar kepadaku.”

ketika Abdurrahman pulang ke rumah, dia telah berhasil membawa pulang keuntungan berupa keju dan minyak samin. Tidak selang beberapa lama, Abdurrahman menikahi wanita Anshar dengan mas kawin berupa emas sebesar biji kurma. (HR. Bukhari 3937)..

Subhanallah… persaudaraan yang luar biasa..

Terlepas dari kondisi itu, ada sebuah pelajaran luar biasa yang diajarkan masyarakat muhajirin kepada kita.. bahwa masyarakat muhajirin, lebih memilih untuk menjadi mukmin yang mandiri dan tidak menggantungkan diri kepada tawaran orang lain.

Semangat seperti inilah yang seharusnya dibangun oleh para pengusaha muslim.. tidak bergantung kepada apa yang dimiliki orang lain.

Ketika orang pemula dalam usaha selalu berfikir, dari mana saya bisa dapat modal? Siapa yang bisa memberi modal? Aset apa yang bisa digadaikan untuk mendapatkan modal bank?…

Jika seperti yang anda pikirkan, berarti anda salah jalur dalam mengawali usaha.. karena anda di posisi terlalu bergantung dengan dana dari orang lain..

Yang lebih tepat ketika anda berfikir, usaha apa yang bisa saya kembangkan, skill bisnis apa yang bisa saya tawarkan, sehingga orang lain tertarik untuk bergabung dengan usaha saya… dengan prinsip semacam ini, anda bisa menjadi orang yang lebih mandiri. Pemodal yang butuh anda, dan bukan anda yang butuh pemodal..

Dan secara psikologi, orang yang butuh, itulah yang dikendalikan. Jika anda yang butuh pemodal, maka anda dikendalikan. Anda kalah sejak berada di awal.

Namun jika pemodal yang butuh anda, anda yang mengendalikan. Anda merdeka dari awal…

Prinsip semacam inilah yang kami ajarkan di KPMI..

Demikian, Allahu a’lam.

Read more https://pengusahamuslim.com/6515-mulai-usaha-jangan-hanya-mikir-modal.html