Pemerintah tak akan Gunakan Satu Rupiah Pun Dana Zakat

Pentasarupan seluruh penghimpunan dana zakat akan disampaikan kepada Baznas dan LAZ.

Pemerintah tidak akan menggunakan satu rupiah pun dana zakat, apalagi untuk tujuan politis. Penegasan ini menjawab adanya isu krusial dan mengapung ke permukaan bahwa rencana kebijakan penghimpunan zakat aparatur sipil negara (ASN) itu, karena dananya akan digunakan pemerintah untuk tujuan politisasi dalam menyambut tahun poltik 2018 dan 2019.

Hal itu ditegaskan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin saat memberikan sambutan pada Mudzakarah Zakat Nasional 2018 yang digelar Ditjen Bimas Islam Kemenag bekerja sama dengan Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Jakarta. “Saya ingin klarifikasi, ini sama sekali tidak benar. Pemerintah sama sekali tidak akan menggunakan satu rupiah pun dana zakat tersebut.  Karena pentasarupan seluruh penghimpunan dana zakat akan disampaikan kepada Baznas dan LAZ (Lembaga Amil Zakat) yang ada. Dua institusi inilah yang akan mendistribusikan penghimpuanan dana zakat,” katanya, Jumat (9/3).

“Pemerintah sama sekali tidak dalam poisisi melakukan itu. Jadi, kekhwatiran dana zakat akan dimanfaatkan untuk tujuan politis tidak benar. Mudah-mudahan niat baik kita dapat diimplementasikan agar kehidupan umat lebih baik dari waktu ke waktu,” katanya lagi.

Dikatakan Lukman, Kemenag melalui Ditjen Bimas Islam sangat menunggu rumusan yang akan dihasilkan dalam Mudzakarah Zakat Nasional 2018. Menag berharap, rumusan tersebut dapat dikukuhkan dalam forum Ijtimak Komisi Fatwa Ulama yang akan digelar di NTB dalam waktu dekat sehinga tidak ada kesimpangsiuran di kalangan umat.

Mudzakarah Zakat Nasional 2018 yang akan digelar selama dua hari ini dihadiri peserta yang berasal dari berbagai ormas Islam, Baznas, LAZ, alim ulama dan tokoh agama, MUI, dan jajaran Ditjen Bimas Islam.

Tampak hadir dalam pembukaan Mudzakarah Zakat Nasional 2018 ini, Ketua Komisi Fatwa MUI Hasanuddin Abdul Fattah, Dirjen Bimas Islam Muhammadiyah Amin, Staf Ahli Bidang Hukum dan HAM Kemenag Janedjri, Kepala Biro Humas, Data, dan Informasi Mastuki, dan Sesmen Khoirul Huda.

 

REPUBLIKA

Menag: Pemerintah tak akan Pakai Satu Rupiah Pun Dana Zakat

Pemerintah berencana mengoptimalkan penghimpunan zakat Aparatur Sipil Negara (ASN). Kebijakan itu dilaksanakan sesuai syar’i dan norma hukum positif.

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan pemerintah tidak akan menggunakan satu rupiah pun dana zakat, apalagi untuk tujuan politis. Sebab, ada satu hal yang menjadi isu krusial dan mengapung ke permukaan bahwa rencana kebijakan itu karena dananya akan digunakan pemerintah untuk tujuan politis dalam menyambut tahun politik 2018 dan 2019.

“Kalaulah kebijakan pendayagunaan zakat di kalangan ASN akan dilaksanakan oleh pemerintah, maka harus terjamin dalam dua hal yakni hukum syari dan norma-norma hukum posisif dalam kehidupan bernegara,” ujarnya dalam keterangan tulis yang diterima Republika.co.id di Jakarta, Sabtu (10/3).

Seluruh penghimpunan dana zakat akan disampaikan kepada Baznas dan LAZ (Lembaga Amil Zakat) yang ada. Dua institusi inilah yang akan mendistribusikan penghimpuanan dana zakat, jadi pemerintah sama sekali tidak dalam posisi melakukan itu. “Jadi kekhwatiran dana zakat akan dimanfaatkan untuk tujuan politis tidak benar,” sambung Menag.

Diakui Menag, dalam persoalan zakat, Kemenag tengah menghadapi dua arus pandangan yang antara satu dan lain saling kontradiktif. Pandangan pertama menyatakan pemerintah harus tegas menangani zakat dengan segala aturan resminya. Sementara kutub lain menyatakan pemerintah tidak boleh intervensi lantaran zakat merupakan kewajiban individu dan bukanlah wewenang negara.

“Jadi dua hal inilah yang harus betul-betul dijamin tidak ada kontra kalaulah kebijakan ini dijalankan. Inilah dua padangan yang tentu tidak bisa kita abaikan begitu saja. Apalagi dua pandangan ini sangat memenuhi ruang publik seperti di sosial media,” ujar Menag.

Menurutnya, fakta lain alasan di balik Kemenag merasa perlu mengandeng komisi fatwa MUI dan ulama dalam Mudzakarah Zakat Nasional ini karena potensi zakat yang luar biasa. Indonesia adalah negara besar dengan mayoritas penduduk beragama Islam.

 

REPUBLIKA

Lazimkah Zakat dari Pemotongan Gaji ASN/PNS?

Pemungutan zakat dari gaji bulanan aparatur sipil negara (ASN) Muslim lazim dilaksanakan di sejumlah daerah di Indonesia. Dana zakat yang terkumpul pun selalu disalurkan untuk kemaslahatan umat Islam.

Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Salahuddin Uno mengatakan, pemungutan zakat dari gaji bulanan ASN Muslim di DKI Jakarta sudah dilakukan sejak 2014. Persentase gaji yang dipotong untuk dana zakat sebesar 2,5 persen.

Tahun lalu, total dana zakat yang dihimpun Badan Amil Zakat Infak dan Sedekah (BAZIS) DKI Jakarta sebesar Rp 170 miliar. Mayoritas bersumber dari tunjangan kinerja daerah (TKD) ASN Muslim di lingkungan Pemprov DKI Jakarta.

“Memang secara konsep kalau di sini kan voluntary (sukarela) bukan mandatory (wajib),” kata Sandiaga di Balai Kota, Jakarta, Kamis (8/2).

Menurut dia, konsep sukarela dalam praktik ini sangat ditekankan karena Pemprov DKI Jakarta menginginkan ASN memiliki kesadaran membersihkan rezeki dengan membayar zakat. Ia pun mengaku masih menunggu rencana pemerintah pusat menerbitkan perpres tentang zakat ASN Muslim. Sandiaga tidak ingin berspekulasi perihal konsep pemungutan zakat yang tertuang dalam beleid itu.

Di Ungaran, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Bupati Semarang Mundjirin ES mendukung rencana pemerintah yang berencana menerapkan kebijakan pemungutan zakat dari gaji bulanan ASN Muslim. Khusus untuk Kabupaten Semarang, kebijakan tersebut telah berlaku sejak 2016 dengan pengelola dana zakat adalah Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Kabupaten Semarang.

“Namun, dari ASN ini baru mampu menghimpun Rp 180 juta hingga Rp 200 juta per bulan. Sementara potensi sesungguhnya bisa lebih besar lagi,” ujar Mundjirin di Ungaran, Kamis (8/2).

Menurut dia, apabila potensi tersebut mampu dioptimalkan, dana yang terhimpun bisa mencapai miliaran rupiah. Itu artinya, kebermanfaatan zakat juga akan semakin besar. “Karena zakat ini dikelola secara profesional untuk kemaslahatan umat,” kata Mundjirin.

Bupati Majalengka Sutrisno mengatakan, Pemerintah Kabupaten Majalengka telah memungut zakat sebesar 2,5 persen dari ASN Muslim sejak 2014. Dia menjelaskan, berdasarkan data dari Baznas Kabupaten Majalengka, sepanjang tahun lalu terkumpul dana zakat sekitar Rp 8 miliar.

Dana zakat yang dihimpun, menurut Sutrisno, telah dimanfaatkan untuk mendukung berbagai program kegiatan Pemkab Majalengka. Program-program itu, antara lain, beasiswa bagi siswa miskin, bantuan ekonomi produktif, dan bantuan untuk guru mengaji.

“Masih banyak lagi program yang diprioritaskan untuk masyarakat,” kata Sutrisno di Majalengka, Rabu (7/2).

Dari Solo, Jawa Tengah, jumlah ASN Muslim yang berzakat melalui Baznas Kota Solo terus mengalami peningkatan. “Total 500 ASN yang zakat. Ada 130 ASN ditambah dari Kemenag (Kementerian Agama) sekitar 370-an,” kata Wakil Ketua Bidang Perencanaan Laporan dan Keuangan Baznas Kota Solo Endang Suryana, Kamis (8/2).

Selama periode 2017, total penghimpunan zakat dan infak ASN Muslim di Solo sudah mencapai Rp 741,3 juta. Dari jumlah itu, sebanyak Rp 522 juta telah disalurkan ke mereka yang berhak menerima dana zakat, antara lain, fakir miskin Rp 124,5 juta, fisabilillah Rp 135,3 juta, dan amil Rp 65,8 juta.

Pemerintah dalam hal ini Kemenag sedang menyusun perpres tentang pemungutan zakat 2,5 persen dari gaji bulanan ASN Muslim. Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin memastikan tidak ada kewajiban dan pemaksaan dalam rencana itu. Pembahasan di internal pemerintah masih terus dilakukan dengan melibatkan Baznas.

Tiga cara hitung gaji untuk zakat

Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah M Cholil Nafis menjelaskan, kewajiban zakat profesi harus berdasarkan dengan nisab atau batas kekayaan. Sebagai contoh, kepemilikan emas, yakni minimal seseorang harus memiliki 85 gram emas baru dinyatakan wajib zakat.

“Mengeluarkan zakatnya disamakan dengan zakat pertanian, yakni setiap menerima gaji atau per bulan juga ada yang memperbolehkan setiap tahun,” ujar Cholil, Kamis (8/2).

Ia pun mengingatkan, ada tiga pendapat dalam menghitung gaji yang wajib zakat. Pertama, dari seluruh pendapatan gaji dan tunjangan. Kedua, gaji dan tunjangan dikurangi biaya operasional, seperti transportasi dan konsumsi.

Ketiga, gaji dikurangi seluruh kebutuhan pokok diri dan keluarga dan lebihnya baru dikeluarkan zakatnya. “Kalau nisab dihitung setelah kebutuhan pokok maka tak semuanya ASN wajib zakat,” kata dia.

Hal ini, lanjut Cholil, karena masih banyak ASN Muslim yang besaran gajinya belum mengikuti kenaikan harga-harga. Ditambah lagi, laju inflasi yang terus menggerogoti. Selain itu, ASN pun sudah punya beban pajak.

Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Zainut Tauhid Sa’adi mengatakan, sampai detik ini, MUI belum pernah diajak bermusyawarah oleh Kemenag ataupun Baznas terkait dengan rencana pemungutan zakat dari gaji bulanan ASN Muslim. MUI pun belum bisa memberikan pendapat terkait dengan rencana itu.

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengungkapkan potensi zakat dari ASN Muslim bisa mencapai Rp 10 triliun per tahun. Berdasarkan data dari Baznas, potensi zakat ini bahkan mencapai hingga Rp 270 triliun.

Dana zakat yang berasal dari gaji ASN Muslim akan disalurkan untuk kemashalatan masyarakat, baik di bidang sosial, pendidikan, kesehatan hingga bencana alam. Terpenting, dana tersebut tidak sebatas kepentingan umat Muslim saja.

Ada kemungkinan dana zakat tersebut akan digunakan untuk pembangunan infrastruktur. Hal tersebut bergantung dari lembaga amil dalam menerjemahkan dana kemaslahatan masyarakat .

Pemerintah saat ini sedang menyiapkan Peraturan Presiden (perpres) tentang pungutan zakat bagi ASN yang beragama Muslim. Bagi ASN yang berkeberatan adanya pungutan zakat sebesar 2,5 persen tersebut dapat mengajukan ataupun menyampaikan permohonannya.

(andrian saputra/ali mansur/novita intan/lida puspaningtyas, Pengolah: muhammad iqbal).

 

REPUBLIKA