Sejarah Haji Pernah Beberapa Kali Ditiadakan (Bagian 3)

Kini, lebih dari dua abad berlalu, bayangan Covid-19 turut mengancam pelaksanaan haji tahun ini. Seorang akademisi dan penulis asal Mesir, Hani Nasira, mengatakan jika kasus Covid-19 di seluruh dunia terus meningkat, keputusan untuk menghentikan ibadah haji seharusnya tidak mengejutkan. 

Sebab, jika diberlakukan, keputusan meniadakan haji dinilainya akan bijaksana dan sesuai dengan syariah Islam. Pasalnya, Islam pada dasarnya bertujuan untuk melindungi dan melestarikan kehidupan masyarakat.

“Di dalam Alquran, Allah berfirman ‘dan jangan bunuh dirimu.’ Nabi Muhammad juga memperingatkan sahabat-sahabatnya terhadap wabah. Abdulrahman bin Awf meriwayatkan, bahwa Nabi Muhammad SAW berkata, ‘jika Anda mendengar wabah di suatu negeri, jangan memasukinya. Tetapi jika wabah itu ada di suatu tempat dan Anda berada di dalamnya, jangan tinggalkan tempat itu.’ Hadits ini menunjukkan pentingnya menghindari wabah,” kata Nasira, dilansir di Arab News, Senin (6/4).

Ia menekankan bahwa wabah Covid-19 telah merenggut ribuan jiwa di seluruh dunia dan tidak menunjukkan tanda-tanda akan mereda. Ia mengatakan, seluruh dunia menderita akibat penyebaran virus yang cepat dan semua orang berada dalam ketakutan.

Apalagi, saat ini para ilmuwan belum menemukan obat atau vaksin untuk virus corona. Sehingga, menurutnya, situasi demikian yang berlanjut membuat penangguhan haji diperlukan guna melindungi kehidupan. Ia juga menyoroti beberapa negara Muslim, termasuk Iran dan Turki, yang termasuk negara dengan korban wabah terbesar.

“Kami tidak ingin menambahkan bahan bakar ke api. Itu tidak logis, dan Islam juga tidak pernah menerima atau menyetujui itu. Jika saya seorang mufti, saya tidak akan ragu untuk meminta penangguhan,” tambahnya.

Sementara itu, seorang peneliti studi Islam, Ahmed Al-Ghamdi, mengatakan bahwa haji bukanlah ritual terbatas dalam arti bahwa ibadah haji dapat dilakukan setidaknya sekali seumur hidup seorang Muslim dewasa. Menurutnya, ibadah haji tidak terbatas pada waktu tertentu. Sehingga, Muslim dapat melakukan haji kapan pun dia mau saat mereka telah mencapai usia baligh.

“Nabi Muhammad, misalnya, tidak melakukan haji di tahun pertama haji menjadi kewajiban. Dia melakukan haji setahun kemudian,” kata Al-Ghamdi.

Peneliti yang berspesialisasi dalam ilmu hadits ini juga sependapat dengan Nasira. Menurutnya, syariah Islam sangat mendukung kepentingan dan kesejahteraan publik. Ia mengatakan, haji dapat ditangguhkan dalam hal kebutuhan yang mendesak, seperti karena penyebaran penyakit virus corona, alasan politik atau tekanan keamanan.

Hal itu menurutnya tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Ia menambahkan, bahwa ibadah haji didirikan dengan alasan dan logika. Dengan demikian, jika pejabat kesehatan menemukan bahwa penyakit menular dapat menyebabkan kematian, ia mengatakan bahwa menjaga kehidupan manusia lebih penting daripada ibadah haji itu sendiri.

“Tidak ada yang salah dengan alur pemikiran dalam syariah Islam ini. Yang Maha Kuasa telah memerintahkan kita untuk tidak menjerumuskan diri kita pada bahaya,” katanya.

IHRAM

Sejarah Haji Pernah Beberapa Kali Ditiadakan (Bagian 2)

Gangguan berikutnya terjadi pada 968 M. Mengutip buku Ibn Kathir “Al-Bidaya wan-Nihayah,” laporan itu menyebutkan bahwa haji pernah ditiadakan karena adanya penyakit yang menyebar di Makkah dan merenggut nyawa banyak jamaah. Pada saat yang sama, unta yang digunakan untuk mengangkut jamaah haji ke Makkah mati karena kelangkaan air.

“Banyak dari mereka yang berhasil mencapai Makkah dengan aman tidak bisa hidup lama setelah haji karena alasan yang sama,” menurut laporan Darah.

Di antara mereka yang datang ke Makkah untuk menunaikan haji dalam jumlah yang signifikan adalah orang Mesir. Namun pada 1000 Masehi, mereka tidak mampu melakukan perjalanan karena tingginya biaya hidup di Saudi pada tahun itu.

Sekitar 29 tahun kemudian, tidak ada jamaah dari Timur atau Mesir yang datang untuk berhaji. Menurut laporan Darah, pada 1030 hanya beberapa jamaah asal Irak yang berhasil mencapai Makkah untuk melakukan haji. Sembilan tahun kemudian, Muslim dari Irak, Mesir, Asia Tengah dan Arab utara tidak dapat melakukan haji.

Kepala departemen sejarah di Universitas King Abdul Aziz, Dr. Emad Taher, mengatakan gangguan yang terjadi saat itu adalah kerusuhan politik dan ketegangan sektarian. Selanjutnya, pada 1099 tidak ada yang melakukan ibadah haji karena takut dan rasa tidak aman di seluruh dunia Muslim sebagai akibat dari perang.

Sekitar lima tahun sebelum Tentara Salib merebut Yerusalem pada 1099, para penguasa Muslim di wilayah Arab kurang bersatu. Akibatnya, tidak ada Muslim yang bisa mencapai Makkah untuk menunaikan haji.

Pada 1168, orang-orang Mesir terjebak dalam konfrontasi dengan Komandan Kurdi Asaduddin Shirkuh, yang ingin memperluas dinasti Zangid ke Mesir. Situasi saat itu secara alami tidak memungkinkan orang Mesir untuk melakukan haji.

Ibadah haji kembali terganggu pada abad ke-13. Laporan Darah menyebutkan, tidak ada orang dari luar wilayah Hijaz yang dapat melaksanakan haji antara tahun 1256 dan 1260.

Selanjutnya, penyelenggaraan haji terganggu akibat kampanye militer yang dilancarkan oleh pemimpin Perancis Napoleon Bonaparte di wilayah Ottoman di Mesir dan Suriah dari 1798 hingga 1801. Hal itu lantas membuat rute standar ke Makkah tidak aman bagi jamaah.

IHRAM

Sejarah Haji Pernah Beberapa Kali Ditiadakan (Bagian 1)

Wabah virus corona yang melanda hampir semua negara telah berdampak pada banyak segi kehidupan, termasuk dalam kegiatan ibadah umat Muslim dunia. Setelah kegiatan umroh dihentikan sementara guna mencegah penyebaran virus corona, kini umat Muslim juga bertanya-tanya akankah pelaksanaan ibadah haji tahun ini dibatalkan?

Pemerintah Arab Saudi telah mengambil sejumlah langkah pencegahan untuk mengendalikan penyebaran infeksi Covid-19, khususnya di Makkah dan Madinah. Sejauh ini, ada lebih dari 480 kasus virus corona di dua kota suci itu.

Dalam upayanya, Kerajaan Saudi telah menghentikan kegiatan umrah sampai pemberitahuan lebih lanjut. Selain itu, Saudi juga menghentikan semua penerbangan penumpang internasional tanpa batas waktu, dan memblokir jalan masuk dan keluar ke beberapa kota, termasuk Makkah dan Madinah. Dilaporkan ada lebih dari 2.000 kasus Covid-19 di Saudi, dengan 25 kematian. Sedangkan secara global, tercatat lebih dari 1 juta orang telah terinfeksi virus corona dan 59.000 dari mereka meninggal.

Sementara itu, penyelenggaraan ibadah haji tahun ini pun masih diragukan. Dalam pernyataan pada 31 Maret 2020 lalu, Menteri Haji dan Umrah Arab Saudi, Dr. Muhammad Salih bin Taher banten, meminta para penyelenggara haji untuk menunda kontrak layanan haji. Ia meminta Muslim di seluruh dunia untuk menunggu sebelum membuat rencana atau kontrak haji sampai ada kejelasan terkait ibadah yang dijadwalkan akan dimulai pada akhir Juli itu.

“Kami meminta dunia untuk tidak terburu-buru berkaitan dengan kelompok-kelompok haji sampai jalur epidemi menjadi jelas, mengingat keselamatan jamaah dan kesehatan masyarakat sebagai prioritas,” kata Banten kepada TV Al-Ekhbariya yang dikelola Pemerintah Arab Saudi.

Jika wabah masih belum mereda, ada kemungkinan haji tahun ini dibatalkan. Hal ini memang menjadi pukulan bagi umat Islam. Akan tetapi, dalam sejarahnya, pelaksanaan ibadah haji sendiri telah beberapa kali mengalami gangguan, sehingga ditiadakan.

Dilansir di Arab News, Senin (6/4), sebuah laporan yang diterbitkan oleh Yayasan Raja Abdul Aziz untuk Penelitian dan Arsip (Darah) mengemukakan tentang sejumlah pembatalan ibadah haji selama berabad-abad karena keadaan yang di luar kendali otoritas haji. Dalam laporan itu disebutkan, bahwa penyelenggaraan haji pertama kali terganggu pada 930 M.

Kala itu, Bani Qarmati yang dipimpin oleh Abu Thahir al-Qarmati datang ke tanah suci Makkah dan menginvasi Baitullah. Mereka menyerang jamaah haji pada hari kedelapan haji. Qarmatian adalah aliran Syiah Ismaili, yang memberontak terhadap kekhalifahan Abbasiyah.

Orang-orang Qarmati memiliki keyakinan bahwa melaksanakan haji adalah tindakan penyembahan berhala. Peristiwa penyerangan itu menewaskan lebih dari 30.000 jamaah tahun itu. Selain itu, orang-orang Qarmati juga menyerang sumur Zamzam di Makkah dan menodainya dengan mayat.

Membawa juga lari Hajar Aswad dari Ka’bah ke kota Hajr (sekarang Qatif), yang merupakan ibukota mereka di Teluk Arab saat itu. Setelah penyerangan berdarah itu, ibadah haji tidak digelar selama 10 tahun berikutnya.  

IHRAM