Hukum Tidak Sengaja Memakan Semut

Dalam keadaan tertentu, terkadang kita tidak sengaja memakan semut. Misalnya, kita makan nasi dan kebetulan ada semut yang mati, dan tanpa sengaja kita makan semut itu dengan nasi tersebut. Atau kita minum air yang di dalamnya ada semut, dan tanpa sengaja kita telan semut itu dengan air tersebut. Dalam keadaan demikian, bagaimana hukum tidak sengaja makan semut tersebut?

Dalam kitab-kitab fikih disebutkan bahwa semut termasuk serangga yang tidak boleh dimakan dan dikonsumsi. Baik dalam keadaan hidup atau sudah mati menjadi bangkai, semut haram hukumnya untuk dimakan.

Ini sebagaimana disebutkan oleh Imam Nawawi dalam kitab Al-Majmu’ berikut;

ويحرم النمل والذر والفأرة والذباب والخفساء والقراد والجعلان.

Haram makan semut, tikus, lalat, kumbang, monyet, dan hewan kepik.

Menurut Syaikh Wahbah Al-Zuhaili, keharaman makan semut karena semut termasuk hewan yang menjijikkan. Karena itu, setiap orang yang memiliki watak dan mental yang sehat enggan untuk makan semut ini. Dalam kitab al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, beliau berkata sebagi berikut;

ويحرم أكل حشرات الأرض صغار دوابها كالعقرب والثعبان والفأرة والنمل والنحل لسُّميتها واستخباث الطباع السليمة لها

Haram makan hewan serangga tanah, yaitu binatang-binatang kecil, seperti kalajengking, ular, tikus, semut, dan lebah, karena bahaya bisanya dan tabiat manusia yang sehat akan merasa jijik dengannya.

Oleh karena itu, kita tidak boleh makan semut dengan sengaja. Misalnya, kita sudah mengetahui bahwa di makanan yang hendak kita makan ada semutnya, maka kita wajib membuang semut tersebut. Jika kita makan semut tersebut dengan sengaja, maka hukumnya adalah haram.

Ini berbeda jika kita makan semut tanpa sengaja karena bercampur dengan makanan atau minuman. Misalnya, kita makan nasi yang di dalamnya ada semut. Tanpa kita mengetahui keberadaan semut tersebut, kita makan nasi dan semut tersebut tanpa sengaja, maka hukumnya tidak masalah atau dimaafkan.

BINCANG SYARIAH

Belajarlah dari Semut

وَتِلۡكَ الۡاَمۡثَالُ نَضۡرِبُهَا لِلنَّاسِ‌ۚ وَمَا يَعۡقِلُهَاۤ اِلَّا الۡعٰلِمُوۡنَ

“Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia, dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.” (QS: Al-Ankabut [29]: 43).

Al-Qur’an telah banyak membuat perumpamaan atau tamsil, ada yang baik dan ada yang buruk. Ketika Allah Ta’ala menyindir perilaku orang Yahudi yang selalu membawa Kitab tanpa pernah mau mengamalkannya, maka orang tersebut diibaratkan seperti keledai.

Demikian juga ketika menyebut orang kafir yang tidak mau menerima kebenaran, Allah mengibaratkan mereka seperti anjing yang jika dihalau atau dibiarkan saja sikapnya sama, tidak berubah. Selain tamsil negatif tersebut, Allah juga membuat tamsiltamsil yang positif, seperti lebah dan semut.

Bahkan kedua nama binatang itu telah dijadikan nama surat al-Qur’an, yaitu an-Nahl dan an-Naml. Penyebutan dua binatang tersebut karena pada keduanya terdapat sisi-sisi kebaikan yang bisa dijadikan pelajaran bagi manusia. Lalu apa sisi kebaikan dari binatang itu?

Pertama, semut merupakan binatang yang paling suka bersilaturahim. Mereka tidak lupa bertegur sapa dan saling memberi salam bila bertemu. Kemampuan berkomunikasi dengan menguasai segala teknisnya secara baik dan benar merupakan sikap penting dan gaya hidupnya. Saling bertukar informasi menjadi tabiat koloni ini.

Kedua, semut selalu berusaha mandiri dan bekerjasama. Kemandiriannya tidak menghambatnya untuk saling berta’awun, sebaliknya kerjasamanya tidak mengurangi kemandiriannya. Koloni semut ini tidak egois dan individualis.

Mereka hidup saling menopang dan membantu dengan daya juang tinggi yang dilandasi rasa peduli dan peka terhadap lingkungan sekitarnya. Kesetiakawanan dan kepekaan terhadap lingkungan ini telah terekam dengan baik dalam al-Qur’an ketika menceritakan kawanan semut dan pasukan Nabi Sulaiman. Allah menceritakan:

حَتّٰٓى اِذَاۤ اَتَوۡا عَلٰى وَادِ النَّمۡلِۙ قَالَتۡ نَمۡلَةٌ يّٰۤاَيُّهَا النَّمۡلُ ادۡخُلُوۡا مَسٰكِنَكُمۡ‌ۚ لَا يَحۡطِمَنَّكُمۡ سُلَيۡمٰنُ وَجُنُوۡدُهٗۙ وَهُمۡ لَا يَشۡعُرُوۡنَ‏
فَتَبَسَّمَ ضَاحِكًا مِّنۡ قَوۡلِهَا وَقَالَ رَبِّ اَوۡزِعۡنِىۡۤ اَنۡ اَشۡكُرَ نِعۡمَتَكَ الَّتِىۡۤ اَنۡعَمۡتَ عَلَىَّ وَعَلٰى وَالِدَىَّ وَاَنۡ اَعۡمَلَ صَالِحًـا تَرۡضٰٮهُ وَاَدۡخِلۡنِىۡ بِرَحۡمَتِكَ فِىۡ عِبَادِكَ الصّٰلِحِيۡنَ

“Hingga apabila mereka sampai di lembah semut berkatalah seekor semut:“Hai semut-semut, masuklah ke sarang-sarangmu, agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari”. Maka dia (Sulaiman) tersenyum dengan tertawa karena (mendengar) perkataan semut itu berdoa, “Ya Tuhanku, anugerahkanlah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku dan agar aku mengerjakan kebajikan yang Engkau ridhai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang shalih.”…” (QS: An-Naml [27]: 18 – 19).

Ketiga, semut merupakan binatang memiliki etos kerja keras, tak kenal menyerah. Hewan bernama ilmiah Formicidae itu memiliki kesungguhan dalam menghadapi hidup dan usaha yang penuh risiko, tantangan, cobaan, dan ujian. Segala rintangan dihadapi dengan disiplin dan tanggung jawab dengan sepenuh jiwa. Kalau tidak percaya, coba halangi jalannya semut, mereka akan mencari jalan lain sampai ketemu. Daya juangnya sungguh luar biasa.

Keempat, semut merupakan binatang yang selalu aktif dan kreatif. Inisiatifnya patut diacungi jempol. Mereka inovatif dalam mengejar impian hidupnya.

Pernah dijumpai koloni semut bekerja bahu membahu menyemberangi sungai yang luas dengan menggunakan sisa-sisa patahan ranting. Subhanallah, bagaimana mereka saling berkoordinasi, berbagi tugas, dan berimprovisasi?

Kelima, semut merupakan binatang pemberani. Medan perjuangan mereka adalah belantara luas yang tak berujung.

Mereka mengembara dengan hanya mengandalkan fisiknya yang ringkih. Meskipun demikian mereka dengan gagah beraninya berjuang dengan menghadapi risiko yang tidak sederhana.

Mari belajar dari semut dalam menghadapi tantangan hidup untuk kesejahteraan, kemuliaan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Wallahu’alam.*

HIDAYATULLAH

Hikmah di Balik Larangan Membunuh Semut

Allah tidak menyukai tindakan merusak sesuatu, termasuk pepohonan dan hewan yang hidup. Manusia diarahkan untuk menjaga berbagai ciptaan yang ada untuk keseimbangan alam.

Setelah mati, manusia akan ditanya tentang burung kecil yang dibunuhnya tanpa alasan yang benar. Siksa akan datang kepadanya akibat kerusakan yang telah diperbuat.

Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda, Seorang nabi singgah di bawah pohon. Dia digigit oleh seekor semut.Dia memerintahkan agar barang bawaannya dijauhkan dari bawah pohon itu.

Lalu, dia memerintahkan agar rumah semut itu dibakar. Allah mewahyukan kepadanya, “Mengapa tidak hanya satu ekor semut?”

Mungkin, kedatangan sang nabi dengan temannya mengganggu para semut. Biasanya, semut melawan orang yang mengganggu dan merusak ketenangannya. Seekor semut datang dan menggigit nabi itu.

Meski mendapatkan kekhasan dari Allah, nabi tetaplah manusia. Dia tak lepas dari kekhilafan. Nabi tersebut emosi. Dia melakukan tindakan spontan yang membuatnya menyesal. Sang nabi marah kepada semut beserta teman- temannya.

Muncullah keinginan untuk menghukum seluruh semut. Dia memerintahkan para pengikutnya agar menjauhkan barang dari bawah pohon itu. Kemudian, dia menyulut api untuk membakar sarang semut.

Maka, semut yang sedang berjalan terbakar dan panas api itu sampai kepada semut-semut yang berada di lubangnya di dalam tanah. Seharusnya, yang dihukum hanyalah semut yang menggigit rombongan tadi.

Rasulullah mengajarkan bahwa berhak melawan orang atau hewan yang menyerang manusia, walaupun hewan itu jinak. Semut ini menyerang dan menggigit. Wajar saja hewan tadi mendapat hukuman.

Namun, menghukum semua semut yang ada di sarang itu dan membakar mereka dengan api bukanlah keadilan. Semut adalah ciptaan Allah. Mereka bertasbih dan menyucikan Allah seperti hewan-hewan lain.

Manusia tidak boleh menyerangnya, kecuali jika mereka menyakitinya. Oleh karena itu, Allah menyalahkan nabi itu dan mencelanya karena dia menghukum melampaui batas. Dia menghukum semut yang tidak bersalah karena kesalahan seekor semut. Dia membunuh sebuah umat yang bertasbih kepada Allah.

Pelajaran dari hadis 

Manusia tidak boleh membunuh semut, sebagaimana tidak boleh membunuh binatang lain kecuali hewan yang menyerang dan mengganggu. Dalam sebuah hadis terdapat larangan membunuh semut, tawon, dan burung hud-hud dan burung shurad.

Di sisi lain, seseorang dibolehkan membunuh hewan yang mengakibatkan kerusakan, seperti tikus, kalajengking, burung gagak, rajawali, dan anjing. Selain kelima hewan perusak ini, Rasulullah juga memerintahkan membunuh cicak. Beliau menyatakan, shurad adalah burung berkepala besar dan berparuh besar, perutnya putih, punggungnya hijau, memangsa serangga dan burung kecil.

Membakar makhluk hidup tidak dibolehkan. Nabi menjelaskan alasan larangan ini, yaitu bahwa yang berhak mengazab dengan api hanyalah pemilik api. Ini mungkin dibolehkan di dalam syariat sebelum Islam, karenanya nabi tadi membakar sarang semut.

Semut bertasbih kepada Allah sebagaimana dinyatakan dalam hadis. Allah memberitakan bahwa segala sesuatu bertasbih dengan memuji Allah, “Dan tidak ada suatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka.” (QS al-Isra: 44).

Hadis ini menyampaikan bahwa semut adalah umat. Allah telah memberitakan bahwa makhluk-makhluk, burung-burung, dan hewan-hewan, semuanya adalah umat seperti kita. “Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat-umat juga seperti kamu.”

Penafsir Alquran Prof Quraish Shihab dalam Tafsir al-Mishbah menunjukkan bahwa semut merupakan hewan yang hidup bermasyarakat dan berkelompok. Hewan ini mempunyai etos kerja yang tinggi dan sikap kehati-hatian luar biasa.

Keunikan lain yang dimiliki oleh semut adalah menguburkan anggotanya yang mati. Itu merupakan keistimewaan semut yang terungkap melalui penelitian ilmuwan serta semut juga merupakan hewan yang memiliki rasa sosial dan solidaritas yang tinggi. Mereka tidak egois dan tidak mementingkan diri sendiri.

 

REPUBLIKA