Doa Shalat Tahajud

Pertanyaan:

Bismillah

Apakah Ada Doa setelah shalat tahajjud yang warid dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam seperti yang dibuku kumpulan doa yang dijual di toko buku? Tolong dijelaskan Ustadz, Jazakallahu Khair.

Dari: Dudi

Jawaban:

Alhamdulillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, wa ba’du

Pertama, sesungguhnya sepertiga malam terakhir termasuk waktu yang mustajab untuk berdoa kepada Allah. Karena Allah menjanjikan akan mengabulkan doa di waktu ini. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الآخِرُ يَقُولُ: مَنْ يَدْعُونِي، فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ، مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ

Allah Subhanahu wa Ta’ala turun ke langit dunia setiap malam, ketika tersisa sepertiga malam terakhir. Kemudian Allah berfirman: Siapa yang berdoa kepada-Ku akan Aku ijabahi doanya, siapa yang meminta-Ku akan Aku beri dia, dan siapa yang minta ampunan kepada-Ku akan Aku ampuni dia.” (HR. Bukhari 1145, Muslim 758, Abu Daud 1315, dan yang lainnya).

Kedua, berdasarkan hadis di atas, di sepertiga malam terakhir, Anda bisa memohon kepada Allah apapun yang Anda inginkan, selama tidak melanggar larangan dalam berdoa. Anda bisa berdoa dengan bahasa Arab, bahasa Indonesia atau bahasa apapun yang Anda pahami. Manfaatkan kesempatan sepertiga malam terakhir untuk banyak memohon kepada Allah. Memohon ampunan, memohon hidayah, memohon kebaikan dunia akhirat, dan memohon kepada Allah untuk menyelesaikan masalah Anda. Tidak ada doa khusus yang harus Anda baca untuk permohonan ini.

Kapan Waktunya?

Bisa Anda lakukan setiap selesai shalat 2 rakaat, atau seusai tahajud sebelum witir, atau ketika sujud, atau menjelang salam sebelum tasyahud.

Ketiga, doa khusus untuk dibaca ketika tahajud berdasarkan hadis yang shahih, terdapat pada doa iftitah dan doa setelah witir. Berikut rinciannya:

Doa yang dianjurkan untuk dibaca ketika iftitah:

1. Dari Abu Salamah bin Abdurrahman bin Auf, beliau bertanya kepada Aisyah radhiyallahu ‘anha, “Apa doa yang dibaca oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika mengawali shalat malam beliau?”

Aisyah menjawab: “Beliau memulai shalat malam beliau dengan membaca doa:

اللَّهُمَّ رَبَّ جِبْرِيلَ وَمِيكَائِيلَ وَإِسْرَافِيلَ فَاطِرَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ عَالِمَ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ أَنْتَ تَحْكُمُ بَيْنَ عِبَادِكَ فِيمَا كَانُوا فِيهِ يَخْتَلِفُونَ، اهْدِنِي لِمَا اخْتُلِفَ فِيهِ مِنَ الْحَقِّ بِإِذْنِكَ إِنَّكَ أَنْتَ تَهْدِي مَنْ تَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ

“Ya Allah, Tuhannya Jibril, mikail, dan israfil. Pencipta langit dan bumi. Yang mengetahui yang gaib dan yang nampak. Engkau yang memutuskan diantara hamba-Mu terhadap apa yang mereka perselisihkan. Berilah petunjuk kepadaku untuk menggapai kebenaran yang diperselisihan dengan izin-Mu. Sesungguhnya Engkau memberi petunjuk kepada siapa saja yang Engkau kehendaki menuju jalan yang lurus.” (HR. Muslim 770, Abu daud 767, Turmudzi 3420 dan yang lainnya)

2. Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila melakukan shalat di tengah malam, beliau membaca doa iftitah:

اَللّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ نُوْرُ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَمَنْ فِيْهِنَّ، وَلَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ قَيِّمُ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَمَنْ فِيْهِنَّ، وَلَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَمَنْ فِيْهِنَّ، أَنْتَ الْحَقُّ، وَوَعْدُكَ الْحَقُّ، وَقَوْلُكَ الْحَقُّ، وَلِقَاؤُكَ الْحَقُّ، وَالْجَنَّةُ حَقٌّ، وَالنَّارُ حَقٌّ، وَالسَّاعَةُ حَقٌّ،

اَللّهُمَّ لَكَ أَسْلَمْتُ، وَبِكَ آمَنْتُ، وَعَلَيْكَ تَوَكَّلْتُ، وَإِلَيْكَ أَنَبْتُ، وَبِكَ خَاصَمْتُ، وَإِلَيْكَ حَاكَمْتُ. فَاغْفِرْ لِيْ مَا قَدَّمْتُ وَمَا أَخَّرْتُ، وَمَا أَسْرَرْتُ وَمَا أَعْلَنْتُ، أَنْتَ الْمُقَدِّمُ وَأَنْتَ الْمُؤَخِّرُ، أَنْتَ إِلٰهِيْ لاَ إِلٰهَ إِلاَّ أَنْتَ

Ya Allah, hanya milik-Mu segala puji, Engkau cahaya langit dan bumi serta siapa saja yang ada di sana. Hanya milikMu segala puji, Engkau yang mengatur langit dan bumi serta siapa saja yang ada di sana. Hanya milikMu segala puji, Engkau pencipta langit dan bumi serta siapa saja yang ada di sana. Engkau Maha benar, janji-Mu benar, firman-Mu benar, pertemuan dengan-Mu benar. Surga itu benar, neraka itu benar, dan kiamat itu benar. Ya Allah, hanya kepada-Mu aku pasrah diri, hanya kepada-Mu aku beriman, hanya kepada-Mu aku bertawakkal, hanya kepada-Mu aku bertaubat, hanya dengan petunjuk-Mu aku berdebat, hanya kepada-Mu aku memohon keputusan, karena itu, ampunilah aku atas dosaku yang telah lewat dan yang akan datang, yang kulakukan sembunyi-sembunyi maupun yang kulakukan terang-terangan. Engkau yang paling awal dan yang paling akhir. Engkau Tuhanku. Tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Engkau.” (HR. Ahmad 2710, Muslim 769, Ibn Majah 1355).

3. Dari Abu Said Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika bangun malam, beliau bertakbir, kemudian membaca:

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ وَتَبَارَكَ اسْمُكَ، وَتَعَالَى جَدُّكَ، وَلَا إِلَهَ غَيْرَكَ

Maha Suci Engkau Ya Allah, aku memuji-Mu, Maha Mulia nama-Mu, Maha Tinggi keagungan-Mu, tiada tuhan yang berhak disembah selain Engkau. Kemudian membaca:

لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ

Tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah (3 kali)

dilanjutkan dengan membaca:

اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا

Allah Maha Besar (3 kali)

(HR. Abu Daud 775, Ad-Darimi 1275, dan dishahihkan al-Albani)

Doa yang Dibaca Setelah Witir

Doa pertama

سُبْحَانَ الـمَلِكِ القُدُّوْسِ

SUBHAANAL MALIKIL QUDDUUS

“Mahasuci Dzat yang Merajai lagi Mahasuci.”

Hadis Selengkapnya:

Dari Ubay bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا سَلَّمَ فِي الْوِتْرِ، قَالَ: سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah salam shalat witir, beliau membaca: SUBHAANAL MALIKIL QUDDUUS. (HR. Abu Daud 1430; dishahihkan al-Albani)

Dalam riwayat Nasa’i dari Abdurrahman bin Abza radhiyallahu ‘anhu, terdapat tambahan:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُوتِرُ بِسَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى، وَقُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ، وَقُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ، وَكَانَ يَقُولُ إِذَا سَلَّمَ: «سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ» ثَلَاثًا، وَيَرْفَعُ صَوْتَهُ بِالثَّالِثَةِ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan witir dengan membaca surat Al-A’la (rakaat pertama), surat Al-Kafirun (rakaat kedua), dan surat Al-ikhlas (rakaat ketiga). Setelah salam, beliau membaca: subhaanal malikil qudduus, 3 kali. Beliau keraskan yang ketiga. (HR. Nasa’i 1732 dan dishahihkan al-Albani)

Dalam riwayat yang lain, terdapat tambahan:

… طَوَّلَ فِي الثَّالِثَةِ

“Beliau baca panjang yang ketiga.” (HR. Nasa’i 1734 dan dishahihkan al-Albani)

Tambahan “Rabbil Malaaikati war Ruuh

Disebutkan dalam riwayat Thabrani adanya tambahan:

رَبِّ الْمَلَائِكَةِ وَالرُّوحِ

RABBIL MALAAIKATI WAR-RUUH

Tuhan para malaikat dan ar-Ruh

Dari Ubay bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan:

فِي الْأَخِيرَةِ يَقُولُ: رَبِّ الْمَلَائِكَةِ وَالرُّوحِ

Di bagian akhir beliau membaca: RABBIL MALAAIKATI WAR-RUUH. (HR. Ad-Daruquthni 1660. Dalam Fatwa islam (no. 14093) dinyatakan: sanadnya shahih, dan disebutkan Ibnul Qoyim dalam Zadul Ma’ad (1/323)).

Keterangan:

Dari beberapa riwayat di atas, dapat kita simpulkan terkait bacaan doa ini:

1. Doa ini dibaca tepat setelah salam shalat witir

2. Doa ini dibaca tiga kali

3. Pada bacaan kali ketiga, dikeraskan dan dipanjangkan “Subhaaanal malikil qudduuuuu … ss”.

4. Disambung dengan membaca “Rabbil malaaikati war ruuh…

Kalimat: “Subbuuhun qudduusun rabbul malaaikati war ruuh

Kalimat termasuk salah satu doa yang diajarkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika rukuk atau sujud.

Aisyah radhiyallahu ‘anha mengatakan:

أن رسول الله صلى الله عليه وسلم كان يقول في ركوعه وسجوده: سبوح قدوس، رب الملائكة والروح

Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca doa ketika rukuk dan sujud beliau: Subbuuhun qudduusun…dst. (HR. Muslim 487).

Mengingat lafadz Subbuuhun qudduusun adalah doa sujud atau rukuk ketika shalat, sehingga tambahan ini tidak ada hubungannya dengan shalat witir. Karena tidak perlu dibaca seusai witir.

Allahu a’lam

Doa Kedua

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِرِضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ ، وَبِـمُعَافَاتِكَ مِنْ عُقُوبَـتِكَ ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْكَ ، لَا أُحْصِي ثَنَاءً عَلَيْكَ أَنْتَ ، كَمَا أَثْــــنَــــيْتَ عَلَى نَــــفْسِكَ

ALLAHUMMA INNII A-‘UUDZU BI RIDHAA-KA MIN SAKHATIK, WA BI MU’AAFATIKA MIN ‘UQUUBATIK, WA A-‘UUDZU BIKA MIN-KA, LAA UH-SHII TSA-NAA-AN ‘ALAIKA ANTA, KAMAA ATS-NAITA ‘ALAA NAFSIK

“Ya Allah, aku berlindung dengan ridha-Mu dari kemurkaan-Mu, aku berlindung dengan maaf-Mu dari hukuman-Mu, dan aku berlindung kepada-Mu dari siksa-Mu. Aku tidak bisa menyebut semua pujian untuk-Mu, sebagaimana Engkau memuji diri-Mu sendiri.”

Hadis selengkapnya:

Dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ فِي وِتْرِهِ: «اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِرِضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ،…

Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di penghujung shalat witirnya, beliau membaca: ALLAHUMMA INNII A-‘UUDZU BI RIDHAA-KA MIN SAKHATIK… (HR. An-Nasa’i 1747, Abu Daud 1427, dan Turmudzi 3566; dinilai shahih oleh al-Albani)

Kapankah doa ini dibaca?

Pada hadis di atas tidak dijelaskan kapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca doa tersebut ketika shalat witir. Dalam catatan untuk Sunan An-Nasa’i, As-Sindi mengatakan:

قوله: ” كان يقول في آخر وتره”: يحتمل أنه كان يقول في آخر القيام ، فصار هو من القنوت ؛ كما هو مقتضى كلام المصنف، ويحتمل أنه كان يقول في قعود التشهد ، وهو ظاهر اللفظ

Keterangan beliau “di penghujung shalat witirnya, beliau membaca…” mungkin maknanya adalah beliau baca di akhir tahajud, sehingga itu termasuk doa qunut, sebagaimana isyarat keterangan An-Nasa’i, mungkin juga dimaknai bahwa doa ini dibaca ketika duduk tasyahud akhir, dan ini makna yang tersirat dari hadis tersebut. (Dinukil dari Bughyatul Mutathawi’, hlm. 30).

Akan tetapi disebutkan dalam kitab Amalul Yaum wa Lailah karya an-Nasai, demikian pula ibnu Sunni, bahwa Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu mengatakan:

بت عند رسول الله صلى الله عليه وسلم ذات ليلة ، فكنت أسمعه إذا فرغ من صلاته وتبوأ مضجعه يقول : اللهم إني أعوذ بمعافاتك من عقوبتك …

Saya menginap di rumah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di suatu malam. Ketika beliau usai shalat dan bersiap di tempat tidurnya, beliau membaca: ALLAHUMMA INNII A-‘UUDZU BI MU’AAFATIKA MIN ‘UQUUBATIK, … dst. (Muntaqa Amalul Yaum wa Lailah An-Nasai, Hal. 25).

Diantara kebiasaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau kembali ke tempat tidur seusai melaksanakan shalat tahajud. Sambil mempersiapkan tempat tidurnya, beliau membaca doa tersebut.

Sementara itu, disebutkan dalam riwayat yang lain, dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau mengatakan:

فَقَدْتُ رَسُولَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ لَيْلَةٍ فَانْتَهَيْتُ إِلَيْهِ وَهُوَ سَاجِدٌ وَقَدَمَاهُ مَنْصُوبَتَانِ وَهُوَ يَقُولُ: «اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِرِضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ،

Saya kehilangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di suatu malam, ternyata aku dapati beliau dalam keadaan sedang sujud, dan dua kaki beliau dipancangkan , sementara beliau membaca: ALLAHUMMA INNII A-‘UUDZU BI RIDHAA-KA MIN SAKHATIK… (HR. Ahmad 25655, An-Nasa’i 1100, Ibn Majah 3841, Ibnu Hibban dalam shahihnya 1932, Ibn Khuzaimah dalam shahihnya 655, dan dishahihkan al-Albani)

Kesimpulan:

Berdasarkan dua riwayat ini, dapat kita simpulkan bahwa ada dua tempat untuk membaca doa ini ketika witir atau tahajud:

a. Setelah shalat witir

b. Ketika sujud dalam shalat

Allahu a’lam

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina KonsultasiSyariah.com)

Read more https://konsultasisyariah.com/14894-doa-shalat-tahajud.html

Keutamaan Shalat Tahajud

Meski bukan shalat wajib, tahajud menjadi shalat sunah yang diu- tamakan Allah SWT dan rasul-Nya. Bertebaran ayat-ayat yang mengungkap keutamaan shalat pada seper- tiga malam ini. Di antaranya tercantum pada QS as-Sajadah: 16. Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya. Sementara, mereka berdoa kepada Tuhannya dengan rasa takut dan harap.

Imam at-Thabari menjelaskan, lambung yang jauh dari tempat tidur bermak- na karena mereka sibuk berdoa kepada Allah dan beribadah dengan rasa takut dan harap. Menurut dia, lambung seseorang disebut jauh dari tempat tidur apabila ia tak tidur, sementara orang lain sedang menikmati lelapnya. Seorang hamba memilih menjauhi tempat tidur untuk bangkit kemudian shalat. Dia menikmati rukuk, sujud, dan berzikir menyebut asma-Nya.

Keajaiban shalat tahajud pun terbukti bukan sekadar isapan jempol. Banyak hikmah dan fadilah yang diperoleh seorang ham ba saat berkhalawat dengan Tuhannya. Dalam buku Mukjizat Shalat Malam karangan Sallamah Muhammad Abu Al Kamal, kisah tahajud para sahabat dan orang-orang saleh ditulis dengan indah.

Saat hendak melakukan tahajud, Umar bin Khattab kerap membangunkan anggota keluarganya sambil membacakan ayat Alquran Surah Thaha:132. Dan, perin- tahkanlah keluargamu untuk mendirikan shalat dan bersabarlah dalam menger- jakannya.

Umar, seorang khalifah yang memiliki kekuasaan yang membentang dari jazirah Arab hingga ke Mesir kerap menyibukkan malam-malamnya dengan tahajud. Dia bahkan berkata, Sekiranya bukan karena tiga hal, aku tidak ingin hidup lebih lama, yaitu berjihad di jalan Allah, bersusah payah pada malam hari, dan berkumpul dengan orang banyak untuk mendapat nasihat-nasihat terbaik, seperti mengambil buah-buah terbaik.

 

REPUBLIKA

Manfaat Medis Shalat Tahajud

Shalat tahajud adalah salah satu ibadah sunah yang sangat dianjurkan untuk dilaksanakan.  Abu Hurairah pernah bertanya kepada Rasulullah SAW tentang shalat apa yang paling utama setelah shalat lima waktu. Rasul menjawab shalat di tengah malam atau tahajud.

Selain memiliki keutamaan, shalat tahajud ternyata memiliki manfaat untuk menyembuhkan berbagai penyakit-penyakit medis. Hal tersebut diteliti oleh Prof.Dr. Moh. Sholeh, pengasuh Klinik Terapi Tahajud dan trainer Pelatihan Shalat Tahajud. Ulasan terkait hal ini, ia terbitkan dalam sebuah buku berjudul Terapi Shalat Tahajud.

Pada penuturan awal bukunya, Sholeh menukil sebuah hadis Rasulullah SAW yang diriwayatkan Tirmidzi. Dalam hadis tersebut, Rasul menyatakan bahwa shalat tahajud dapat menghapus dosa, mendatangkan ketenangan, dan menghindarkan dari penyakit.

Menurut Sholeh, hadis tersebut memberikan peluang untuk menelaah lebih jauh mengenai hubungan praktik ibadah mahdah dengan alur logika dan pembuktian sains. Dalam hubungannya dengan tema shalat tahajud, ia menilai sabda Rasulullah SAW itu dapat dihubungkan dengan fakta penelitian yang membuktikan bahwa ketenangan dapat meningkatkan ketahanan tubuh imunologik, mengurangi risiko terkena penyakit jantung, serta meningkatkan usia harapan.

Sebaliknya, orang yang dilanda stres sangat rentan terhadap infeksi, percepatan perkembangan sel kanker, dan meningkatkan metastasis. Dengan demikian, secara teoritis, para pengamal shalat tahajud pasti terjamin kesehatannya. Baik secara fisik maupun mental.

Namun, telaah medis menunjukkan bahwa terdapat dua kelompok para pengamal shalat tahajud yang memiliki dampak kesehatan yang berbeda. Kelompok tersebut adalah individu yang sehat dan individu yang sakit. Menurut Sholeh, fakta tersebut menunjukkan bahwa masih ada selubung yang perlu disingkap terkait hubungan pelaksanaan shalat tahajud dengan peningkatan respons ketahanan tubuh imunologik.

Terdapat tiga bab utama dalam buku Terapi Shalat Tahajud. Pada bab pertama, Sholeh mengurai dan menjelaskan tentang anatomi sistem kekebalan tubuh imunologik. Antara lain tentang efek kortisol terhadap sistem imun,  kelenjar adrenal dan sekresi kortisol, sistem ketahanan tubuh imunologik, dan lain-lain.

Pada bab kedua, Sholeh membahas tentang psikoneuroimonologi shalat tahajud. Terdapat beberapa sub yang dibahas pada bab ini, antara lain tentang hakikat khusyuk dalam shalat, hakikat khusyuk dalam shalat tahajud, makna shalat tahajud, shalat tahajud dan kebutuhan pemeliharaan homeostasis.

Di bab terakhir, Sholeh menjabarkan tentang pengaruh shalat tahajud terhadap peningkatan respons ketahanan tubuh. Dalam bab ini juga ia mencantumkan kerangka konseptual dan desain penelitian terkait.

Secara keseluruhan, buku Terapi Shalat Tahajud merupakan kombinasi antara ilmu pengetahuan dan agama. Dalam buku ini, dibuktikan secara ilmiah bahwa shalat tahajud mampu meningkatkan kekebalan tubuh.

Judul: Terapi Shalat Tahajud
Penulis: Prof.Dr. Moh. Sholeh
Penerbit: Noura Books
Cetakan: 2016
Tebal: 237 halaman

 

sumber:RepublikaOnline

Shalat Tahajud Berjamaah, Bolehkah?

Hendaknya shalat Tahajud berjamaah jangan diwajibkan.

Salah satu syiar yang pernah diberlakukan Umar bin Khatab RA adalah shalat tarawih berjamaah. Pelaksanaannya ialah usai shalat Isya secara langsung, tanpa harus ada jeda hingga larut malam.

Di sebagian kalangan, muncul fenomena shalat Tahajud berjamaah. Biasanya dikerjakan di masjid atau lokasi tertentu. Waktunya adalah sepertiga malam terakhir. Apakah shalat Tahajud seperti ini boleh dilakukan?

Dhaya’ al-Mashabih, karya Abu Abdurrahman bin Isa al-batini, mencoba mengupas persoalan ini secara mendetail. Buku ini memaparkan perihal inti permasalahan berikut dinamika perbedaan pendapat di dalamnya. Argumentasi kelompok masing-masing juga diutarakan.

Dalam kajian fikih klasik, ujar Syekh al-Batini, shalat Tahajud berjamaah dalam konteks fenomena yang berkembang belakangan ini disebut dengan ta’qib. Mengutip pernyataan Ibnu Qudamah di magnum opusnya, al-Mughni, pengertian ta’qib adalah mengerjakan shalat sunah berjamaah apa pun di luar shalat Tarawih.

Muhammad bin Nashr al-Maruzi menyatakan definisi ta’qib, yakni kembalinya para jamaah menuju masjid untuk menunaikan shalat sunah berjamaah. Apa pun itu, pada intinya ta’qib merupakan pelaksanaan shalat di luar Tarawih secara berjamaah.

Syekh al-Batini menyebut, topik ini hangat diperbincangkan di antara pemuka dua mazhab, yakni Hanbali dan Hanafi. Ia bahkan menegaskan, tema itu hanya dikupas di kedua mazhab tersebut.

Menurut Mazhab Hanafi, hukum ta’qib, seperti shalat Tahajud berjamaah adalah makruh. Ini seperti dinukilkan dari Ibnu Muflih. Ia menyatakan, shalat sunah itu hanya dilakukan berjamaah sekali. Bila hendak melakukannya lagi, cukup tunaikan sendirian. Penegasan ini juga disampaikan oleh Ibnu Najim dalam al-Bahr ar-Raiq Syarh Kanz Daqaiq dan al-Kasani di kitab  Bada’i as-Shana’i fi Tartib as-Syara’i’.

Hukum taq’ib berdasarkan pandangan Mazhab Hanbali, ada dua riwayat yang berbeda. Riwayat pertama dari Imam Ahmad menyebutkan hukum shalat seperti tersebut makruh. Ini seperti pendapat yang dianut oleh kubu yang pertama. Sedangkan, riwayat lain dari Imam Ahmad memberi sinyal bahwa hukum shalat Tahajud berjamaah boleh dilakukan.

Imam Ahmad, sebagaimana dikisahkan oleh Ibnu Qudamah, pernah mengatakan bahwa hukum shalat Tahajud berjamaah atau sunah lainnya secara berjamaah ialah boleh. Pendapat Imam Ahmad itu merujuk pada pernyataan Imam Malik yang mengatakan, segala perkara yang kembali kepada kebaikan maka tunaikanlah, tetapi jika mengarah pada keburukan, segera tinggalkan.

Dalam konteks shalat Tahajud berjamaah, pendiri Mazhab Maliki itu memilih boleh hukumnya. Muhammad bin al-Hakam menilai, opsi pendapat makruh dari riwayat Ahmad dinyatakan pendapat lama. Mayoritas ulama sepakat hukumnya boleh.

Bahkan, Qadhi Abu Bakar secara tegas berpandangan, shalat di sepertiga malam berjamaah hingga akhir malam, tak satu pun riwayat dari para imam mazhab yang mengatakan makruh. Perbedaan ada bila yang dimaksud ta’qib adalah para kembali dan menunaikan shalat berjamaah tersebut sebelum tidur. Hal ini dinilai bisa memberatkan mereka.

Pada 2005 Mufti Agung Mesir saat itu, Syekh Ali Jumah, mengeluarkan fatwa resmi atas nama Dar al-Ifta yang ia pimpin. Ia menjelaskkan, shalat sunah apa pun yang belum pernah dicontohkan Rasulullah secara berjamaah hukumnya boleh dilakukan. Tidak ada unsur makruh.

Cukup jadikan merujuk pada Ibnu Abbas. Seperti hadis muttafaq alaih, sahabat yang terkenal dengan gelar turjaman Alquran itu pernah mengikuti shalat Tahajud di belakang Rasulullah saat berada di kediaman Maimunah. Abdullah bin Masud juga pernah melakukan hal serupa di lain kesempatan. Ketentuan ini tak hanya terbatas pada Ramadhan, tetapi boleh juga dilakukan di luar bulan suci itu.

Fenomena Tahajud berjamaah, seperti yang berlaku sekarang ini, sebut Syekh Jumah yang kini digantikan oleh Mufti Agung Syekh Syauqi Ibrahim Abd el-Karim Allam itu, tak jadi soal selama aktivitas tersebut tidak ada unsur mewajibkan dan keharusan al-ijab. Jika ada unsur mewajibkan, rentan termasuk kategori bid’ah yang dilarang. Yakni, mewajibkan suatu perkara syariat sendiri, tidak pernah mengisyaratkannya. Di sisi lain, tindakan mewajibkan itu membebani umat di luar batas kemampuan fisik mereka.

Riwayat Aisyah mengisahkan bagaimana Rasulullah memberikan pelajaran ke sejumlah sahabat. Konon, mereka mengikuti pola shalat sunah Rasul. Hingga Rasul sengaja tidak menampakkan diri. Kala pagi suatu hari, Rasul pun shalat, lalu memberikan pengertian bahwa aksi “menghilang” tersebut dilakukan agar menghindari kesan wajib terhadap ibadah tertentu. “Aku takut kalian menganggapnya wajib, lalu kalian tak mampu melakukannya,” sabda Rasul.

 

 

Oleh Nashih Nashrullah

sumber:Republia Online

Agar Shalat Tahajud Sarat Pahala

Libatkan keluarga terdekat untuk shalat Tahajud bersama.

Kenikmatan tidur telah melenakanmu dari nikmatnya hidup bergelimang kebaikan menuju bilik surga. Hidup kekal tiada kematian dan merasakan kenikmatan surgawi. Maka, bangunlah dari kelelapanmu. Sesungguhnya ada kebajikan di balik tidur, yaitu Tahajud dan membaca Alquran

Syair itu, konon seperti dinukilkan di sejumlah literatur, adalah gubahan tokoh salaf terkemuka, Malik bin Dinar. Sosok yang hidup di abad ketiga Hijriah itu menggambarkan betapa vitalnya peran dan fungsi shalat Tahajud.

Menghidupkan malam dengan beribadah, seperti shalat Tahajud, membaca Alquran, dan berzikir, sarat dengan pahala. Sayangnya, keutamaan ini banyak terlewatkan oleh sebagian besar Muslim. Entah akibat ketidaktahuan ataukah kelelahan beraktivitas sepanjang hari sehingga membawa seseorang tertidur lelap hingga fajar menyapa.

Ada banyak manfaat shalat Tahajud. Di surah adz-Dzariyat 17-18, mereka yang istiqamah shalat Tahajud tergolong orang-orang yang baik dan berhak atas surga, mendapat pujian Allah SWT sebagai hamba yang baik (QS al-Furqan [25]:64), dan kesaksian atas kesempurnaan iman (QS as-Sajdah [32]: 15-17).

Segudang keutamaan itu dipertegas lagi dalam rentetan hadis. Sebut saja, misalnya, riwayat Sahal bin Sa’ad yang dinukilkan oleh al-Hakim. Dalam hadis itu, Jibril meyakinkan Rasulullah SAW bahwa kemuliaan seorang mukmin terletak pada sejauh mana konsistensinya menjaga shalat malam.

Meskipun tergolong sunah namun Tahajud dan menghidupkan malam dengan ritual-ritual lainnya sangat ditekankan. Diakui, tak mudah untuk memaksimalkan qiyamul lail. Padatnya aktivitas sepanjang hari tak jarang menyulitkan seseorang untuk bangun di malam hari. Fenomena ini pun pernah terjadi di zaman Rasul dan para sahabatnya. Merujuk ke banyak riwayat, ada banyak kiat dan etika bagaimana agar bisa memaksimalkan qiyamul lail.

Jangan lupa niat bangun malam sebelum tidur. Niat ini agar bisa beribadah di malam hari dan mengandung unsur kebajikan. Sekalipun, tidur melelapkannya hingga fajar. Maka, niat tersebut telah dicatat sebagai kebaikan sebesar ganjalan shalat malam yang ia niatkan itu. Ini seperti ditegaskan hadis Aisyah. “Tidurnya pun termasuk sedekah,” sabda Rasul.

Bila bangun tidur maka usaplah wajah lalu membaca kalimat tauhid, tahlil, tasbih, dan tahmid, dan takbir berdoa. Lalu, berdoala meminta ampunan kepada Allah SWT atau doa apa pun. Rasulullah mencontohkannya seperti ternukilkan di hadis Ubadah bin as-Shamit.

Setelah bersuci dari hadas, seperti disebutkan riwayat Aisyah, mulakanlah shalat Tahajud dua rakaat. Bila sedang nihil program Tahajud berjamaah di masjid, utamakan shalat di rumah. Karena, sebaik-baik shalat sunah, sebagaimana penegasan hadis dari Zaid bin Tsabit, ialah yang ditunaikan di rumah. “Kecuali, shalat lima waktu,” titah Rasul.

Ada kalanya kantuk akut menyerang dan mengganggu konsentrasi. Dalam kondisi seperti ini, lebih baik beristirahatlah sejenak. Seperti, tidur untuk menghilangkan kantuk tersebut. Aisyah menuturkan, Rasul menyarankan para sahabat supaya istirahat dan tidur untuk mengusir kantuk bila kantuk datang kala shalat. Sering kali dalam kondisi seperti itu, bukannya beristighfar, justru menghujat dirinya sendiri.

Libatkan keluarga untuk bangun dan bertahajud bersama. Anda yang telah berkeluarga maka berkacalah dari Rasulullah. Muhammad SAW kerap membangunkan istrinya, Aisyah, untuk menunaikan witir. Maka, hendaknya pasangan suami istri saling bekerja sama bangun Tahajud. Para suami, ajaklah istri shalat. Jika menolak karena alasan di luar uzur syari’i, percikkanlah air di tubuhnya. Wahai para istri, lakukanlah hal yang sama kepada suami Anda. (HR Nasai dari Abu Hurairah).

Untuk memotivisi diri semangat shalat Tahajud maka pelajari dan renungkanlah keutamaan Tahajud. Rangkaian keutamaan Tahajud, seperti tersebut di atas, merupakan bentuk penghormatan Allah SWT kepada hamba-hambanya yang terpilih. Kebahagiaan di dunia dan kemuliaan di akhirat kelak.

Dan, ingatlah makar setan yang selalu sengaja menghalangi Muslim dari bangun malam dan beribadah. Hadis riwayat Abdullah bin Mas’ud menuturkan bagaimana cara setan menghalangi hamba-Nya untuk bangun, yakni mengencingi kedua telinganya.

Di riwayat lain, setan sengaja meletakkan tiga rantai yang mengunci ketiga sisi kepalanya. “Tidurlah malam masih panjang,” kata setan. Jika tak segera bangun, berwudhu, kemudian shalat maka ia akan melewati hari-harinya penuh kemalasan.

Terakhir, bangkitkan semangat dengan mengingat kematian. Karena, kata Imam Syafi’i, nikmatilah keutamaan rukuk dan sujud sewaktu hidup sebab tak satu pun mengetahui dan mawas, kapan ajal akan menjemputnya.

 

Oleh Ustaz Nashih Nashrullah

sumber:RepublikaOnline

Rasulullah Gemar Shalat Tahajud

Menjelang Subuh di Madinah. Aisyah menemukan kaki suaminya, Muhammad SAW, sudah bengkak-bengkak. Manusia maksum itu baru saja menyelesaikan shalat malam sebelas rakaat. Shalat malam yang dilakukan Rasulullah dikenal panjang. Berdasarkan hadis yang diriwayatkan Abu Abdillah Huzaifah Ibnu Yaman, Rasulullah menghabiskan surah al-Baqarah, Ali Imran, dan an-Nisa dalam shalatnya. Baginda Nabi membacakan surat-surat itu dengan tartil. 

Aisyah pun bertanya kepada Rasulullah SAW, mengapa suaminya shalat malam hingga kakinya bengkak. Bukankah Allah SWT telah mengampuni dosa Rasulullah baik yang dulu maupun yang akan datang? Rasulullah menjawab, “Tidak bolehkah aku menjadi seorang hamba yang banyak bersyukur?” (HR Bukhari Muslim).

Kebiasaan Rasulullah untuk meluangkan malam-malamnya bersama Allah terus diikuti hingga kini. Ramadhan pun menjadi momentum umat Islam untuk kembali menegakkan shalat Tahajud. Tidak terkecuali masyarakat perkotaan Muslim di Indonesia. Mereka membentuk komunitas untuk saling mengingatkan saat sepertiga malam tiba. 

Sekretaris Jenderal Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Ustaz Bachtiar Nasir mengatakan, shalat Tahajud adalah shalat yang paling dianjurkan Rasulullah SAW. Tahajud juga sebagai tanda atau wujud syukur hambanya pada Allah SWT.

Tak hanya itu, shalat Tahajud dapat menjadi alasan seorang hamba Allah untuk masuk surga. Tahajud juga menjadi waktu saat paling mustajab untuk berdoa. Allah juga akan merahmati suami istri yang bangun untuk melaksanakan shalat malam. Selain itu, Tahajud juga dapat menjadi benteng umat dari perbuatan dosa dan menjauhkan dari penyakit.

Lebih jauh, dia membedakan antara shalat Tahajud dan qiyamul lail. Menurut dia, qiyamul lail adalah mengisi malam hari atau sebagiannya dengan segala macam bentuk ibadah, mulai shalat, zikir, membaca Alquran, dan berdoa. Sedangkan, shalat Tahajud adalah shalat yang dilakukan pada malam hari setelah tidur terlebih dahulu. “Para ulama menjelaskan waktu shalat malam itu adalah mulai setelah Isya hingga waktu terbit fajar, jadi boleh dilakukan pada awal malam, pertengahan malam, atau pada akhir malam.”

sumber:Republika Online