Keluarga Terduga Teroris Siyono Tuntut Keadilan

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mendatangi keluarga Siyono (34), terduga teroris yang meninggal dunia usai ditangkap tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror pada Selasa (8/3) lalu.

Kedatangan Komnas HAM ke rumah Siyono di Dukuh Brengkungan, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, menyusul kabar simpang siur terkait kematian bapak lima anak itu. Kemudian, Komnas HAM mewakili keluarga almarhum, berencana untuk beraudiensi dengan DPR pada hari Senin (14/3) ini.

”Kita meminta rekomendasi untuk autopsi forensik, biar semuanya jelas,” ujar kuasa hukum dari almarhum keluarga Siyono, Sri Kalono.

Menurutnya, berdasarkan pengamatan dan rekaman video saat proses penggantian kain kafan, pihaknya menemukan kejanggalan pada kondisi jenazah almarhum Siyono. Menurutnya, kondisi tersebut mustahil karena perkelahian.

”Ada lebam pada kedua mata. Lebam biru kehitam-hitam pada pelipis. Jadi, pipi sebelah kanan sampai dahi bagian tengah,” katanya.

Kemudian juga pada bagian tulang hidung patah. Lalu, kepala bagian belakang saat pembukaan kain kafan masih meneteskan darah segar. Kedua kaki dari paha sampai ke mata kaki bengkak hitam. Tapi, kaki kiri telapak tidak hitam dan juga mau lepas.

Kini, pihak keluarga hanya ingin menuntut keadilan penyebab kematian ayah lima orang anak itu. Maka, pihaknya akan mengumpulkan data akurat. Salah satunya, dengan rekomendasi otopsi forensik.

 

sumber: Republika Online

Gerindra: Sistem Internal Densus 88 harus Diperbaiki

Ketua Fraksi Partai Gerindra di DPR RI, Ahmad Muzani menegaskan ada yang perlu diperbaiki dalam sistem yang ada di internal Detasemen Khusus 88 (Densus 88).

Hal ini mengingat banyak kasus salah tangkap serta pola penangkapan yang terkesan ceroboh. Seperti yang dilakukan saat penangkapan terduga teroris di Klaten.

“Karena itu mungkn perlu diperbaiki sistem di dalam Densus sehingga meminimalisir kecerobohan,” ujar Muzani di kompleks parlemen Senayan, Senin (14/3).

Muzani melanjutkan, semangat untuk memberantas terorisme menjadi harga mati. Sebab, terorisme menjadi aksi yang dapat menghancurkan seluruh sendi bangsa.

Untuk itulah negara membentuk Densus 88. Hal ini untuk meminimalisir aksi-aksi teroris yang dilakukan pihak yang tidak bertanggungjawab.

DPR juga mendukung langkah pemberantasan tindak pidana terorisme dengan rancangan Undang-Undang yang dihasilkan. Bahkan, kalau pemerintah sudah menganggap UU Terorisme sudah tidak relevan untuk pemberantasan saat ini, DPR siap untuk ikt membahas revisi UU Terorisme.

UU terorisme dapat memberikan kewenangan yang lebih besar untuk pemberantasan terorisme, namun, dibutuhkan profesionalitas dari Densus 88 dalam mengungkap terorisme ini.

“Kecermatan dan tindakan itu penting sehingga tidak boleh salah tangkap,” tegas anggota komisi I DPR RI dari Gerindra ini.

 

sumber: Republika Online

Mabes Polri: Siyono Meninggal Akibat Benturan Benda Tumpul di Kepala

Kepala Pusat Kedokteran Kesehatan (Dokkes) Mabes Polri Brigjen Arthur Tampi mengatakan terduga teroris Siyono (33) meninggal akibat benda tumpul. Hal tersebut diketahui setelah jenazah Siyono diperiksa oleh tim Labfor Mabes Polri yang menerima jenazah pada Jumat (11/3).

“Kiriman jenazah diantar Densus dari Yogyakarta. Kita langsung melakukan pemeriksaan,” kata dia, Senin (14/3), di Jakarta.

Arthur mengatakan telah melakukan pemeriksaan dengan melakukan scan pada bagian kepala korban. Saat itu, terlihat adanya luka memar dan pendarahan di rongga kepala bagian belakang. Ia meyakini penyebab kematian terduga teroris tersebut akibat benda tumpul.

“Di samping itu, hasil visum ada beberapa luka memar di wajah tangan dan kaki,” terang dia.

Namun Arthur menekankan penyebab kematian karena terjadi pendarahan bagian kepala belakang yang disebabkan benda tumpul.

Sebelumnya sekitar pukul 14.30, pada hari Kamis (10/3) lalu Tim Laboratarium Forensik Mabes Polri  telah melakukan visum di Rumah Sakit (RS) Bhayangkara Jogja terhadap anggota Polri yang berkelahi dengan Siyono.

“Ada luka memar leher kiri dan kanan. Luka gores pada lehan bawah kiri dan lengan bawah kanan,” kata dia.

Kronologis kematian Siyono menurut kepolisian karena melakukan perlawanan di dalam mobil. Saat itu dirinya yang telah ditutup wajahnya dengan topeng dan diikat borgol meminta dilepaskan dari benda itu.

Namun setelah dilepas ternyata Siyono memukul seorang anggota Polri. Sehingga anggota yang terkena pukul membalasnya dan akhirnya melakukan perkelahian di dalam mobil. Duel tersebut dilakukan satu lawan satu. Karena seorang anggota Polri lainnya, berada di depan kemudi.

Setelah melakukan perkelahian ternyata Siyono kalah dan pingsan. Anggota Polri pun sempat melakukan pertolongan menuju rumah sakit (RS) Bhayangkara Jogja. Namun akhirnya terduga teroris tersebut tak tertolong.

 

sumber: Republika Online