Pentingnya Bersangka Baik Terhadap Allah, Berikut Penjelasan Syekh Abdul Qadir Jailani

Dalam Islam, seorang dianjurkan untuk bersangka baik terhadap Allah. Nah berikut penjelasan Syekh Abdul Qadir Jailani terkait pentingnya bersangka baik terhadap Allah. Tuhan Pencipta manusia.

Dalam kehidupan sehari-hari terkadang kita sering terjebak dengan pandang keliru di dalam memaknai takdir Tuhan. Kita sering tidak menerima dengan kenyataan yang kita hadapi.

Beragam masalah selalu menyertai kita. Belum sempat menyelesaikan satu masalah telah muncul masalah selanjutnya. Pada gilirannya, kita dituntut harus menyelesaikan beragam masalah terlepas apakah kita mampu menyelesaikannya atau tidak.

Ingin sekali merasakan kebahagiaan sebagaimana kebahagiaan itu dirasakan oleh orang lainlain tetapi kita belum berhasil meraihnya. Telah mencoba dan berusaha sekuat tenaga, tetapi hasilnya masih biasa-biasa saja.

Dari sana mulai muncul pikiran-pikiran negatif terhadap Tuhan. Sebuah pikiran yang seharusnya tidak dilakukan, karena apa yang dipikirkan akan menghantam dirinya sendiri.

Dalam istilah sebuah ilmu itu disebut Law Of Attraction, yaitu apa yang kita fikirkan, maka seluruh energi akan terfokus pada yang dipikirkan, kemudian alam semesta akan meresponnya sehingga apa yang dipikirkan akan menghantam dirinya sendiri.

Ketika terlintas dalam pikiran tentang sesuatu, baik positif maupun negatif, maka alam semesta akan meresponnya. Dan, cepat atau lambat sesuatu itu akan mewujud dalam kehidupannya (Rusdin S. Rauf, 2021: 6).

Bagaimana pandang Syekh Abdul Qadir Jailani di dalam merespon persoalan seperti ini? Ternyata, beliau juga memiliki pandang yang tidak jauh berbeda dengan pandang di atas.

Jauh sebelum muncul istilah Law of Attraction tersebut, melalui Karya-karyanya, Syekh Abdul Qadir Jailani yang mendapat gelar Sultanul Auliya’ tersebut telah membahasnya.

Dalam hal ini beliau mengutip sebuah hadis qudsi yang berbunyi

وقال الله تعالى في الحديث القدسي ان علم الباطن هو سر من سري، اجعله في قلب عبدي، ولا يقف عليه احد غيري. كما قال تعالى، انا عند ظن عبدي بي وانا معه حين يذكرني ان ذكرني في نفسه ذكرته في نفسي وان ذكرني في ملعب ذكرته في ملعب احسن منه

Artinya: “Allah berfirman dalam hadis qudsi, ilmu batin adalah salah satu dari siri-Ku yang Aku tempatkan di dalam kalbu hamba-Ku dan tidak ada yang tahu mengenainya kecuali Aku.

Allah SWT juga berfirman: ‘Aku sesuai sangkaan hamba-Ku. Aku bersamanya ketika mengingat-Ku. Ketika dia mengingat-Ku di dalam Kalbunya, Aku mengingatnya di dalam dzat-Ku. Ketika dia mengingat-Ku di dalam majlis, Aku mengingatnya di dalam majlis yang lebih baik darinya“.

Menurut beliau, seorang hamba yang memiliki pemikiran brilian, ia merupakan salah satu dari manusia pilihan. Orang yang memiliki motivasi agar lebih baik lagi kedepannya, maka orang tersebut adalah lebih baik dari beribadah ibadah 70 tahun.

Sebegitu pentingnya etika berpikir positif, dan Allah akan memberinya balasan yang setimpal sesuai dengan hasil dan ketekunan. Dari sini, penulis semakin paham maksud bahwa, ketika di antara kita memiliki pemikiran positif yang terus berlanjut dan konsisten, maka Allah akan merespon sesuai dengan kadar semangat dan ketekunan dalam mewujudkannya.

Ketika melihat ada seseorang yang kemudian meragukan dirinya sendiri, sehingga tidak memiliki semangat karena telah memiliki kekecewaan tingkat tinggivdan menganggap bahwa dirinya memang telah ditakdirkan seperti itu.

Dalam menyikapi masalah seperti ini, Syekh Abdul Qodir Jailani kembali menegaskan agar tidak ikut campur memikirkan masalah rahasia takdir. Yang diperlukan dari dirinya adalah berusaha sekuat tenaga, kemudian diiringi dengan percaya diri dan positif thinking.

Seseorang tidak boleh berburuk sangka terhadap kekuasaan Allah yang Maha Bijaksana tersebut. Dan segala sesuatu yang dilihat manusia di muka bumi, seperti kefakiran, kemunafikan dan fisik dan semacamnya adalah hikmah-hikmah yang dengannya Allah hendak menampakkan kuasa dan kebijaksaan-Nya.

Dan, ketika dari kita, misalnya, mengalami kesulitan, atau di antara kita melakukan sesuatu yang dilarang oleh Allah, seperti bermaksiat, misalnya, jangan sampai kita menyandarkan perbuatan maksiat tersebut sebagai takdir Allah yang dengannya menjadikan alasan bolehnya meninggalkan amal sholeh. Karena perbuatan yang seperti itu menyerupai perbuatan iblish.

Menurut beliau, Iblish menolak berbuat baik karena alasan rahasia takdir sehingga ia dilaknat karena itu. Berbeda dengan Iblish, Nabi Adam menyandarkan kesalahan dirinya akibat dari kecerobohannya sendiri sehingga ia selamat dan mendapatkan rahmat Allah.

Dengan demikian, seseorang ketika melihat kemampuan dirinya melakukan perkara baik karena hal itu merupakan pertolongan Allah, dan amal buruk yang telah dikerjakannya adalah merupakan kesalahannya sendiri. Ini sesuai dengan firman Allah:

” والذين اذا فعلوا فاحشة او ظلموا انفسهم ذكروا الله فاستغفروا لذنوبهم ومن يغفر الذنوب الا الله

Artinya: ”

“Dan juga orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya dirinya sendiri, mereka mengingat Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah” (QS. Ali Imran (3): 135).

Alhasil, kita mesti diberikan akal agar dengan akal itu dapat digunakannya dalam upaya melahirkan sesuatu yang lebih bermakna yang dapat mendorong kita pada semangat cinta ibadah kepada Allah.

Demikian penjelasan terkait pentingnya bersangka baik terhadap Allah, berikut penjelasan Syekh Abdul Qadir Jailani. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

Tiga Kebijaksanaan yang Harus Dimiliki Guru menurut Syekh Abdul Qadir Jailani

Syekh Abdul Qadir Jailani sejak muda adalah sosok yang sangat mencintai ilmu. Hal itu ditunjukkan dengan dia pergi ke berbagai pelosok negeri untuk berguru kepada puluhan ulama di zamannya, di bidang fiqih, ‘aqaid, tafsir, adab, ilmu thariqat, dan sebagainya. Pada umur 17 tahun, Abdul Qadir muda pergi belajar ke Baghdad di Jamia Nizamiyah.  

KH Saifuddin Zuhri dalam Guruku Orang-orang dari Pesantren (2001) mencatat, pelajaran yang diselami puluhan tahun diperoleh dari guru-guru besar yang terkenal di zamannya dan mempunyai urutan yang bersambung dari misalnya Al-Qadli Abi Said al-Mubarak bersambung pada Syekh Abi Hasan Ali bin Abi Yusuf Al-Quraisyi hingga Abil Qasim Junaidi al-Baghdadi hingga Abu al-Hasan Ali Ar-Ridla, Musa al-Kazim, Ja’far as-Shadiq sampai kepada Muhammad al-Baqir dan Zainal Abidin yang langsung dari Sayyidina Ali, dimana yang belakangan ini memperolehnya dari Rasulullah SAW.

Ucapan Syekh Abdul Qadir al-Jailani yang sangat terkenal di antaranya: “Tidak layak bagi seorang guru yang hendak mengajarkan ilmunya kepada orang banyak sebelum menguasai kebijaksanaan tiga perkara; pertama: ilmu al-ulama (pengetahuan ukuran ulama), kedua: siyasat al-muluk (pengetahuan politik raja-raja), dan ketiga: hikmat al-hukama (hikmat kebijaksanaan para hukama). (KH Saifuddin Zuhri, 2001: 41)

Riwayat singkat Syekh Abdul Qadir Jailani Nama lengkap Syekh Abdul Qadir Jailani adalah Sayyid Muhyidin Abu Muhammad Abdul Qadir ibn Abi Shalih Musa Zangi Dausat al-Jailani. Syekh Abdul Qadir dilahirkan di Desa Nif atau Naif, termasuk pada distrik Jailan (disebut juga dengan Jilan, Kailan, Kilan, atau al-Jil), Kurdistan Selatan, terletak 150 kilometer sebelah timur laut Kota Baghdad, di selatan Laut Kaspia, Iran.

Wilayah ini dahulunya masuk ke bagian wilayah Thabarishtan, sekarang sudah memisahkan diri, dan masuk menjadi suatu provinsi dari Republik Islam Iran.   Ia dilahirkan pada waktu fajar, Senin, 1 Ramadhan 470 H, bertepatan dengan tahun 1077 M. Abdul Qadir lahir dari pasangan yang taat. Ayahnya bernama al-Imam Sayyid Abi Shalih Musa Zangi Dausat, adalah ulama fuqaha ternama, Mazhab Hambali, dan garis silsilahnya berujung pada Hasan bin Ali bin Abi Thalib, menantu Rasulullah SAW. Sedangkan, ibunya adalah Ummul Khair Fathimah, putri Sayyid Abdullah Sauma’i, seorang sufi terkemuka waktu itu.

Dari jalur ini, silsilahnya akan sampai pada Husain bin Ali bin Abi Thalib. Jika silsilah ini diteruskan, akan sampai kepada Nabi Ibrahim melalui kakek Nabi SAW, Abdul Muthalib. Ia termasuk keturunan Rasulullah dari jalur Siti Fatimah binti Muhammad SAW. Karena itu, ia diberi gelar pula dengan nama Sayyid.  

Ia lahir sebagai anak yatim. Ayahnya telah wafat sewaktu beliau masih dalam kandungan enam bulan. Dia tumbuh di tengah keluarga yang hidup sederhana dan saleh. Kehidupan Abdul Qodir sangat sederhana dan dikenal sangat jujur. Ia diakui sebagai pendiri Tarekat Qadiriyah, yang memiliki banyak jamaah dan menyebar dari Nigeria sampai Tiongkok.

Ia juga menulis setidaknya tujuh karangan dan yang paling terkenal adalah Al-Fath al-Robbani yang berisi 60 khutbahnya sepanjang tahun 545-546 Hijriah. Beliau meninggal di Baghdad pada Sabtu, 11 Rabiuts-Tsani 561 H/14 Februari 1166 M di usia 91 tahun.  

Tarekat pertama kali muncul di Nusantara diperkirakan pada paruh kedua abad ke-16 dan diperkenalkan oleh Syekh Hamzah Fansuri di Aceh. Ia penganut tarekat Qadiriyah yang didirikan Syekh Abdul Qadir Jailani.  

Dari Aceh, tarekat Qadiriyah kemudian menyebar ke Banten dan Jawa Barat. Menurut Abdul Wadud Kasyful Humam, dalam Tradisi Rakyat Cirebon, Syekh Abdul Qadir Jailani dipercaya pernah datang ke Jawa dan meninggal di pulau tersebut. Bahkan orang-orang dapat menunjukkan makamnya.  

Dan kepada murid-muridnya, Abdul Qadir al-Jailani mengajarkan tujuh hal, yakni taubat, zuhud, tawakal, syukur, sabar, rida, dan jujur.  

Penulis: Fathoni Ahmad Editor: Muchlishon

NU orid