Buntu Saat Menulis, Ini yang Dilakukan Buya Hamka Saat Menulis Tafsir Al-Azhar

Writer block (kebuntuan menulis) seringkali menghantui siapa saja. Entah itu, mahasiswa yang sedang mencari bahan-bahan skripsi, seorang dosen yang sedang melakukan riset penelitian, ataukah seorang content creator. Hal tersebut acapkali mengganggu performa kinerja penulis itu sendiri. Bagaimana motivasi Buya Hamka menulis tafsir al-Azhar?

Proses panjang menjadi seorang penulis handal layaknya Buya Hamka. Berangkat dari karyanya yang pertama, yaitu Khatibul Ummah, yang berisi jahitan untaian hasil khutbah teman-temanya, yang kemudian dibukukan menjadi sebuah buku. Hingga sebuah novel monumentalnya, yaitu Tenggelamnya Kapal Van Ser Wijck .hingga diangkatnya ke layar lebar, dan belakangan ini, penulis mendapat sebuah informasi terbaru perihal ditemukanya bongkahan-bongkahan awak kapal tersebut, di stasiun televise nasional, yaitu tvone.

Namun dalam kesempatan ini, penulis, ingin menelisik sosok Buya Hamka. Menyangkut daripada beragam karya tulisnya. Berikut dengan back ground (latar belakang) genre yang berbeda-beda, serta adakah kiranya kiat-kiat untuk menjadi seorang penulis handal. Berikut ulasanya:

Motivasi Hamka Menulis Tafsir Al-Azhar

Sebelum memberikan wejangan, perihal kiat-kiat menjadi seorang penulis handal. Agaknya kurang afdhol, jikalau untaian jahitan tulisan ini, terlebih dahulu sedikit mengurai alasan kepenulisan tafsir al-Azhar,  yang merupakan magnum opusnya. Berikut beberapa alasan yang melatar belakangi lahirnya tafsir al-Azhar, yang dituntaskanya dibalik bilik penjara, sebagai berikut:

Buya Hamka mulanya tidak terbetik dalam hatinya untuk menulis Tafsir al-Azhar. Namun, pengejawantahan akan karyanya, justru berangkat dari mengisi rutinitas kajian kuliah shubuh pada jama’ah masjid al-Azhar kebayoran baru DKI Jakarta. Sementara itu, nama tafsir al-Azhar sendiri, diambil daripada nama masjid tempat mengisi rutinitas kajian kuliah shubuh. Yaitu bernama masjid al-Azhar.

Wejangan interpretasi penafsiran pertamanya. Yaitu berangkat dari syarah (penjelasan) mengenai al-Qur’an surah al-Kahfi. Catatan yang ditulis Buya Hamka semenjak tahun 1959. Yang kemudian dipublikasikan dalam majalah tengah bulanan, yaitu Gema Islam yang terbit pertama kalinya pada tahun 15 januari 1962.

Yang fungsinya sebagai pengganti daripada majalah panji masyarakat, yang di bredel oleh Presiden Soekarno dua tahun sebelumnya. Yaitu pada tahun 1960. (Avif Alviyah, dalam Metode Penafsiranm Buya Hamka Dalam Tafsir Al-Azhar, Ilmu Ushuluddin, (Vol. 15, Nomor 1, Januari 2016, hlm. 28).

Selain itu, dinamika yang dijadikan motivasi tersendiri bagi Buya Hamka untuk menulis tafsir al-Azhar. Yang diantaranya berangkat dari empat dorongan. Berikut ulasanya:

Pertama, banyak para mufassir-mufassir klasik ta’asub (fanatik) terhadap madzhab yang mereka nakhodai. Sehingga terdapat diantaranya yang menggiring redaksi daripada ayat-ayat kitab suci al-Qur’an, yang pengejawantahanya cenderung kedalam madzhab pegangnya. Walaupun nyatanya redaksi tersebut cenderung diluar madzhab yang mereka jadikan pegangan.

Kedua, adanya sebuah nuansa religiusitas baru di tanah air Indonesia. Yang mana merupakan sebuah negara yang berpenduduk mayoritas penganut agama Islam, yang sangat haus akan bimbingan agamanya. Yang kala itu sangat haus juga akan menelaah serta memahami isi-isi kandungan daripada kitab suci al-Qur’an.

Ketiga, tokoh Muhammadiyyah ini yang satu ini, ingin meninggalkan sebuah pusaka warisan yang bernilai harganya bagi bangsa Indonesia. Yang mana mayoritas penduduknya beragama Islam.

Keempat, ingin membalas jasa kepada instansi Universitas al-Azhar. Yang mana negeri piramid Mesir yang telah memberikan penganugerahan prestisius kepada Hamka. Yaitu Gelar Doktor Honoris Causa. (Malkan, dalam Metode Penafsiran Buya Hamka Dalam Tafsir Al-Azhar, Ilmu Ushuluddin, (Vol.15, Nomor 1, Januari 2016, hlm. 35)

Nah, pasca pengulasan beberapa alasan-alasan kepenulisan tafsir al-Azhari di atas. Berikut penulis, uraikan konsen pembahasan untaian jahitan tulisan ini:

Empat Kepiawaian yang Harus Dimilki Penulis

Dunia literasi digital akan memproduksi  lembar-lembar peradaban yang serba maju, indah, serta eksotis. Jikalau banyak terlahir penulis yang mengisi ruang-ruang kosong serba-serbi bingkai peradaban kepenulisan.

Jika meminjam ungkapan sastrawan dan pujangga ulung, yaitu Buya Hamka,’’seorang politikus merupakan arsitektur struktur negara, tetapi penulislah, yang mengisinya dengan keindahan, perasaan, serta gagasan.’’. (Yanuardi Syukur Arlen Ara Guci, dalam Memoar Perjalanan Hidup Sang Ulama (Solo; Tinta Medina, 2017, hlm. 40)

Menilik lebih jauh, sosok yang masyhur dengan berbagai dimensi kepiawaian kepenulisanya ini. Yaitu berangkat sebagai seorang penulis, sastrawan, serta wartawan. Ayalnya diramu serta diracik dengan kepiawaianya dalam dunia kepenulisan itu sendiri. Berikut empat prasyarat-prasyarat menjadi seorang pengarang atau penulis handal:

Ponit yang pertama, seorang penulis harus memilki daya khayal serta imajinasi, kedua, seorang penulis mesti memilki ingatan yang tajam, ketiga, seorang penulis harus juga memilki daya hafal yang kuat, keempat, seorang penulis harus mampu mengejawantahkan ketiga kemampuanya tersebut kedalam sebuah untaian jahitan tulisan. (Yanuardi Syukur Arlen Ara Guci, dalam Memoar Perjalanan Hidup Sang Ulama (Solo; Tinta Medina, 2017, hlm. 38) Wallahua’lam

BINCANG SYARIAH