Lihat Rasulullah Shalat, Thufail Pun Berikrar Syahadat

Kisah berikut ini menggambarkan luhurnya akhlak Rasulullah SAW yang membalas keburukan dengan kebaikan. Tidak ada dendam di hati Baginda Rasul. Ini tampak saat Thufail bin Amr, pemimpin suku ad-Dausy, sebagaimana uraian H Andi Bastoni dalam buku 101 Sahabat Nabi, berkonsultasi tentang kondisi kaumnya yang menolak dakwah.

Sebelum pulang ke kampung halamannya setelah sebelumnya belajar langsung kepada Rasul tentang Islam dan berikrar syahadat, Thufail menemui Rasulullah sekali lagi untuk meminta restu.

“Wahai, Rasulullah. Kaumku begitu patuh kepadaku sebagai pemimpinnya. Aku akan kembali kepada mereka dalam waktu dekat ini. Aku hendak mengajak mereka semua untuk memeluk Islam. Aku meminta engkau berdoa kepada Allah agar Dia memberikan kepadaku kekuatan,”pinta Thufail. Nabi Muhammad pun berdoa dan menasihati pemuka suku ad-Dausy itu.

Thufail bin Amr ad-Dausy tiba di Tanah Airnya. Awalnya, Thufail mengabarkan dan mengajak orang tua dan istrinya. Mereka menerima Islam dengan sepenuh hati. Akan tetapi, kaumnya tidak langsung mendengarkan dakwahnya. Hanya Abu Hurairah, kelak menjadi perawi hadis Nabi, yang lekas menjadi Muslim.

“Selang waktu kemudian, Thufail bin Amr bertamu ke rumah Rasulullah. Kali ini, ia ditemani Abu Hurairah. Bagaimana perkembangan dakwahmu, Thufail bin Amr? tanya Nabi Muhammad.

“Kebanyakan kaumku masih tertutup mata hatinya untuk menerima Islam. Sungguh kaumku masih sesat dan durhaka,” keluh Thufail.

Rasulullah kemudian meminta waktu sebentar. Setelah mengambil wudhu, beliau masuk ke dalam kamarnya. Samar-samar terdengar, Rasulullah rupanya sedang melaksanakan shalat.

Awalnya, Abu Hurairah cemas lantaran mengira Rasulullah berdoa agar Allah menurunkan azab atas kaum ad-Dausy. Ternyata, sebaliknya, Rasulullah mendoakan kebaikan dan meminta kepada Allah agar membuka pintu hidayah bagi mereka. Usai itu, Rasulullah SAW menyuruh Thufail kembali kepada kaumnya.

Begitu sampai, Thufail mendapati sikap mereka berubah. Kini, mereka rela mengikuti jejak pemimpinnya untuk menjadi Muslim. Thufail bersyukur kepada Allah atas hidayah yang meliputi segenap penduduk Tihamah. Thufail tetap berada di tengah kaumnya sejak saat itu hingga tiba masanya Rasulullah SAW hijrah ke Madinah.

Beberapa waktu lamanya, kabar adanya Perang Uhud sampai juga ke Tihamah. Thufail berkeinginan agar ia dan kaumnya dapat ikut membantu pasukan Muslim Madinah. Menjelang Perang Khandaq, Thufail dan sebanyak 80 keluarga Muslim Tihamah datang menghadap Rasulullah.

Kedatangan mereka disambut gembira oleh Nabi. Sebelum berangkat ke medan perang, Rasulullah menyertakan kabilah ad-Dausy itu di sisi kanan pasukan Muslim. Kompi yang dipimpin Thufail bin Amr ini bernama Mabrur.

Sejak peristiwa itu, Thufail selalu setia mendampingi perjuangan Nabi Muhammad. Perlahan tapi pasti, kekuatan Muslim Madinah sudah begitu kokoh. Sebaliknya, kaum musyrik Makkah kian lemah. Rasulullah akhirnya memimpin gelombang umat Islam dari Madinah dan sekutunya menuju Makkah untuk membebaskan kota kelahiran Nabi itu dari kekuasaan musyrikin.

Masih dalam suasana penaklukkan Makkah, Thufail bin Amr meminta izin kepada Rasulullah SAW. Dia ingin pergi ke Dzil Kafain dan menghancurkan berhala-berhala yang tersisa di sana. Dzil Ka fain masih termasuk wilayah kekuasaan Kabilah ad-Dausy.

Atas izin Rasulullah SAW, Thufail berangkat ke Dzil Kafain dengan menyertakan satu regu pasukan dari kabilahnya sendiri. Rupanya, masyarakat setempat tidak memberikan perlawanan berarti. Mereka hanya mengancam Thufail dan rombongannya akan takhayul, yakni bilamana berhala-berhala itu dihancurkan, akan turun halilintar dari langit. Tentu saja, Thufail tidak gentar sedikit pun.

Sebelum membakar berhala-berhala kaum Dzil Kafain, Thufail bin Amr menyeru agar disimak seluruh Dzil Kafain, Kelahiran kami lebih dahulu daripada keberadaan kalian (berhala-berhala). Inilah aku, akan menyulut api kepada kalian!

Nyatanya, berhala-berhala tersebut musnah dilalap api. Tidak ada satu bencana pun yang turun dari langit ataupun bumi. Orang-orang Dzil Kafain berbondong-bondong masuk Islam setelah menyadari kebodohan takhayul jahiliyah itu. Seluruh penduduk wilayah ad-Dausy kini menjadi Muslim.

Ketertarikan Thufail terhadap ajaran Islam, berawal saat dia melihat Rasulullah menunaikan shalat. Propaganda miring pemuka Quraisy saat itu, tidak mampu menahan Thufail mengetahui lebih mendalam tentang agama ini.

Selama di Makkah, Thufail bin Amr ad-Dausy mendapatkan perlakuan sebagai tamu istimewa. Thufail menerimanya sebagai penerimaan yang wajar dari para bangsawan yang juga rekan dagangnya. Namun, di balik itu semua pemuka musyrikin Quraisy ini ingin menjauhkan sosok penting suku ad- Dausy tersebut dari pengaruh Islam.

“Wahai, Thufail. Kami sangat gembira Anda datang ke negeri kami walaupun negeri kami sedang dilanda kemelut, kata seorang pemimpin Quraisy. Ada apa sesungguhnya? tanya Thufail keheranan.

“Orang yang mendakwahkan diri sebagai nabi itu, Muhammad, telah merusak agama kita, kerukunan, dan persatuan di tengah-tengah kita. Kami sangat cemas bila dia juga akan merusak Anda. Karena Anda seorang pemimpin, pengaruhnya pun dapat sampai ke kaum Anda. Bisa-bisa terjadilah apa yang kami alami sekarang ini,”jawab orang itu.

“Oleh karena itu, Anda jangan mendekati Muhammad. Jangan berbicara dengan nya. Jangan pernah mendengarkan kata-katanya. Kalau dia berbicara, kata-katanya itu bagaikan sihir yang memperdaya. Kata-katanya dapat membuat seorang anak benci kepada bapaknya, seorang suami menceraikan istrinya, atau merenggangkan hubungan saudara,” sambung tokoh Quraisy yang lain.

Mereka pun mengarang cerita-cerita buruk mengenai Nabi Muhammad di hadapan Thufail bin Amr ad-Dausy. Bahkan, mereka memutarbalikkan fakta sehing ga tampak kaum Muslim sebagai ancaman dan para pemuka musyrikin bagaikan korban. Tujuannya jelas agar sosok yang berpengaruh besar seperti Thufail menjauh dari dakwah Rasulullah.

Thufail menganggap anjuran para tokoh Quraisy itu tidak begitu serius. Dia memang sudah mengetahui siapa itu Muhammad. Namun, baginya, dakwah Muhammad hanyalah urusan dalam negeri Makkah.

Keesokan harinya, Thufail berkunjung ke Ka’bah untuk melakukan thawaf. Begitu ia memasuki masjid, dia mendapati Nabi Muhammad sedang melaksanakan shalat. Gerakan-gerakan shalat Nabi itu mengherankannya. Sebab, Thufail belum pernah menyaksikan ibadah semacam itu sebelumnya. Rasa heran menjadi takjub ketika Thufail mendengarkan bacaan, ayat-ayat suci Alquran, dari lisan Rasulullah SAW.

Thufail bin Amr ad-Dausy tidak dapat memadamkan rasa ingin tahu. Dalam benaknya, Thufail bersumpah untuk dapat memilah. Apa-apa yang menurutnya buruk dari Muhammad akan diambil, sedangkan yang buruk akan ditolaknya. Setelah Rasulullah usai dengan shalatnya dan pergi, Thufail membuntuti hingga ke kediamannya. Dia kemudian mengetuk pintu rumah Rasulullah SAW.

Salamnya berbalas suara Rasulullah yang ramah dan memintanya untuk masuk. “Wahai, Muhammad. Sesungguhnya kaum Anda berkata tentang Anda sebagai orang yang ini-itu. Mereka menakut-nakutiku, menyebut buruk agama Anda. Aku sempat memalingkan diri dari Anda, tidak mau mendengar apa pun dari lisan Anda. Tetapi, Allah ternyata berkehendak lain. Aku menilai kata-kata Anda dalam ibadah tadi bagus dan baik. Ajarkanlah kepadaku agama Anda itu, kata Thufail membuka perbincangan.

Rasulullah pun menjabarkan Islam dan Alquran. Beliau juga membacakan kepada Thufail surah al-Ikhlas dan al- Falaq, serta menjelaskan makna keduanya. Tidak membutuhkan waktu lama, pe mimpin suku ad-Dausy itu pun mengucapkan dua kalimat syahadat. Sejak saat itu, Thufail menjadi seorang Muslim.

Dia pun menunda kepulangannya ke Tihamah untuk beberapa hari lamanya. Dia ingin menghafal ayat-ayat Alquran yang Rasulullah ajarkan kepadanya. Selain itu, ia ingin memperlancar ibadah shalat dan mendalami pengetahuan tentang Islam.

Syahid di Medan Perang

Ketaatan Thufail bin Amr ad-Dausy terhadap Islam masih menguat meskipun Rasulullah sudah wafat. Hal ini dibuktikan dengan kontribusinya dalam memerangi kaum murtad. Di bawah pimpinan Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq, Thufail dan pasukannya bergabung dengan kekuatan Muslim untuk menumpaskan sang nabi palsu, Musailamah al-Kadzdzab.

Takdir Allah atas diri Thufail bin Amr ad- Dausy. Sebelum sampai di Yamamah, lokasi pusat kekuasaan Musailamah, Thufail mengalami mimpi saat tidur malam. Dia merasa, mimpinya ini penuh tanda-tanda yang dapat ditafsirkan.

Dalam mimpinya, Thufail melihat kepalanya dicukur. Seekor burung keluar melalui mulutnya. Kemudian, seorang perempuan datang dan memasukkan Thufail ke dalam perutnya. Amr bin Thufail, anaknya, meminta agar dapat ikut masuk ke dalam perut perempuan itu. Namun, dia tidak dapat berbuat apa-apa karena ada dinding pembatas yang muncul.

Tafsir mimpi ini adalah bahwa tidak lama lagi Thufail bin Amr akan menemui ajalnya dalam peperangan. Burung ibaratnya nyawa yang keluar dari tubuh Thufail. Perempuan yang memasukkan Thufail ke dalam perutnya adalah tanah yang akan mengandung jasad Thufail sebagai syahid. Adapun anaknya, Amr, berharap juga dapat mati syahid, tetapi harapan ini tidak terwujud di peperangan yang sama.

Pada faktanya, Thufail bin Amr gugur sebagai pahlawan Muslim dalam perang melawan pasukan Musailamah sang nabi palsu. Adapun putranya, Amr, mengalami luka-luka yang cukup parah, yakni tangannya putus karena ditebas pedang. Jasad Thufail bin Amr dimakamkan di lokasi pertempuran.

Sejarah mencatat, anaknya Thu fail bin Amr juga ikut menjadi syuhada di ajang yang terjadi kemudian, Perang Yarmuk. Allah telah memberikan rahmat-Nya kepa da bapak dan anak itu.