Bagaimana Hukumnya WC di Dalam kamar Mandi yang Menghadap Kiblat?

Bagaimana Hukumnya WC di Dalam kamar Mandi yang Menghadap Kiblat?

Pertanyaan :

بِسْـمِ اللّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْم

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ

Semoga Ustadz dan keluarga selalu dalam lindungan dan rahmat Allaah Ta’ala. Aamiin yaa Robbal alamiin.

Ustadz izin bertanya. Bagaimana hukumnya kloset (wc) di dalam kamar mandi menghadap atau membelakangi arah kiblat ?

Demikian yang saya sampaikan. Jazaakallaahu khairan

(Disampaikan Fulanah, Admin BiAS)

Jawaban :

وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ

بِسْـمِ اللّهِ

الحمد لله , ولا حول ولا قوة الا بالله , والصلاة والسلام على رسول الله, اما بعد

Jika WC tersebut sudah dibangun, maka boleh dipakai.

Jika WC tersebut belum dibangun, maka hendaknya kita tidak membangun dengan menghadap atau membelakangi kiblat.

Al-Lajnah Ad-Daimah pernah ditanya tentang :

1. Hukum menghadap dan membelakangi kiblat saat buang hajat di dalam ruangan atau di tempat terbuka?

2. Hukumnya bangunan yang sudah jadi sekarang jika di dalamnya terdapat kloset yang menghadap atau membelakangi kiblat dan tidak mungkin dirubah kecuali WCnya dibongkar seluruhnya atau sebagiannya?

3. Kemudian, jika kita memiliki rencana pembangunan yang belum dimulai, sedangkan sebagian kloset dibuat menghadap atau membelakangi kiblat, apakah wajib dirubah atau dilaksanakan saja dan tidak ada masalah dengannya?

Mereka menjawab :

Pertama:

Pendapat ulama yang shahih adalah diharamkannya menghadap kiblat atau membelakanginya saat buang hajat di tempat terbuka, baik kencing atau buang air besar, namun hal itu boleh dilakukan jika itu dilakukan di dalam ruangan antara dirinya dan Ka’bah terdapat penghalang yang dekat, baik di depan atau di belakangnya, seperti dinding, pohon, gunung atau semacamnya.

Ini merupakan pendapat mayoritas ulama. Berdasarkan hadits shahih dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam, beliau bersabda :

إذا جلس أحدكم لحاجته فلا يستقبل القبلة ولا يستدبرها) رواه أحمد ومسلم)

“Jika salah seorang diantara kamu duduk untuk buang hajat (kencing atau buang air besar), maka jangan menghadap kiblat atau membelakanginya.”

HR. Ahmad dan Muslim

Juga berdasarkan riwayat Abu Ayub Al-Anshari, dari Nabi shallalalhu alaihi wa sallam, dia berkata :

إذا أتيتم الغائط فلا تستقبلوا القبلة ولا تستدبروها ولكن شرقوا أو غربوا) رواه البخاري ومسلم)

“Kalau anda akan buang air besar atau kecil, jangan menghadap kiblat dan jangan membelakanginya akan tetapi (hadapkan) ke timur atau ke barat.”

HR. Bukhori dan Muslim.

Juga berdasarkan riwayat dari Ibnu Umar radhiallahu anhuma, dia berkata :

رقيت يوما على بيت حفصة فرأيت النبي صلى الله عليه وسلم على حاجته مستقبل الشام مستدبر الكعبة

“Suatu hari saya pernah naik di rumah Hafshoh, kemudian saya melihat Nabi sallallahu’alaihi wa sallam membuang hajatnya dalam kondisi menghadap Syam dan membelakangi Ka’bah.”

HR. Bukhori, Muslim dan Ashabus sunan.

Juga berdasarkan riwayat Abu Daud, Hakim bahwa Marwan Ashfar, dia berkata, “Aku melihat Ibnu Umar mengarahkan hewan kendaraannya menghadap kiblat lalu dia kencing ke arahnya. Maka aku katakan, ‘Wahai Abu Abdurrahman, bukankah hal tersebut dilarang?’ Dia berkata, “Yang dilarang itu adalah apabila di tempat terbuka, adapun jika ada penghalang antara dirinya dengan kiblat yang dapat menutupinya maka hal itu tidak mengapa.”

(Abu Daud tidak berkomentar dengan hadits ini. Al-Hafiz Ibnu Hajar berkata dalam Fathul Bari, sanadnya hasan).

Ahmad, Abu Daud, Tirmizi dan Ibnu Majah meriwayatkan dari Jabir bin Abdullah radhiallahu anhuma, dia berkata,

. نهى النبي صلى الله عليه وسلم أن نستقبل القبلة ببول فرأيته قبل أن يُقبض بعامٍ يستقبلها

“Nabi shallallahu alaihi wa sallam melarang menghadap kiblat saat kencing. Namun aku melihatnya setahun sebelum kematiannya beliau menghadap kiblat (saat kencing).”

Karena itu, mayoritas ulama berpendapat dengan menggabungkan hadits-hadits yang ada. Yaitu bahwa (1) hadits Abu Hurairah dan semacamnya (yang melarang buang air menghadap atau membelakangi kiblat) berlaku apabila buang air dilakukan di ruang terbuka tanpa penghalang. Sedangkan hadits (2) Jabir bin Abdullah dan (3) Ibnu Umar radhiallahu anhum (dibolehkannya buang air menghadap atau membelakangi kiblat) adalah apabila buang air diakukan di dalam bangunan, atau adanya penghalang antara dirinya dengan kiblat.

Dengan demikian diketahui bahwa dibolehkannya menghadap kiblat atau membelakanginya adalah apabila buang hajat dilakukan di dalam ruangan secara keseluruhan.

Kedua:

Adapun jika ada rencana pembangunan yang belum dilaksanakan dan direncanakan ada kloset yang menghadap atau membelakangi kiblat, maka yang lebih hati-hati adalah merubahnya hingga buang hajat tidak menghadap atau membelakangi kiblat, sebagai langkah keluar dari perselisihan dalam masalah ini. Jikapun tidak dirubah, maka tidak mengapa baginya berdasarkan hadits-hadits yang telah disebutkan.”

(Fatawa Lajnah Daimah, 5/97)

Sumber : https://islamqa.info/id/answers/69808/hukum-membangun-kloset-menghadap-qiblat

UMMA.ID

Kamar Mandi dan Tempat Wudhu Masjid Campur Laki-laki dan Perempuan

Tempat Wudhu dan Kamar Mandi Masjid Jadi Satu, Ikhtilat dan Sering Terlihat Aurat Lawan Jenis

Saya dapati masjid yg kamar mandi atau tmpat wudhunya jadi satu laki2 perempuan..nah pas sedang waktu shalat..trrjadilah ikhtilat kadang terlihat aurot perempuan. Mohon nasehatnya

Jawaban:

Bismillah, Alhamdulillah wasshalaatu wassalaamu ‘alaa Rasuulillah. Ammaa ba’du:

Ikhtilat atau bercampur baurnya antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram adalah hal yang diharamkan oleh syariat yang mulia ini. Ikhtilat merupakan sesuatu yang paling berbahaya bagi masyarakat. Ia merupakan sebab terbesar yang menjerumuskan seseorang kepada fahisyah dan jatuhnya kedalam dosa zina –wal ‘iyaadzu billaah-. Ikhtilat menggerakkan keinginan buruk dalam jiwa, menyalakan api syahwat yang berkobar dan menimbulkan godaan serta rayuan. Dan tak jarang menjadi awal dari perselingkuhan juga perceraian.

Diantara kaidah dalam syariat ini ialah: Apabila Allah mengharamkan suatu hal maka haram pula seluruh sebab dan perantara yang mengantarkan kepadanya.

Allah berfirman :

وَلَا تَقۡرَبُواْ ٱلزِّنَىٰٓۖ إِنَّهُۥ كَانَ فَٰحِشَةٗ وَسَآءَ سَبِيلٗا

Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk. (Al-Isra’: 32)

Para ulama mengatakan: Larangan dari mendekati zina lebih mendalam dari sekedar larangan untuk melakukannya. Karena ini berarti mencakup seluruh perantara dan sebab yang dapat menjerumuskan kedalamnya. Seseorang yang berkeliaran didekat area terlarang dikhawatirkan tidak lama terjatuh didalamnya.

Berkata Ibnul Qoyyim (751 H) rahimahullah :

ولا ريب أن تمكين النساء من اختلاطهن بالرجال: أصل كل بلية وشر، وهو من أعظم أسباب نزول العقوبات العامة، كما أنه من أسباب فساد أمور العامة والخاصة، واختلاط الرجال بالنساء سبب لكثرة الفواحش والزنا، وهو من أسباب الموت العام، والطواعين المتصلة.

Tidak diragukan lagi bahwa memberikan kesempatan bagi wanita untuk bercampur baur dengan laki-laki adalah sumber dari segala petaka dan keburukan. Ia merupakan sebab terbesar turunnya azab yang menyeluruh. Begitu juga penyebab rusaknya urusan masyarakat umum dan kalangan tertentu. Ikhtilat antara laki-laki dengan wanita adalah sebab banyak terjadinya fahisyah dan zina. Dan ini merupakan sebab kematian yang menyeluruh serta sebab penyakit tha’un (wabab penyakit menular) yang terus berkepanjangan. (At-Thuruq Al-Hukmiyah: 239)

Demi menghindari terjadinya ikhtilat, syariat ini telah melarang sebab-sebabnya. Seperti larangan seorang wanita safar tanpa mahram, larangan saling bersentuhan antara lawan jenis dan larangan berjabat tangan, larangan melihat kepada lawan jenis dan larangan menyerupai lawan jenis.

Bahkan sebaik-baik shaf bagi perempuan adalah yang paling terakhir dan seburuk-buruk shaf bagi mereka yang terdepan. Hal tersebut tidaklah melainkan karena dekatnya shaf pertama wanita dan jauhnya shaf terakhir dari jamaah laki-laki.

Suatu hari ketika Nabi Muhammad ﷺ keluar dari masjid seusai shalat, Beliau melihat terjadinya ikhtilat antara laki-laki dan perempuan dijalan. Maka Beliau ﷺ berkata kepada para wanita:

اسْتَأْخِرْنَ، فَإِنَّهُ لَيْسَ لَكُنَّ أَنْ تَحْققْنَ الطَّرِيقَ، عَلَيْكُنَّ بِحَافَّاتِ الطَّرِيقِ

Mundurlah kalian, kalian tidak sepatutnya berjalan ditengah jalan, hendaknya kalian berjalan ditepi jalan. (HR. Abu Dawud)

Demikianlah syariat ini begitu antusias dalam mencegah terjadinya ikhtilat antara laki-laki dan perempuan. Nabi Muhammad ﷺ menerangkan bahwa wanita adalah godaan terbesar bagi kaum laki-laki. Beliau ﷺ bersabda:

مَا تَرَكْتُ بَعْدِى فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ

Tidaklah aku tinggalkan setelahku sebuah fitnah (ujian) yang lebih berbahaya bagi para lelaki daripada wanita. (Muttafaqun ‘alaih)

Wanita apabila keluar rumah maka syaitan akan menghiasinya. Nabi Muhammad ﷺ bersabda:

المَرْأَةُ عَوْرَةٌ، فَإِذَا خَرَجَتْ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ

Seorang wanita adalah aurat. Apabila ia keluar niscaya syaithan menghiasinya. (HR. At-Tirmidzy & Ibnu Hibban)

NASEHAT KAMI

Maka kami nasehatkan beberapa hal berikut:

Pertama: Hendaknya kita selalu takut dan bertakwa kepada Allah Ta’ala dimanapun kita berada.

اتَّقِ اللَّهَ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا

Bertakwalah kepada Allah dimanapun kamu berada, dan iringilah perbuatan buruk (dosa) dengan kebaikan niscaya akan menghapuskannya. (HR. At-Tirmidzi)

Kedua: Hendaknya kita selalu menundukkan pandangan kita.

قُل لِّلۡمُؤۡمِنِينَ يَغُضُّواْ مِنۡ أَبۡصَٰرِهِمۡ وَيَحۡفَظُواْ فُرُوجَهُمۡۚ ذَٰلِكَ أَزۡكَىٰ لَهُمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرُۢ بِمَا يَصۡنَعُونَ

Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat”. (QS. An-Nur:30)

Didalam ayat diatas, pertama Allah Ta’ala memerintahkan untuk menundukkan pandangan sebelum perintah menjaga kemaluan. Diantara faidahnya adalah siapa yang tidak mampu menjaga pandangannya ia akan sulit untuk menjaga kemaluannya. Pandangan adalah anak panah iblis yang beracun.

Nabi Muhammad ﷺ bersabda:

النَّظْرَةُ سَهْمٌ مِنْ سِهَامِ إِبْلِيسَ مَسْمُومَةٌ فَمَنْ تَرَكَهَا مِنْ خَوْفِ اللَّهِ أَثَابَهُ جَلَّ وَعَزَّ إِيمَانًا يَجِدُ حَلَاوَتَهُ فِي قَلْبِهِ

Pandangan adalah anak panah dari anak-anak panah iblis yang beracun, maka siapa yang meninggalkannya karena takut kepada Allah niscaya Allah Jalla Wa Azza memberikan balasan kepadanya dengan keimanan yang ia rasakan manisnya didalam hatinya. (HR. Al-Hakim)

Ibnul Qoyyim (751 H) rahimahullah berkata :

Menundukkan pandangan memiliki banyak faidah. Salah satunya membebaskan hati dari sakitnya penyesalan. Karena siapa yang melepas pandangannya niscaya akan panjang kesedihan dan penyesalannya. Tidaklah sesuatu yang lebih berbahaya bagi hati melebihi melepas pandangan.

Kemudian beliau membawakan perkataan:

كل الحوادث مبداها من النظر … ومعظم النار من مستصغر الشرر

كم نظرة فتكت في قلب صاحبها … فتك السهام بلا قوس ولا وتر

والمرء ما دام ذا عين يقلبها … في أعين الغيد موقوف على الخطر

يسر مقلته ما ضر مهجته … لا مرحبا بسرور عاد بالضرر

Setiap bencana berawal dari pandangan mata

Sebagaimana api besar bermula dari percikan bara api

Betapa banyak pandangan menghancurkan hati pemiliknya

Seperti anak panah yang menembus tanpa busur dan tali

Selama seseorang memiliki mata yang ia bolak-balikkan untuk memandang para wanita

Maka dia berada dalam mara bahaya

Dia menyenangkan matanya dengan sesuatu yang membahayakan hatinya

Tidaklah ada sambutan selamat untuk kesenangan yang datang dengan malapetaka. (Raudhatul Muhibbin: 97)

Ketiga: Jika kita tak sengaja memandang sesuatu yang diharamkan, ingatlah nasehat Nabi Muhammad ﷺ kepada Ali Bin Abi Thalib. Beliau ﷺ bersabda:

يَا عَلِيُّ، لَا تُتْبِعِ النَّظْرَةَ النَّظْرَةَ، فَإِنَّ لَكَ الْأُولَى، وَلَيْسَتْ لَكَ الْآخِرَةُ

Wahai Ali, janganlah kamu ikuti pandangan dengan pandangan berikutnya, bagimu yang bertama dan tidak untuk yang berikutnya. (HR. Abu Dawud, At-Timidzi, Ahmad dan yang lainnya)

Keempat: Sekiranya kita mengetahui ikhtilat sering terjadi di masjid tempat biasa kita shalat, hendaknya kita wudhu di rumah atau kantor sehingga kita terhindar dari ikhtilat yang munkin terjadi. Dan tentu Ini lebih utama. Nabi Muhammad ﷺ bersabda:

مَنْ تَطَهَّرَ فِي بَيْتِهِ، ثُمَّ مَشَى إِلَى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللهِ لِيَقْضِيَ فَرِيضَةً مِنْ فَرَائِضِ اللهِ، كَانَتْ خَطْوَتَاهُ إِحْدَاهُمَا تَحُطُّ خَطِيئَةً، وَالْأُخْرَى تَرْفَعُ دَرَجَةً

Barangsiapa yang bersuci dirumahnya kemudian berjalan menuju rumah dari rumah-rumah Allah untuk menunaikan salah satu kewajiban (dari) Allah, maka satu dari dua langkahnya menghapuskan dosa dan yang lain meninggikan derajat. (HR. Muslim)

Kelima: Dan kami nasehatkan kepada para wanita bahwa shalat dirumah bagi mereka lebih utama. Nabi Muhammad ﷺ bersabda:

لَا تَمْنَعُوا نِسَاءَكُمُ الْمَسَاجِدَ، وَبُيُوتُهُنَّ خَيْرٌ لَهُنَّ

Janganlah kalian cegah wanita-wanita kalian pergi ke masjid, akan tetapi (sholat) dirumah-rumah mereka lebih baik bagi mereka. (HR. Abu Dawud)

Atau hendaknya mereka mendahulukan jamaah laki-laki untuk menggunakan tempat wudhu tersebut dan tidak bercampur dengan mereka.

Hal ini adalah sebuah pelajaran yang dapat kita petik dari hadits yang telah kami sebutkan diatas, yaitu agar supaya para wanita mundur dan tidak bercampur dengan laki-laki ketika dijalan.

Begitu juga pelajaran dari sebuah kisah dua putri Nabi Syu’aib yang ditemui Nabi Musa sedang berdiri menunggu para laki-laki pengembala pergi dari mata air. Kedua putri tersebut rela menunggu dan enggan untuk bercampur dengan para lelaki meskipun terkadang harus kehabisan air. Tentunya hal ini menunjukkan betapa mulia dan sempurnanya akhlak kedua wanita tersebut.

Allah Ta’ala menceritakan kisah tersebut dalam firmanNya:

وَلَمَّا وَرَدَ مَآءَ مَدۡيَنَ وَجَدَ عَلَيۡهِ أُمَّةٗ مِّنَ ٱلنَّاسِ يَسۡقُونَ وَوَجَدَ مِن دُونِهِمُ ٱمۡرَأَتَيۡنِ تَذُودَانِۖ قَالَ مَا خَطۡبُكُمَاۖ قَالَتَا لَا نَسۡقِي حَتَّىٰ يُصۡدِرَ ٱلرِّعَآءُۖ وَأَبُونَا شَيۡخٞ كَبِيرٞ

Dan tatkala ia sampai di sumber air negeri Madyan ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia menjumpai di belakang orang banyak itu dua orang wanita yang sedang menghambat (ternaknya). Musa berkata: “Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu)?” Kedua wanita itu menjawab: “Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya”. (QS. Al-Qashas: 23)

Keenam: Dan kami nasehatkan pula kepada para takmir masjid, -Jika memunkinkan- untuk berusaha memisahkan toilet dan tempat wudhu antara jamaah laki-laki dari jamaah perempuan sehingga tidak terjadi hal semisal.

Demikian, Wallahu Ta’ala A’lam.

Dijawab oleh Ustadz Idwan Cahyana, Lc.

Read more https://konsultasisyariah.com/36154-kamar-mandi-dan-tempat-wudhu-masjid-campur-laki-laki-dan-perempuan.html

Hadis Daif tentang Adab di Toilet

TERDAPAT riwayat dari Habib bin Sholeh, beliau mengatakan, “Ketika Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam masuk toilet, beliau memakai sandal dan penutup kepala.” Status hadis: Hadis ini diriwayatkan al-Baihaqi no. 465 dan kata as-Suyuthi hadis ini mursal tabiin menyampaikan hadis dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan statusnya dhaif (Dhaif Jami as-Shaghir, no. 9874).

Mengingat hadisnya dhaif, tidak bisa kita jadikan sebagai acuan dalil. Sehingga tidak kita simpulkan bahwa memakai sandal dan menutup kepala bagian dari sunah Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Akan tetapi kita bisa memahami latar belakangnya, dimana orang yang menggunakan sandal ketika masuk toilet maka kakinya akan lebih bersih dari najis, karena ketika dia menginjak najis, yang terkena sandalnya dan bukan kakinya.

Tapi jika toiletnya berkeramik dan kotoran terbuang dengan sempurna di pembuangan, sehingga tidak ada kotoran yang tercecer di lantai toilet, alasan mengindari najis tidak berlaku. Hanya saja, terdapat riwayat dari beberapa sahabat dan tabiin bahwa mereka terbiasa memakai penutup kepala ketika buang hajat karena malu kepada Allah. Sebab ketika itu, mereka buang hajat di tempat terbuka, seperti di tengah ladang atau perkebunan.

Dari Zubair bin Awam, beliau mengatakan, Bahwa Abu Bakr as-Shidiq pernah berkhutbah, “Wahai kaum muslimin, malulah kalian kepada Allah. Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, ketika saya hendak buang air di luar, saya tutupi kepalaku karena malu kepada Rabku.” (HR. Ibnul Mubarok dalam az-Zuhd (1/107) dan Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushanaf (1/105).

Al-Baihaqi menshahihkan riwayat ini, “Diriwayatkan dari Abu Bakr as-Shiddiq tentang anjuran menutup kepala ketika masuk tempat buang hajat dan itu shahih dari beliau.” (as-Sunan, 1/96) Kemudian disebutkan dalam riwayat lain dari Ibnu Thawus, “Ayahku menyuruhku apabila aku masuk ke tempat buang air agar aku menutup kepalaku.” (Ibnu Abi Syaibah, 1/106).

Berdasarkan riwayat ini, para ulama menganjurkan untuk menutup kepala ketika hendak buang air, karena alasan menjaga adab. An-Nawawi mengatakan, Imamul Haramain, al-Ghazali, al-Baghawi dan ulama lainnya mengatakan, Dianjurkan untuk tidak masuk tempat buang hajat dengan kepala terbuka. (al-Majmu, 2/93). Al-Mardawi dalam al-Inshaf juga mengatakan, “Dianjurkan untuk menutup kepala ketika buang hajat. Demikian yang disebutkan dari beberapa ulama madzhab hambali.” (al-Inshaf, 1/97).

Apakah anjuran ini berlaku sampai sekarang?

[baca lanjutan]

INILAH MOZAIK

Bolehkah Membangun Toilet di Arah Kiblat?

TIDAK mengapa membangun toilet di arah kiblat masjid dengan syarat bangunannya terpisah dari bangunan masjid. Apabila bangunannya bersambung maka makruh shalat di masjid tersebut, dan shalatnya sah.

Berkata Abdullah bin Amr radhiyallahu anhu: “Jangan shalat menghadap tempat buang hajat, kamar mandi, dan kuburan.” (Dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf 3/372 no: 7651, cet. Maktabah Ar-Rusyd )

Berkata Al-Musayyib bin Raafi (wafat tahun 105 H) dan Khaitsamah bin Abdurrahman (wafat setelah tahun 80 H): “Jangan shalat menghadap dinding kamar mandi dan tengah kuburan. ” (Dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf 3/372 no:7653 )

Berkata Ibrahim An-Nakhai (wafat tahun 196 H): “Para salaf membenci 3 tempat untuk qiblat: tempat buang hajat (toilet), kuburan, dan kamar mandi” (Dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf 3/372 no:7656)

Berkata Syeikh Muhammad bin Ibrahim (Mufti Kerajaan Saudi sebelum Syeikh Bin Baz, meninggal tahun 1389 H): “Toilet ini tidak terlepas dari 2 kemungkinan:

Pertama: Terpisah dari masjid dengan dinding yang terpisah dari dinding masjid yang terletak di arah qiblat, maka ini tidak ada larangan dan tidak masalah shalat di dalamnya, meskipun toilet tersebut berada di arah qiblat masjid, selama bangunannya terpisah dari dinding masjid.

Kedua: Tersambung dengan masjid, dan tidak ada pembatas kecuali dinding masjid yang berada di arah qiblat, maka disebutkan oleh para ulama bahwa ini termasuk tempat yang makruh shalat menghadapnyadan tidak cukup hanya dinding masjid karena para salaf rahimahumullahu membenci shalat di dalam masjid yang di arah qiblatnya ada tempat buang hajat, oleh karena itu seyogyanya memisahkan toilet-toilet tersebut dari dinding masjid dengan dinding terpisah dari dinding masjid tersebut.” (Fatawa Wa Rasail Syeikh Muhammad bin Ibrahim no: 515)

Wallahu alam. [Ustadz Abdullah Roy, Lc.]

 

INILAH MOZAIK