Bagaimana Hukumnya WC di Dalam kamar Mandi yang Menghadap Kiblat?

Bagaimana Hukumnya WC di Dalam kamar Mandi yang Menghadap Kiblat?

Pertanyaan :

بِسْـمِ اللّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْم

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ

Semoga Ustadz dan keluarga selalu dalam lindungan dan rahmat Allaah Ta’ala. Aamiin yaa Robbal alamiin.

Ustadz izin bertanya. Bagaimana hukumnya kloset (wc) di dalam kamar mandi menghadap atau membelakangi arah kiblat ?

Demikian yang saya sampaikan. Jazaakallaahu khairan

(Disampaikan Fulanah, Admin BiAS)

Jawaban :

وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ

بِسْـمِ اللّهِ

الحمد لله , ولا حول ولا قوة الا بالله , والصلاة والسلام على رسول الله, اما بعد

Jika WC tersebut sudah dibangun, maka boleh dipakai.

Jika WC tersebut belum dibangun, maka hendaknya kita tidak membangun dengan menghadap atau membelakangi kiblat.

Al-Lajnah Ad-Daimah pernah ditanya tentang :

1. Hukum menghadap dan membelakangi kiblat saat buang hajat di dalam ruangan atau di tempat terbuka?

2. Hukumnya bangunan yang sudah jadi sekarang jika di dalamnya terdapat kloset yang menghadap atau membelakangi kiblat dan tidak mungkin dirubah kecuali WCnya dibongkar seluruhnya atau sebagiannya?

3. Kemudian, jika kita memiliki rencana pembangunan yang belum dimulai, sedangkan sebagian kloset dibuat menghadap atau membelakangi kiblat, apakah wajib dirubah atau dilaksanakan saja dan tidak ada masalah dengannya?

Mereka menjawab :

Pertama:

Pendapat ulama yang shahih adalah diharamkannya menghadap kiblat atau membelakanginya saat buang hajat di tempat terbuka, baik kencing atau buang air besar, namun hal itu boleh dilakukan jika itu dilakukan di dalam ruangan antara dirinya dan Ka’bah terdapat penghalang yang dekat, baik di depan atau di belakangnya, seperti dinding, pohon, gunung atau semacamnya.

Ini merupakan pendapat mayoritas ulama. Berdasarkan hadits shahih dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam, beliau bersabda :

إذا جلس أحدكم لحاجته فلا يستقبل القبلة ولا يستدبرها) رواه أحمد ومسلم)

“Jika salah seorang diantara kamu duduk untuk buang hajat (kencing atau buang air besar), maka jangan menghadap kiblat atau membelakanginya.”

HR. Ahmad dan Muslim

Juga berdasarkan riwayat Abu Ayub Al-Anshari, dari Nabi shallalalhu alaihi wa sallam, dia berkata :

إذا أتيتم الغائط فلا تستقبلوا القبلة ولا تستدبروها ولكن شرقوا أو غربوا) رواه البخاري ومسلم)

“Kalau anda akan buang air besar atau kecil, jangan menghadap kiblat dan jangan membelakanginya akan tetapi (hadapkan) ke timur atau ke barat.”

HR. Bukhori dan Muslim.

Juga berdasarkan riwayat dari Ibnu Umar radhiallahu anhuma, dia berkata :

رقيت يوما على بيت حفصة فرأيت النبي صلى الله عليه وسلم على حاجته مستقبل الشام مستدبر الكعبة

“Suatu hari saya pernah naik di rumah Hafshoh, kemudian saya melihat Nabi sallallahu’alaihi wa sallam membuang hajatnya dalam kondisi menghadap Syam dan membelakangi Ka’bah.”

HR. Bukhori, Muslim dan Ashabus sunan.

Juga berdasarkan riwayat Abu Daud, Hakim bahwa Marwan Ashfar, dia berkata, “Aku melihat Ibnu Umar mengarahkan hewan kendaraannya menghadap kiblat lalu dia kencing ke arahnya. Maka aku katakan, ‘Wahai Abu Abdurrahman, bukankah hal tersebut dilarang?’ Dia berkata, “Yang dilarang itu adalah apabila di tempat terbuka, adapun jika ada penghalang antara dirinya dengan kiblat yang dapat menutupinya maka hal itu tidak mengapa.”

(Abu Daud tidak berkomentar dengan hadits ini. Al-Hafiz Ibnu Hajar berkata dalam Fathul Bari, sanadnya hasan).

Ahmad, Abu Daud, Tirmizi dan Ibnu Majah meriwayatkan dari Jabir bin Abdullah radhiallahu anhuma, dia berkata,

. نهى النبي صلى الله عليه وسلم أن نستقبل القبلة ببول فرأيته قبل أن يُقبض بعامٍ يستقبلها

“Nabi shallallahu alaihi wa sallam melarang menghadap kiblat saat kencing. Namun aku melihatnya setahun sebelum kematiannya beliau menghadap kiblat (saat kencing).”

Karena itu, mayoritas ulama berpendapat dengan menggabungkan hadits-hadits yang ada. Yaitu bahwa (1) hadits Abu Hurairah dan semacamnya (yang melarang buang air menghadap atau membelakangi kiblat) berlaku apabila buang air dilakukan di ruang terbuka tanpa penghalang. Sedangkan hadits (2) Jabir bin Abdullah dan (3) Ibnu Umar radhiallahu anhum (dibolehkannya buang air menghadap atau membelakangi kiblat) adalah apabila buang air diakukan di dalam bangunan, atau adanya penghalang antara dirinya dengan kiblat.

Dengan demikian diketahui bahwa dibolehkannya menghadap kiblat atau membelakanginya adalah apabila buang hajat dilakukan di dalam ruangan secara keseluruhan.

Kedua:

Adapun jika ada rencana pembangunan yang belum dilaksanakan dan direncanakan ada kloset yang menghadap atau membelakangi kiblat, maka yang lebih hati-hati adalah merubahnya hingga buang hajat tidak menghadap atau membelakangi kiblat, sebagai langkah keluar dari perselisihan dalam masalah ini. Jikapun tidak dirubah, maka tidak mengapa baginya berdasarkan hadits-hadits yang telah disebutkan.”

(Fatawa Lajnah Daimah, 5/97)

Sumber : https://islamqa.info/id/answers/69808/hukum-membangun-kloset-menghadap-qiblat

UMMA.ID

Bolehkah Membangun Toilet di Arah Kiblat?

TIDAK mengapa membangun toilet di arah kiblat masjid dengan syarat bangunannya terpisah dari bangunan masjid. Apabila bangunannya bersambung maka makruh shalat di masjid tersebut, dan shalatnya sah.

Berkata Abdullah bin Amr radhiyallahu anhu: “Jangan shalat menghadap tempat buang hajat, kamar mandi, dan kuburan.” (Dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf 3/372 no: 7651, cet. Maktabah Ar-Rusyd )

Berkata Al-Musayyib bin Raafi (wafat tahun 105 H) dan Khaitsamah bin Abdurrahman (wafat setelah tahun 80 H): “Jangan shalat menghadap dinding kamar mandi dan tengah kuburan. ” (Dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf 3/372 no:7653 )

Berkata Ibrahim An-Nakhai (wafat tahun 196 H): “Para salaf membenci 3 tempat untuk qiblat: tempat buang hajat (toilet), kuburan, dan kamar mandi” (Dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf 3/372 no:7656)

Berkata Syeikh Muhammad bin Ibrahim (Mufti Kerajaan Saudi sebelum Syeikh Bin Baz, meninggal tahun 1389 H): “Toilet ini tidak terlepas dari 2 kemungkinan:

Pertama: Terpisah dari masjid dengan dinding yang terpisah dari dinding masjid yang terletak di arah qiblat, maka ini tidak ada larangan dan tidak masalah shalat di dalamnya, meskipun toilet tersebut berada di arah qiblat masjid, selama bangunannya terpisah dari dinding masjid.

Kedua: Tersambung dengan masjid, dan tidak ada pembatas kecuali dinding masjid yang berada di arah qiblat, maka disebutkan oleh para ulama bahwa ini termasuk tempat yang makruh shalat menghadapnyadan tidak cukup hanya dinding masjid karena para salaf rahimahumullahu membenci shalat di dalam masjid yang di arah qiblatnya ada tempat buang hajat, oleh karena itu seyogyanya memisahkan toilet-toilet tersebut dari dinding masjid dengan dinding terpisah dari dinding masjid tersebut.” (Fatawa Wa Rasail Syeikh Muhammad bin Ibrahim no: 515)

Wallahu alam. [Ustadz Abdullah Roy, Lc.]

 

INILAH MOZAIK