Ilmui Dulu, Baru Usaha

Konsep keliru yang banyak diterapkan oleh sebagian pengusaha Muslim adalah: jalan dulu, ilmunya nanti sambil jalan. Atau kata orang Jawa: “dipikir karo mlaku”.

Kalau urusannya dengan ilmu agama, atau lebih tepatnya masalah: fikih muamalah, maka ini keliru.

Ilmu sebelum berkata dan berbuat

Dalam masalah agama, masalah halal-haram, tidak boleh berkata dan berbuat tanpa ilmu. Allah ta’ala berfirman:

وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُوْلاَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولاً

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan-jawabnya” (QS. Al-Isra’ : 36).

Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan:

أن الله تعالى نهى عن القول بلا علم بل بالظن الذي هو التوهم والخيال

“Allah Ta’ala melarang untuk bicara tanpa ilmu, yaitu bicara dengan sekedar sangkaan yang merupakan kerancuan dan khayalan” (Tafsir Ibnu Katsir).

Oleh karena itu para ulama mengatakan:

العلم قبل القول والعمل

“Ilmu harus ada sebelum berkata dan berbuat”.

Berilmu sebelum memulai usaha

Oleh karena itu, tidak boleh seseorang belum paham ilmu fikih muamalah terkait usahanya, lalu dia sudah menjalankan dan mengeksekusi usahanya.

Padahal dia belum mengetahui:

  • Apa saja syarat dan rukun jual beli?
  • Apa jenis akad yang ia lakukan dalam usahanya?
  • Apa saja syarat-syarat akad tersebut?
  • Apa itu khiyar?
  • Apa saja hak dan kewajiban penjual serta pembeli?
  • Apa itu riba dan apa saja jenisnya? Dan adakah riba dalam usahanya?
  • Apa itu gharar? Bagaimana bentuknya? Dan adakah gharar dalam usahanya?
  • dll.

Maka sikap yang benar adalah: ilmui dulu fikih muamalahnya, baru setelah itu mengeksekusi usaha sesuai dengan tuntunan agama.

Sahabat Nabi yang mulia, Umar bin Khathab radhiallahu’anhu, bahkan mengatakan:

لاْ يَبِعْ فِيْ سُوْقِنَا إِلاْ مَنْ قَدْ تَفَقَّهَ فِيْ الدِّيْنِ

“Tidak boleh berjual-beli di pasar kami, kecuali orang yang paham fikih (dalam jual-beli)” (HR. At Tirmidzi no. 487, ia mengatakan: “hasan gharib”, dihasankan Al Albani dalam Shahih at Tirmidzi).

Imam An Nawawi mengatakan:

وأمّا البيعُ والنّكاحُ وشبههُما – ممّا لا يجبُ أصلُه – فيحرُمُ الإقدامُ عليه إلاّ بعدَ معرفةِ شرطِه

“Adapun masalah jual beli, nikah dan yang mirip dengan keduanya, yang hukum asalnya tidak wajib, maka haram melakukannya kecuali setelah mengetahui syarat-syaratnya” (dari Mausu’ah Fiqhiyyah Kuwaitiyyah, 30/293).

Ibnu ‘Abidin juga mengatakan:

وفرضٌ على كلِّ مكلّفٍ ومكلّفةٍ بعدَ تعلّمِه علمَ الدينِ والهدايةِ ، تعلُّمُ علمِ الوضوءِ والغسلِ والصلاةِ الصومِ وعلم الزكاة لمن له نصاب ، والحجّ لمن وجب عليه .والبيوعِ على التّجّارِ ليحترزوا عن الشّبهاتِ والمكروهاتِ في سائرِ المعاملاتِ ، وكذا أهلِ الحِرَفِ

“Bagi setiap mukallaf laki-laki maupun wanita setelah ia belajar tentang ilmu agama dan hidayah (baca: akidah), wajib bagi mereka untuk belajar ilmu tentang wudhu, mandi, shalat, puasa zakat, nisab-nisabnya. Juga belajar tentang haji dan siapa yang wajib haji. Juga bagi para pedagang, wajib belajar tentang jual-beli, agar mereka terhindar dari syubhat dan perkara-perkara yang makruh dalam semua muamalah. Demikian juga para pekerja” (dari Mausu’ah Fiqhiyyah Kuwaitiyyah, 30/293).

Mengapa harus berilmu dulu?

Para pengusaha dan para praktisi usaha harus berilmu tentang fikih muamalah sebelum menjalankannya, agar terhindar dari riba dan muamalah-muamalah yang diharamkan.

Ali bin Abi Thalib radhiallahu’anhu mengatakan:

مَنِ اتَّجَرَ قبلَ أَنْ يَتَفَقَّهَ ارْتَطَمَ فِيْ الرِّبَا ، ثُمَّ ارْتَطَمَ ، ثُمَّ ارْتَطَمَ . أي : وقع في الربا

“Siapa saja yang berjual-beli sebelum mengilmui fikih jual-beli, maka ia akan terjerumus dalam riba, semakin terjerumus, dan semakin terjerumus”.

Kata “irtathoma” artinya: terjerumus dalam riba” (Mughnil Muhtaaj [2/22] karya Al Khathib Asy Syarbini).

Demikian juga, sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Abidin di atas, agar terhindar dari perkara-perkara yang syubhat dan dimakruhkan dalam jual-beli.

Apa harus mempelajari semua bab fikih muamalah?

Jawabnya: tidak harus. Namun yang wajib dipelajari adalah bab-bab fikih jual beli yang terkait dengan usahanya. Sampai ia bisa menjalankan hal-hal yang wajib dan terhindar dari perkara-perkara yang haram dalam usahanya.

Al Ghazali rahimahullah berkata:

لو كان هذا المسلمُ تاجرًا وقد شاعَ في البلدِ معاملةُ الربا ، وجبَ عليهِ تعلُّمُ الحذرِ من الربا ، وهذا هو الحقُّ في العلمِ الذي هو فرضُ عينٍ ، ومعناه العلمُ بكيفيةِ العملِ الواجب

“Andaikan seorang Muslim hidup di negeri yang tersebar riba di dalamnya, maka wajib baginya mempelajari ilmu yang menghindarkan dirinya dari riba. Inilah pendapat yang tepat tentang ilmu apa yang termasuk fardhu ‘ain. Yaitu, ilmu yang cukup untuk membuat ia menjalankan kewajiban (agama)” (Ihya Ulumiddin, 1/33).

Jika ada yang berkata, “wah kelamaan… pusing dan repot belajar fikih dulu, nanti usaha ngga jalan-jalan”.

Ya terserah anda. Tapi, lebih baik menelan pahitnya belajar, dari pada merasakan pahitnya harta haram.

Semoga Allah ta’ala memberi taufik.

__

Penulis: Yulian Purnama

Muslim.or.id

Hadist Qudsi : Manusia hanya Berusaha, Allah yang Memenuhi Segalanya

Dalam Hadist Qudsi-Nya, Allah berfirman, “Wahai Anak Adam, engkau lah yang mengisi (buku catatan amalmu) dan Aku yang mencatatnya.

وَإِنَّ عَلَيْكُمْ لَحَافِظِينَ -١٠- كِرَاماً كَاتِبِينَ -١١- يَعْلَمُونَ مَا تَفْعَلُونَ -١٢-

“Dan sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu), yang mulia (di sisi Allah) dan yang mencatat (perbuatanmu), mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al-Infithar 10-12)

هَذَا كِتَابُنَا يَنطِقُ عَلَيْكُم بِالْحَقِّ إِنَّا كُنَّا نَسْتَنسِخُ مَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ -٢٩-

(Allah Berfirman), “Inilah kitab (catatan) Kami yang menuturkan kepadamu dengan sebenar-benarnya. Sesungguhnya Kami telah Menyuruh mencatat apa yang telah kamu kerjakan.” (Al-Jatsiyah 29)

يَا وَيْلَتَنَا مَالِ هَذَا الْكِتَابِ لَا يُغَادِرُ صَغِيرَةً وَلَا كَبِيرَةً إِلَّا أَحْصَاهَا -٤٩-

 “Betapa celaka kami, kitab apakah ini, tidak ada yang tertinggal, yang kecil dan yang besar melainkan tercatat semuanya,” (Al-Kahf 49)

Engkau lah yang bersyukur, nanti Aku yang akan menambah.

لَئِن شَكَرْتُمْ لأَزِيدَنَّكُمْ -٧-

“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan Menambah (nikmat) kepadamu.” (Ibrahim 7)

لِيُوَفِّيَهُمْ أُجُورَهُمْ وَيَزِيدَهُم مِّن فَضْلِهِ -٣٠-

“Agar Allah Menyempurnakan pahalanya kepada mereka dan Menambah karunia-Nya.” (Fathir 30)

لِّلَّذِينَ أَحْسَنُواْ الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ-٢٦-

“Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya.” (Yunus 26)

Engkau lah yang berusaha, nanti Aku yang akan memenuhinya.

وَمَن جَاهَدَ فَإِنَّمَا يُجَاهِدُ لِنَفْسِهِ -٦-

“Dan barangsiapa berusaha, maka sesungguhnya usahanya itu untuk dirinya sendiri.” (Al-Ankabut 6)

وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا -٦٩-

“Dan orang-orang yang berusaha untuk (mencari keridaan) Kami, Kami akan Tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami.” (Al-Ankabut 69)

جَزَاء بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ -١٧-

 “Sebagai balasan terhadap apa yang mereka kerjakan.” (As-Sajdah 17)

وَأَن لَّيْسَ لِلْإِنسَانِ إِلَّا مَا سَعَى -٣٩- وَأَنَّ سَعْيَهُ سَوْفَ يُرَى -٤٠- ثُمَّ يُجْزَاهُ الْجَزَاء الْأَوْفَى -٤١-

“Dan bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya, dan sesungguhnya usahanya itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya), kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna.” (An-Najm 39-41)

Engkau lah yang bersabar, nanti Aku yang akan membalas (kesabaranmu).

إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُم بِغَيْرِ حِسَابٍ -١٠-

“Hanya orang-orang yang bersabarlah yang disempurnakan pahalanya tanpa batas.” (Az-Zumar 10)

وَجَزَاهُم بِمَا صَبَرُوا جَنَّةً وَحَرِيراً -١٢-

“Dan Dia Memberi balasan kepada mereka karena kesabarannya (berupa) surga dan (pakaian) sutera.” (Al-Insaan 12)

Engkau lah yang meminta, nanti Aku yang akan memberi.

وَاسْأَلُواْ اللّهَ مِن فَضْلِهِ -٣٢-

“Mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya.” (An-Nisa’ 32)

وَآتَاكُم مِّن كُلِّ مَا سَأَلْتُمُوهُ -٣٤-

“Dan Dia telah Memberikan kepadamu segala apa yang kamu mohonkan kepada-Nya.” (Ibrahim 34)

*Walaupun dalam Hadist Qudsi lain Allah telah memberi hamba-Nya sebelum meminta.

Engkau lah yang bertaubat, nanti Aku yang akan menerima (taubat itu).

وَهُوَ الَّذِي يَقْبَلُ التَّوْبَةَ عَنْ عِبَادِهِ -٢٥-

“Dan Dia-lah yang Menerima tobat dari hamba-hamba-Nya.” (As-Syuro 15)

غَافِرِ الذَّنبِ وَقَابِلِ التَّوْبِ -٣-

“Yang Mengampuni dosa dan Menerima tobat.” (Ghofir 3)

أَلَمْ يَعْلَمُواْ أَنَّ اللّهَ هُوَ يَقْبَلُ التَّوْبَةَ عَنْ عِبَادِهِ -١٠٤-

“Tidakkah mereka mengetahui, bahwa Allah Menerima tobat hamba-hamba-Nya.” (At-Taubah 104)

Engkau lah yang berdoa, nanti Aku yang akan mengabulkan.”

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ  -٦٠-

Dan Tuhan-mu Berfirman, ”Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku kabulkan untukmu.” (Ghofir 60)

وَيَسْتَجِيبُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ -٢٦-

“Dan Dia Mengabulkan (doa) orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan.” (As-Syura 26)

أَمَّن يُجِيبُ الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوءَ -٦٢-

“Bukankah Dia (Allah) yang Mengabulkan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila dia berdoa kepada-Nya, dan Menghilangkan kesusahan.” (An-Naml 62)

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ -١٨٦-

“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku Kabulkan permohonan orang yang berdoa apabila dia berdoa kepada-Ku.” (Al-Baqarah 186).

KHAZANAH ALQURAN

Berdoa Tanpa Usaha, Bohong, Usaha tak Doa Sombong

BERDOA tanpa usaha sama artinya dengan bohong. Berusaha tanpa berdoa artinya sombong.

Keduanya saling melengkapi aagar terpenuhi harapan diri. Tak akan kecewa hati karena keinginan tercukupi.

Doa adalah permohonan, pengharapan seorang hamba kepada Sang Khaliq. Doa itu intinya adalah ibadah, doa adalah senjata, doa adalah obat, doa adalah pintu segala kebaikan.

Dengan banyak berdoa banyak urusan terselesaikan, banyak kesempitan terlapangkan, banyak masalah akan teruraikan. Doa yang utama kala kita memperbanyak tilawah Alquran.

Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu anhu, ia berkata: Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam bersabda: Tuhan Yang Maha Mulia dan Maha Besar berfirman:

“Barang siapa yang sibuk membaca Alquran dan zikir kepada Ku dengan tidak memohon kepada Ku, maka ia Aku beri sesuatu yang lebih utama dari pada apa yang Aku berikan kepada orang yang meminta”.

Kelebihan firman Allah atas seluruh perkataan seperti kelebihan Allah atas seluruh makhlukNya”. (Hadits ditakhrij oleh Tirmidzi).

Dalam sebuah kisah, Muhammad Bin Qais mengatakan:

“Diberitahukan kepadaku bahwa ketika seorang bangun pada malam hari untuk mengerjakan salat Tahajjud, maka berkah dari Surga akan diturunkan untuknya. Para malaikat akan turun untuk mendengarkan lantunan bacaan Alqurannya.

Mereka berada di rumah tersebut serta semua makhluk yang ada di atmosfer ini akan mendengarkan bacaannya. Ketika dia telah menyelesaikan salat dan duduk untuk berdoa, maka para malaikat akan mengelilinginya dan membaca aamiin untuk doanya tersebut.

Setelah dia selesai mengerjakan salat tahajjud dan beristirahat, maka akan ada seruan yang ditujukan padanya, ‘seorang hamba yang telah melaksanakan ibadah dengan baik tidur dengan penuh kenikmatan”

Apapun persoalan hidup kita, apakah kita sedang bahagia atau sedih, tetaplah berdoa kepada Allah. Jangan pernah berhenti memanjatkan doa kepada Allah, karena doa adalah masa depan kita. Doa adalah kekuatan kita, doa adalah senjata kita.

Perhatikan ada-adab berdoa, dan bersabarlah menunggu dikabulkan-Nya. [Ustazah Rochma Yulika]

 

 

INILAH MOZAIK