Assalamualaikum.Wr.Wb,
saya agak surprise dgn jawaban ustad yg membolehkan membeli barang Black market (BM)..Kalau konteksnya hanya krn izin tempat usaha mungkin
bisa diterima, tapi bagaimana dgn Black Market dari usaha penyelundupan atau yang tidak membayar Bea Masuk, seperti HP atau brg elektronik
lainnya..Kalau ini diperbolehkan oleh Islam, apa ini tidak merugikan negara..terus terang, saya sering ditawari barang yg murah dari Luar negeri, tp krn BM sy menolak krn sy tahu hal tsb (murah) krn tidak membayar pajak..Mohon pencerahan..Jzk
Donny E.
Jawaban 1:
Alhamdulillah, shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Menanggapi keterkejutan saudara masalah hukum membeli barang di black market, saya mengajak saudara untuk sedikit bersikap tenang, dan tidak terburu-buru.
Saudara Donny, saya yakin saudara percaya dan beriman bahwa hukum agama haruslah dijunjung tinggi melebihi segala hukum dan perundang-undangan yang ada dan yang mungkin akan ada di masa mendatang.
Saudara istilah black market itu ada hanyalah sebagai efek langsung dari undang-undang atau peraturan pemerintah, dan bukan dari tuntunan Syari’at.
Sebelum lebih jauh menjawab pertanyaan saudara, saya ingin balik bertanya: Apa istilah black market ini akan terus melekat pada suatu barang, bila suatu saat nanti pemerintah telah menganut perdagangan bebas? Atau membebaskan bea masuk atas barang tersebut, karena pertimbangan tertentu?
Bila demikian, akankan setiap hari, minggu, bulan, tahun hukum Allah berubah-rubah selaras dengan perubahan kebijaksanaan segelintir pejabat?
Dan mungkin saja setelah pemerintah menganut perdagangan bebas, tak berapa lama, pemerintah memutuskan keluar lagi dari organisasi perdagangan bebas. Apakah hukum syari’at Islam akan berwarna-warni bak bunglon, pagi halal, sore haram dan esok hari halal lagi?
Bila pertanyaan ini telah membuka sudut pandang saudara tentang metode menghukumi suatu hal dalam syari’at Islam, maka ketahuilah saudaraku, bahwa halal atau haramnya suatu perniagaan secara umum dipengaruhi oleh empat hal:
- Status kehalalan barang yang diperniagakan. Bila barang yang diperniagakan adalah haram, maka memperniagakannya juga haram, dan sebaliknya bila barangnya halal , maka memperniagakannya juga halal.
- Adanya unsur riba.
- Adanya ketidak jelasan (gharar).
- Adanya persyaratan yang memancing timbulnya dua hal di atas (riba dan gharar).
Inilah hal-hal paling utama yang menjadikan suatu perniagaan terlarang.” (Bidayatul Mujtahid 2/102)
Bila suatu perniagaan terbukti bebas dari keempat hal di atas, maka tidak ada alasan untuk mengharamkannya.
Walau demikian, sebagai masyarakat suatu negara hukum, tentunya melakukan suatu hal yang melanggar peraturan -walaupun halal secara syari’at agama akan- dapat beresiko, berupa berurusan dengan pihak berwenang. Bila demikian adanya, maka tentu bukan sikap yang bijak melakukan perniagaan dengan cara-cara yang dapat merugikan diri sendiri, walaupun halal secara agama.
Kasus pengusaha Pujiono yang menikahi gadis berumur 12 tahun adalah salah satu contohnya, secara syari’at tidak ada dalil yang mengharamkannya, bahkan Nabi Muhammad sendiri pernah menikahi gadis berumur 9 tahun. Akan tetapi apa yang menyebabkan saudara Pujiono berurusanh dengan pengadilan?
Semoga jawaban singkat ini dapat menyingkap tabir yang menjadikan saudara merasa surprise, dan dapat melebarkan sisi pandang saudara terhadap hukum Syari’at agama saudara.
Wallahu a’alam bisshowab.
Sumber: arifinbadri.com