Tarawih di Sudan, Tiap Malam 1 Juz Qur’an

LAIN ladang lain belalang. Lain daerah, lain pula kebiasaannya. Di Indonesia, banyak tradisi khusus selama bulan Ramadhan yang tidak dijumpai di negara lain. Begitu pula di Khartoum, ibu kota Sudan, sejumlah tradisi menjadi khas negara Arab-Afrika tersebut.

Banyak tradisi maupun situasi yang dirasa sangat berkesan bagi warga negara Indonesia (WNI) yang menjalani puasa di Sudan.

“Banyak sih (yang berkesan), mulai dari ‘begal ifthor’ di pinggir jalan, gubar (badai pasir ) pada saat mau buka puasa, hingga pada siang hari masjid sangat sesak oleh warga Sudan yang pingin ngadem dan tidur siang,” tutur Muhammad Irsyadul Ibad, WNI yang sudah lima tahun berada di Sudan, saat diwawancarai hidayatullah.com, baru-baru ini, Ramadhan 1439 H.

Irsyad, sapannya, menuturkan, durasi berpuasa di Sudan lebih lama daripada di Indonesia. Ini juga menjadi salah satu perbedaan dengan tanah airnya.

Durasi berpuasa di Sudan sekitar 14 – 15 jam, lebih lama beberapa jam dari durasi berpuasa di Indonesia.

Selain harus membiasakan diri soal waktu, WNI di Sudan juga mesti beradaptasi dengan cita rasa kuliner setempat.

“Tentunya menu yang berbeda (ala Sudan),” imbuh bujang berusia 25 tahun ini.

Di samping itu, ada pula tradisi unik di tanah perantauannya tersebut.

“Adat orang Sudan, untuk kaum laki-laki harus buka puasa di luar rumah (di jalan, lapangan, atau di emperan toko-toko),” sebutnya.

Bicara soal tantangan berpuasa di Sudan, apalagi kalau bukan cuaca ekstrem yang panas. Ini ia akui sebagai tantangan utama, selain durasi berpuasa yang lebih lama dari Indonesia.

Pada musim panas, sebutnya, suhu di sana berkisar di angka 38° – 47°celsius.

Dalam situasi seperti itu, bagaimana sikap kaum Muslimin Sudan dalam menyambut dan menjalani Ramadhan?

“Sikap umat Islam sangat antusias,” jawab mahasiswa International University of Africa di Khartoum ini.

Antusiasme itu, misalnya, terlihat dari berlomba-lombanya mereka mengajak orang lain berbuka puasa. Warga setempat ‘mengajak paksa’ warga lainnya untuk buka bersama (bukber) di tempatnya.

Kebiasaan unik ini biasa dikenal dengan sebutan “begal ifthor”, dimana warga mencegat pengguna jalan untuk diajak berbuka puasa bersama mereka.

“Jadi orang lewat di jalan dicegat, dipaksa turun, harus merasakan (hidangan) bukaannya. Sampai pernah dulu terjadi perkelahian sampai berurusan ke polisi gara-gara berebutan orang (untuk diajak berbuka puasa),” tutur Irsyad.

Antusiasme masyarakat Sudan mengisi Ramadhan juga terlihat dari sisi ibadahnya. Masjid-masjid tampak lebih ramai dibanding hari-hari biasa, terutama pada malam berlangsungnya shalat tarawih.

“Dan kebanyakan di masjid-masjid membaca 1 juz (al-Qur’an) per malam (saat tarawih),” imbuhnya.*

 

HIDAYATULLAH