Teladan Nabi dalam Istighfar

Teladan Nabi dalam Istighfar

Imam Bukhari Rahimahullah berkata di dalam Shahihnya, di kitab ad-Da’awaat dalam bab istighfar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sehari semalam.

Abul Yaman menuturkan kepada kami. Dia berkata: Syu’aib mengabarkan kepada kami dari az-Zuhr’i. Dia berkata: Abu Salamah bin Abdurrahman mengabarkan kepadaku. Dia berkata: Abu Hurairah –Radhiyallahu’anhu– berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Demi Allah, sesungguhnya aku meminta ampun kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya dalam sehari lebih dari tujuh puluh kali” (Shahih Bukhari cet. Maktabah al-Iman, hal. 1288. Hadits no 6307).

Imam Muslim Rahimahullah berkata di dalam Shahihnya, di kitab adz-Dzikr wa ad-Du’aa’ wa at-Taubah wa al-Istighfar:

Abu Bakr bin Abi Syaibah menuturkan kepada kami. Dia berkata: Ghundar menuturkan kepada kami dari Syu’bah dari Amr bin Murrah dari Abu Burdah, dia berkata: Aku mendengar al-Agharr dan dia adalah termasuk sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika dia menyampaikan hadis kepada Ibnu Umar. Ketika itu dia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Wahai umat manusia, bertaubatlah kepada Allah. Karena sesungguhnya aku bertaubat dalam sehari kepada-Nya seratus kali” (Shahih Muslim yang dicetak bersama syarahnya jilid 8, hal. 293. Hadits no 2702).

an-Nawawi Rahimahullah berkata setelah menjelaskan kandungan hadis ini, “Adapun kita -apabila dibandingkan dengan Nabi- maka sesungguhnya kita ini jauh lebih membutuhkan istighfar dan taubat -daripada beliau-…” (Syarh Muslim [8/293]). Benarlah apa yang dikatakan oleh an-Nawawi, semoga Allah merahmati dan mengampuni kita dan beliau.

Imam Bukhari Rahimahullah meriwayatkan dengan sanadnya dari Ahmad bin Yunus dari Abu Syihab dari al-A’masy dari ‘Umarah bin ‘Umair dari al-Harits bin Suwaid dari Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu’anhu, beliau berkata, “Sesungguhnya seorang mukmin melihat dosa-dosanya seperti orang yang sedang duduk di bawah kaki bukit dan khawatir kalau-kalau bukit itu akan runtuh menimpanya. Adapun orang yang fajir atau pendosa maka dia melihat dosa-dosanya seolah-olah seperti seekor lalat yang hinggap di atas hidungnya lalu dia usir dengan cara begini.” Abu Syihab berkata, “Maksudnya adalah dengan sekedar menggerakkan tangan di atas hidungnya.” (lihat Shahih Bukhari, hal. 1288).

Marilah kita hidupkan sunnah atau ajaran yang telah banyak ditinggalkan manusia ini, ayyuhal ikhwah -wahai saudaraku- semoga Allah menggolongkan kita di antara hamba-hamba-Nya yang beruntung. Wa tuubuu ilallaahi jamii’an ayyuhal mu’minuuna la’allakum tuflihuun.

Penulis: Ari Wahyudi, S.Si

Artikel: Muslim.or.id

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/65982-teladan-nabi-dalam-istighfar.html