Tidak Beriman Orang yang Tidak Amanah

DALAM fabelnya, La Fontaine pernah bercerita. Singa, sang raja rimba sakit parah dan sekarat. Untuk mencari penyebabnya, digelar pengadilan agar tahu siapa sebenarnya yang bersalah dalam hidup, dan karma buruknya menimpa sang raja rimba.

Satu persatu pembesar mengaku salah, dan pengadilan memutus mereka tak bersalah. Hingga giliran seekor keledai yang mengaku memakan rumput di kebun binatang lain karena kelaparan yang sangat.

“Nah, dialah yang bersalah dan tuahnya menyebabkan baginda sakit!” kata para hakim binatang itu menuding sengit. Keledai pun dikorbankan untuk menyelamatkan kerajaan binatang dari bencana. La Fontaine mengakhiri ceritanya dengan satu kuplet, “Bagaimana keadaan Anda, kuat atau lemahlah, yang menentukan hitam putih Anda di mahkamah.”

Tampaknya, mahkamah seperti itulah yang sedang hidup di dunia kita saat ini. Mahkamah yang mengedepankan kekuasaan di atas keadilan; yang hakim-hakimnya memihak pemilik kekayaan dan penggenggam kekuasaan, seraya menjebloskan ke penjara orang-orang kecil tanpa dosa.

Para hakim yang menghukum pencuri uang negara ribuan juta sama dengan hukuman mereka yang terpaksa mengambil karena tangisan lapar anak-anaknya. Padahal seorang hakim mengemban amanah, dan Nabi dengan pahit menegaskan,” La imana liman amanatalah, tidaklah beriman orang yang tidak amanah.”

Karena itu, seyogianya para penegak hukum adalah orang-orang yang sudah dewasa. Orang-orang berpengetahuan jauh lebih dalam dan luas. Yang mampu melihat persoalan tak hanya semata rentetan kalimat-kalimat hukum yang kaku dan kering. Bukan seorang malas yang telah kehilangan nuraninya.

 

MOZAIK